Thursday, December 27, 2012

Menjaga Kelestarian Air Minum



Sebelum mulai cuap-cuap, kita nyanyi dulu yuk: (laaah… ini juga cuap-cuap…)

Aku anak sehat, tubuhku kuat
Karena ibuku, rajin dan cermat
Semasa aku bayi, selalu diberi ASI,
Makanan bergizi, dan imunisasi
Berat badanku ditimbang slalu
Posyandu menunggu setiap waktu
Bila aku diare, Ibu slalu waspada
Pertolongan oralit, slalu siap sedia


Lagu Mars Posyandu itu tentu sudah kita hapal di luar kepala saking seringnya diperdengarkan di Posyandu-Posyandu, radio, dan televisi. Perhatikan dua bait terakhir. Mengapa hanya penyakit diare yang disebutkan di dalam lagu itu? Ada banyak penyakit lain yang juga kerap menyerang anak-anak, tetapi DIARE adalah penyakit yang paling sering menyerang anak-anak.


Anak-anak di  bawah usia dua tahun, rentan terkena diare karena pencernaannya masih beradaptasi terhadap makanan dan minuman. Anak-anak saya, contohnya. Dulu, saya sering sekali membawa mereka ke rumah sakit akibat serangan diare. Kasihan sekali kalau anak sudah terkena diare. Pup-nya cair dan terjadi beberapa kali dalam sehari sampai tubuhnya lemas. Si sulung bahkan sempat masuk UGD, kemudian dicek darah untuk dilihat apakah ada bakteri salmonella di dalam ususnya. Banyak sebab, mengapa anak saya bisa terkena diare. Selain karena sedang dalam masa fase oral (suka memasukkan benda-benda apa pun di dalam mulutnya), kemungkinan juga karena memakan makanan dan minum air yang tercemar virus atau bakteri atau parasit penyebab diare.

Diare disebabkan oleh, [1] 
  • Infeksi bakteri, virus, dan parasit
  • Alergi terhadap makanan dan obat tertentu, misal intoleransi laktosa susu sapi
  • Infeksi oleh bakteri atau virus yang  menyertai penyakit lain seperti campak, malaria, dll
  • Pemanis buatan

Di seluruh dunia, setiap anak di bawah usia 5 tahun mengalami diare minimal sekali dalam setahun. Artinya, ada kecenderungan mengalami diare berulang. Di Indonesia, penyakit diare pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus (sekumpulan virus penyebab diare). Rotavirus biasanya menyerang anak usia 6 bulan - 1 tahun. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare, di antaranya bakteri vibrio cholera dan salmonella. Virus dan bakteri ini ditularkan melalui udara, air, makanan, dan minuman. [2]

Organisme-organisme tersebut dapat mengganggu penyerapan makanan di usus halus. Makanan yang tidak dapat dicerna itu kemudian masuk ke usus besar, dan menarik air dari dinding usus. Proses transit di usus menjadi sangat singkat, sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar dan menyebabkan tinja berair atau diare. Usus besar bukan hanya kehilangan air dalam jumlah besar, tetapi juga elektrolit, yang kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi ini yang dapat mengancam keselamatan jiwa penderita diare.

Intoleransi laktosa susu sapi juga dapat menyebabkan diare, biasanya terjadi pada anak yang alergi susu sapi. Bayi membutuhkan enzim lactose untuk mencerna laktosa yang terkandung di dalam susu sapi. Tubuh manusia hanya memproduksi sedikit enzim lactose, akibatnya konsumsi susu sapi secara berlebihan dapat menyebabkan diare. Belum lagi untuk mencairkan susu sapi, membutuhkan air bersih. Apabila airnya tercemar, bayi dan balita juga akan terkena diare. Lain halnya bila bayi hanya diberi ASI. Di dalam ASI terkandung enzim lactose, sehingga bayi yang hanya diberi ASI, tidak akan terkena diare. Namun, pemberian ASI Eksklusif hanya sampai 6 bulan, selebihnya bayi diberikan ASI dan Makanan Pendamping ASI. Proses pembuatan MPASI pun membutuhkan air yang bersih untuk menghindarkan bayi dari diare.

Faktor lingkungan juga harus diperhatikan. Lingkungan di sekitar kita harus bersih, agar tidak mencemari makanan dan minuman yang dikonsumsi. Kualitas air yang dikonsumsi harus terjamin kebersihannya. Jadi, air bersih sangat penting keberadaannya. Bukan hanya bayi dan anak-anak yang membutuhkan air bersih, orang dewasa pun butuh. Orang dewasa juga bisa terkena diare. Satu dari tiga orang dewasa mengalami diare sekali dalam setahun. Penyebabnya hampir sama dengan diare pada anak-anak.

Diare pada orang dewasa dibedakan menjadi dua: [3] 
  1. Diare Akut: dimulai dengan cepat dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari
  2. Diare Kronis: berlangsung lebih dari 14 hari

Diare Akut disebabkan oleh keracunan makanan (tercemar bakteri salmonella, clostridium botulinum, dan e-coli), obat-obatan yang dapat merusak flora usus, dan intoleransi makanan (misalnya, makanan yang mengandung susu).

Sedangkan Diare Kronis disebabkan oleh irritable bowel syndrome (iritasi pada usus yang berbahaya), inflamasi usus kronis, infeksi usus kronis, penyalahgunaan obat pencahar, dan gangguan metabolic (kanker usus, hipertiroidisme, kanker pancreas).

Penyakit diare ini tentu saja amat mengganggu, dan akibatnya pun bisa fatal bila didiamkan, yaitu berupa kematian. Berdasarkan penyebabnya, maka kita wajib memperhatikan makanan dan minuman yang masuk ke dalam pencernaan. Makanan harus diproses dengan menggunakan air yang bersih, air yang diminum pun harus bersih dan bebas dari virus/ bakteri penyebab diare. 

Serangan kuman (virus, parasit, bakteri) kepada
manusia, dapat menyebabkan diare

Sayangnya, air bersih semakin sulit didapatkan. Berbagai wilayah di Indonesia sudah mengalami kelangkaan airbersih. Di Jawa Tengah, pada bulan Agustus 2012, kelangkaan air bersih terjadi di 23 Kabupaten/ Kota, diantaranya Blora, Banjarnegara, Rembang, Grobogan, dan Purbalingga.  [4] 

Kelangkaan air bersih juga terjadi di Lampung, diantaranya Bandar Lampung, Natar, Metro, Sukadana Lampung Timur, dan daerah lainnya. Warga Lampung berbondong-bondong memperdalam sumur bor dan membeli air dari tukang air keliling. [5] 

Kalimantan Selatan juga terancam krisis air bersih. Air yang dihasilkan berwarna cokelat, karena tercemar partikel dan lumpur, akibat penggundulan hutan, pertambangan timah, emas, bijih besi, dan batu bara. Tak ada sumber air lain selain sungai yang tercemar, karena penggundulan hutan menyebabkan air hujan tak terserap dengan baik. Ironisnya, Kalsel juga tak memiliki penampungan air hujan. [6] 

Sejumlah daerah di Kabupaten Padang Pariaman juga terkena krisis air bersih pada musim kemarau yang panjang. Warga beralih memanfaatkan air sungai untuk MCK, dan  hanya yang menggunakan sumur bor saja yang bisa memanfaatkan air tanah. Tentu saja air sungai tidak terjamin kebersihannya, karena menjadi tempat pembuangan berbagai macam limbah. [7] 

Krisis air bersih juga melanda sejumlah desa di Ciamis, Jawa Barat. Warga harus berjalan puluhan kilometer demi mendapatkan air.[8] Bahkan, di Jakarta sendiri, sebagai pusat ibukota, krisis air bersih tak dapat dielakkan. Ironis, 94% air tanah di Jakarta sudah tercemar. PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) hanya dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk 54% warga Jakarta. PDAM kesulitan mengolah air tanah Jakarta karena kadar limbahnya terlalu berat. [9] 

Daerah-daerah lain di Indonesia juga mengalami krisis air bersih. Mengapa Indonesia bisa terkena krisis air bersih? Beberapa faktor penyebab kelangkaan air bersih, diantaranya:

  • Kemarau panjang, yang terjadi pada sekitar bulan Juni-Agustus, menyebabkan persediaan air tanah berkurang, bahkan tidak ada sama sekali.
  • Hutan gundul menyebabkan erosi, sehingga air hujan tak dapat diserap oleh tanah. Pohon berfungsi untuk membantu penyerapan air hujan di dalam tanah. Bila tidak ada pohon, maka air hujan akan terbuang ke sungai atau laut.
  • Eksploitasi besar-besaran terhadap air tanah, akibat pertumbuhan populasi penduduk yang amat cepat. Semakin banyak penduduk Indonesia, semakin banyak air yang dikonsumsi. Apabila tidak diiringi dengan konservasi air, maka jumlah air yang ada tidak seimbang dengan jumlah penduduk, dan terjadilah krisis air. Eksploitasi besar-besaran juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan air minum gallon atau kemasan.
  • Pencemaran air, yang diakibatkan oleh berbagai macam limbah, dari mulai limbah rumah tangga (deterjen, tinja, dsb), limbah industri, pertambangan emas, bijih besi, batu bara, timah, dan sebagainya. 


Penyebab Krisis Air: Kemarau, Pencemaran Air,
Penggundulan Hutan, Pertambangan 

Solusi untuk Mengatasi Krisis Air
Tentu saja kita tidak dapat mencegah datangnya musim kemarau, karena merupakan fenomena alam. Tetapi, kita dapat mengatasi krisis air bersih setiap musim kemarau datang. Sungguh aneh tapi nyata, di musim hujan kita berlimpah air sampai terjadi banjir di mana-mana, sebaliknya di musim kemarau kita kekeringan. Apa pasal? Karena kita kurang mengantisipasi datangnya musim hujan agar air yang tercurah dapat dimanfaatkan saat musim kemarau.

Ingatkah kita dengan kisah Nabi Yusuf yang memecahkan masalah paceklik di Mesir? Solusinya, saat sedang panen, simpan sebagian hasil panen sebagai persediaan untuk musim paceklik. Begitu juga dengan krisis air di musim kemarau. Simpanlah air yang berlebih saat musim hujan, untuk persediaan di musim kemarau. Caranya?

Penanaman pohon secara besar-besaran, terutama reboisasi hutan-hutan gundul.  Akar pohon besar dapat menahan air hujan agar tidak terbuang ke sungai atau laut. Sayangnya, di perkotaan, sulit dilakukan karena setiap jengkal tanah dijadikan bangunan dan ditutup dengan semen. Tak heran bila udara di kota terasa panas menyengat, amat sedikit terdapat pohon yang menaungi. Wajar jika kekeringan terjadi di ibukota Jakarta, yang hampir seluruh wilayahnya dijadikan bangunan.

Sebenarnya, di Jakarta dan sekitarnya, sejak zaman Belanda sudah dibangun situ-situ atau danau-danau untuk menampung air hujan sebagai persediaan di musim kemarau. Namun, fungsi dari situ itu telah mengalami peralihan. Bahkan, di pinggir situ dipadati oleh bangunan, akibatnya pun fatal. Masih ingat kasus jebolnya situ gintung di daerah Ciputat, Tangerang Selatan? Airnya meluap ke perumahan penduduk yang berada di bawahnya? Tragis, karena terdapat puluhan korban tewas dan hilang yang tak sempat melarikan diri dari terjangan air. Berdasarkan penelitian oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), ada erosi buluh pada bagian tanggul yang jebol, yang menyebabkan terjadinya rembesan air ke dalam kapiler retakan yang membuat badan tanggul longsor. Bencana yang terjadi di kawasan situ gintung adalah akibat dari kegiatan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, selain juga karena tekanan populasi penduduk. [10]

PR besar untuk Pemerintah adalah mengoptimalkan kembali fungsi situ-situ dan danau-danau sebagai penampung air hujan, selain itu melakukan penanaman pohon di pinggir-pinggir jalan besar. Di beberapa titik, dapat dibuat taman-taman kota yang khusus untuk penghijauan. Harus diawasi agar tidak ada gelandangan yang memanfaatkannya sebagai tempat tinggal, akibatnya malah memberi peluang berdirinya pemukiman baru. Ini bukan hal baru, lihat saja di bawah-bawah jembatan jalan raya ibukota, yang semula dibuat taman, kini menjadi pemukiman para pendatang.

Nah, bila di tempat tinggal kita terdapat lahan kosong, optimalkan dengan menanam pohon. Syukurlah, di depan rumah saya ada lahan kosong yang dapat saya tanami pohon mangga, pisang, jambu, nangka, dan lain-lain. Udara pun terasa sejuk. Ya, wajar saja, karena saya tinggal di kampung, jadi masih banyak tanah kosong yang belum dijadikan bangunan. Kalaupun kita tinggal di perumahan padat penduduk, kita masih bisa memaksimalkan lahan kosong di depan rumah. Jangan semuanya ditutup semen, sisakan sedikit untuk menanam pohon. 

Bagaimana jika sama sekali tidak ada lahan kosong? Bisa dibuat lubang resapan biopori untuk menampung air hujan. Lubang resapan biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm, kedalaman sekitar 100 cm, atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik, untuk menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah. Cacing ini akan membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah (biopori), yang dapat mempercepat resapan air ke dalam tanah secara horizontal. 

LRB ini dapat mengurangi genangan air (otomatis mengurangi banjir) dan sampah organik (karena sampah organik dimasukkan ke dalam lubang). Kita tidak akan kesulitan lagi membuang sampah dapur (sisa-sisa makanan) atau dedaunan yang jatuh, dan tidak akan ada genangan sampah bila mau memanfaatkan LRB ini. Dalam waktu kurang lebih 2 minggu, sampah yang ada di dalam lubang, dapat digunakan sebagai pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman. Lubang ini juga bermanfaat untuk menyerap air hujan, otomatis cadangan air tanah saat musim kemarau pun bertambah. [11]



Lubang Resapan Biopori
Gambar dari sini

Biarpun kita sudah melakukan usaha untuk menahan air hujan agar tidak terbuang ke sungai, kita tetap perlu  melakukan penghematan air. Gunakan air sebijak mungkin. Beberapa cara dalam menghemat air, diantaranya:

  1. Kalau mau minum, ambil air secukupnya dan habiskan. Jangan disisakan, lalu terbuang percuma. Begitu juga kalau kita disuguhi minum saat sedang bertamu. Habiskan air minumnya, agar tidak mubadzir.
  2. Kalau sedang menggosok gigi, matikan air krannya dulu, jangan dibiarkan terus mengucur. Begitu juga saat sedang mencuci muka dan tangan. Nyalakan air hanya pada saat membilas.
  3. Kalau sedang mencuci baju, gunakan detergen hemat air, yaitu detergen yang bisa satu kali bilas. Juga gunakan detergen yang ramah lingkungan, yaitu detergen yang limbahnya tidak berbahaya untuk lingkungan.  
  4. Kalau sedang mengepel lantai, sisa air pelnya jangan dibuang. Gunakan juga untuk membersihkan teras.
  5. Air cucian beras, sayur mayur, buah-buahan, jangan biarkan terbuang. Gunakan untuk menyiram tanaman.
  6. Jika  bepergian, lebih baik membawa botol minum dan isi air dari rumah untuk mengurangi konsumsi air minum dalam kemasan. Air minum kemasan, selain plastiknya menambah jumlah sampah, juga akan mendorong eksploitasi besar-besaran air tanah oleh Perusahaan Air Minum Swasta.

Dan masih banyak lagi tindakan penghematan air yang dapat kita pikirkan dan kerjakan bersama-sama.
3 Langkah Mudah Melestarikan Air Minum
1. Ambil air minum secukupnya dan habiskan
2. Gunakan air keran dengan bijak
3. Tanam pohon di depan rumah
Gambar: Dokumen Pribadi

Mari kita jaga kelestarian air minum untuk anak cucu kita :-)




Sumber gambar:
http://dulpendez.multiply.com/journal/item/10
http://anugerahadina.blogspot.com/2011/05/kuman-lagi-lagi-pake-kata-kuman-bakteri.htm
http://felisblog.com/8-tempat-paling-berkuman-di-restoran-2/
http://www.apasih.com/2010/12/kuman-berkembang-cepat-di-lautan.htm
http://sumut-berita.blogspot.com/2012/05/penebangan-hutan-terus-berlanjut-hutan.html
http://kampus.okezone.com/read/2011/02/09/18/422982/china-bersiap-hadapi-kekeringan
http://infoedukasi.net/2012/02/13/beda-teknik-pertambangan-dan-teknik-perminyakan/
http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/03/04/menjelang-hari-air-surat-dari-manusia-tahun-2070/









8 comments:

  1. Keyen mbak ela.sukses ya mbak.smoga menang.aamiin

    ReplyDelete
  2. Huaaaa...puanjaaaaang ya :D
    Semoga menang mbak

    ReplyDelete
  3. WOW... komplit, panjang banget, gambar-gambarnya juga kereeeeen. Gutlak Mbak, moga menang yah ^_^

    ReplyDelete
  4. Wah, sepertinya calon juara nih. Semoga tulisannya menang ya mbak ^^

    ReplyDelete
  5. itu gambarnya yg paling bawah gambar sendiri mbak? bagus ya.. jelas menggambarkan kelebihan pureit :)

    ReplyDelete
  6. Terima kasih atas semua komennya. Semoga doa-doanya diijabah Allah Swt. Aamiin... :-)

    ReplyDelete
  7. Wah, keren gambar kartun dibawahnya. Dengan melihat itu saja, langsung dapat manfaat nyata pure it. Sukses, Mba. Jangan lupa berkunjung ke blog aku juga, ya hehehe ;p



    http://hertilysurviva.wordpress.com

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...