Monday, October 2, 2017

Aha Moment, Inspirasi dari Sebatang Bambu di Bandung




Bandung, tempat ini meninggalkan banyak kenangan manis bagi saya. Sepertinya benar bila Bandung disebut sebagai kota romantis. Sebab, jejak kenangan yang tertinggal di kota ini juga berhubungan dengan kisah cinta yang menjelma menjadi nyata. Setiap kali diajak ke Bandung oleh suami, mata saya pasti berbinar-binar. Seolah memutarbalik kenangan pertemuan kami sampai akhirnya berlanjut ke pelaminan. Uhuk. 


Yup, saya dan suami bertemu di Bandung dalam perjalanan mencari jodoh. Bandung, bagi suami bukanlah kota yang baru karena dia kuliah di Bandung. Saya pun beberapa kali bolak-balik ke Bandung untuk urusan tulis-menulis dan sekadar traveling. Setelah menemukan jodoh di Bandung, kini saya juga sering diajaknya traveling ke Bandung. Selalu ada tempat  baru yang kami temukan di Bandung, sebab Bandung memiliki banyak tempat wisata,  kuliner, dan belanja. 

Beberapa waktu lalu, kami sekeluarga kembali ke Bandung untuk menemani suami yang mengikuti acara reuni dengan teman-teman kuliahnya dulu. Kami menginap di sebuah hotel. Yang berbeda dari liburan kali ini adalah keikutsertaan orangtua suami. Ibu dan bapak mertua saya mengikuti perjalanan liburan kami. Mengajak orangtua berlibur adalah salah satu cara membahagiakan mereka di hari tua, apalagi mereka jarang berlibur. 

Ibu mertua, berulangkali mengatakan ingin mengisi hari tua dengan berjalan-jalan. Baik itu dengan mengunjungi anak menantu, ataupun jalan-jalan ke tempat wisata. Hal yang wajar mengingat dulunya ibu mertua seorang ibu rumah tangga yang lebih banyak mengabdikan waktunya di rumah. Ibu amat jarang jalan-jalan ke luar rumah. Pastilah ada rasa bosan karena lebih banyak di rumah.

Bermain dengan Kakek-Nenek 

Mengajak jalan ibu mertua, sudah sering kami lakukan. Tapi, baru kemarin kami mengajak jalan Bapak karena Bapak masih tetap sibuk di hari tuanya, meskipun sudah pensiun dari pekerjaannya di sebuah bank pemerintah beberapa tahun lalu. Bapak mengisi hari tuanya dengan bertani. Sebenarnya, kegiatan bertani yang dilakukan oleh Bapak itu tidak menguntungkan. Bapak sering mengalami kerugian, entah itu panen yang gagal maupun panen melimpah tapi harganya jatuh. 

Hasil panen Bapak sering hanya dibagi-bagikan ke keluarga dan tetangga, karena sayang kalau dijual tidak untung. Dalam hati kami ingin menegur supaya Bapak tidak perlu bertani lagi dan menggunakan waktu tuanya untuk beristirahat. Bapak sudah bekerja keras menghidupi istri dan kelima anaknya saat masih muda. Sekarang, biarlah anak-anaknya yang memenuhi kebutuhan Bapak. Kami tidak sanggup mengatakannya terus-terang melihat semangat Bapak bertani. Kesibukannya bertani itulah yang membuatnya sulit diajak pelesiran. Yang ada di pikirannya hanya sawah dan buruh taninya. 

Alhamdulillah, berlibur bersama kakek dan neneknya membuat anak-anak kami juga senang luar biasa. Mereka jarang bisa bermain dengan kakek dan neneknya karena terpisah jarak. Selain bermain di area playground yang ada di halaman hotel, kami juga mengajak anak-anak ke Dusun Bambu, sebuah tempat wisata keluarga di Bandung Barat. Kami sengaja memilih tempat wisata yang ramah anak karena kondisinya membawa orang tua dan anak-anak.

Bambu adalah tanaman khas di Indonesia. Di Jawa Barat, tanaman ini sangat dikenal karena menjadi bahan pembuat angklung, alat musik khas Sunda. Seperti namanya, Dusun Bambu, maka di tempat ini kami menemukan ornamen bambu dan rerimbunan pohon bambu. Ratusan batang bambu disusun menjadi latar foto di depan pintu masuk.

Berfoto dengan latar batang bambu

Setelah memasuki tempat wisata, kami berjalan melewati hutan bambu yang sebagian besar pohonnya adalah pohon bambu. Rerimbunan pohon bambu memberikan pemandangan memesona. Tak disangka, padahal pohon ini jika berdiri sendiri tak terlihat menarik. Hanya sebuah pohon yang bentuknya lurus ke atas dengan dedaunan yang jarang.

Hutan Bambu

Sebenarnya disediakan mobil kecil untuk mengelilingi tempat wisata ini, tetapi kami memilih berjalan kaki agar bisa menikmati pemandangan alam. Anak-anak dan kakek neneknya pun terlihat bersemangat berjalan kaki. Biarpun sudah tua, kakek dan nenek masih memiliki kaki yang kuat karena sehari-hari pun mereka sering ke sawah.Sambil berjalan, Bapak asyik berbicara kepada kami mengenai filosofi pohon bambu. 

"Lihatlah, pohon bambu itu dari usia muda sampai tua masih berguna. Bambu muda (rebung) bisa dimasak dan dijadikan sayur. Bambu yang sudah tua, sangat kokoh dan bisa dijadikan bahan bangunan. Daun bambu pun bisa dijadikan makanan binatang." 

Saya termenung memikirkan ucapan Bapak sembari memandangi sekeliling. Jembatan yang saya lewati juga terbuat dari bambu. Begitu kokoh dan kuat, puluhan batang bambu bila disatukan bisa menyamai kekuatan batu bata dan semen. Di tengah danau, kami melihat pertunjukan angklung dan alat musik itu juga terbuat dari bambu. Hanya batang bambu yang disusun, tapi bisa mengeluarkan bebunyian yang indah.

Pertunjukan angklung di tengah danau 

Sayur rebung yang terbuat dari tunas bambu muda kini sudah sulit didapatkan, karena jarang tukang sayur yang menjualnya. Waktu saya kecil dulu, saya sering dimasakkan sayur rebung pedas yang rasanya gurih dan nikmat. Ah, saya jadi merindukan sayuran itu. Saya memikirkannya di jam makan siang, sehingga sukses membuat perut saya berkeruyuk.

Batang bambu yang sudah tua bisa dijadikan rangka bangunan, jembatan, atau kerajinan tangan. Aha! Ternyata inilah filosofi bambu yang bisa kita terapkan sehari-hari. Saya pun mengerti mengapa bapak mertua tetap semangat bekerja walaupun semua anaknya sudah dewasa dan hasil pertaniannya tidak selalu untung.

Kerajinan tangan dari bambu

Seperti bambu, bapak mertua ingin terus berguna meskipun tubuhnya sudah digerogoti usia. Rambut yang telah memutih semuanya tak dijadikan halangan. Setiap pagi dipenuhi semangat berangkat ke sawah, menanam tetumbuhan yang digunakan untuk makanan manusia, dari mulai beras, tomat, mentimun, terung, sampai cabai.

Bagi Bapak, bukan semata keuntungan dari hasil pertanian tetapi bagaimana membuat hidupnya berguna baik itu di masa muda maupun tua. Saat muda, Bapak bekerja menafkahi keluarga. Saat tua, Bapak tetap berdedikasi menyumbangkan produk pertanian untuk konsumsi orang banyak. Seperti bambu yang berdiri kokoh menerjang matahari, Bapak pun tak peduli meski kulitnya legam karena kepanasan.

Bapak tak gengsi bekerja sebagai petani, meskipun dulu beliau adalah seorang karyawan bank pemerintah dengan level atas. Apa pun pekerjaannya, yang penting hasilnya bermanfaat untuk orang banyak. Apa yang dilakukan Bapak tentu saja menginspirasi saya. Saya yang usianya masih relatif muda ini, kadang-kadang dihinggapi rasa malas bekerja. Apalagi kalau hasilnya tak sesuai harapan.

Duh, malu rasanya kalau saya tidak belajar dari filosofi bambu ini. Semakin tua semakin kokoh dan berguna. Ternyata melakukan sebuah perjalanan membuat kita mampu menemukan hal-hal kecil yang bermakna. Terima kasih Bapak, yang sudah menyisipkan secuil inspirasi. Insya Allah, saya akan tetap bekerja meskipun hasilnya tak bekerja. Bekerja untuk keluarga, bekerja untuk orang banyak.

Semoga ke depannya kami dilimpahi rejeki lagi agar bisa mengajak orangtua pelesiran ke tempat lagi dan menemukan banyak Aha! Moment dari setiap hal yang saya temukan dan dengar.





32 comments:

  1. aku belum pernah makan sayur rebung :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak banget sayurnya lhoo apalagi kalo dimasak pedas.

      Delete
  2. Mak, kok kayaknya tempatnya enak banget ya..

    ReplyDelete
  3. wah bener nih bapak. sama kayak pohon kelapa juga banyak manfaat nya

    ReplyDelete
  4. Wah aku belum pernah ke dusun bambu
    Masuk list segera nih, wajib kesana

    ReplyDelete
  5. Kocak videonya.
    Bambu emang banyak manfaatnya. Jaman perang dulu bambu jadi senjata andalan bangasa Indonesia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah iya Mak Nurul, bambu dijadikan senjata yaa

      Delete
  6. perjalanan cara menemukan hal-hal yang bermakna. noted

    ReplyDelete
  7. Bambu muda enak buat dijadiin isi lumpia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hanya di Semarang bisa menu lumpia isi rebung.

      Delete
  8. Kalau sudah terbiasa kerja memang kadang di masa pensiun kita juga nggak tahan untuk tidak berkegiatan ya, mbak

    ReplyDelete
  9. rebung, aku suka, tp setelah berkeluarga gak pernah lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau saya sudah gak pernah makan karena gak nemu bahannya.

      Delete
  10. Gagal fokus begitu liat sayur rebung. Langka banget sekarang yg jual sayur ini

    ReplyDelete
  11. Bandung emang JUARA yak mba :D
    Tempat wisatanya juga gak abis2. Tiap ke Bandung pasti adaa aja tempat wisata yang baru. Hitsss!
    Duh jadi kangen ke Bandung dehhh.

    ReplyDelete
  12. WAah aku belum kesampaian main ke Dusun Bambu sini mak

    ReplyDelete
  13. Deket rumah saya tuh mbak,,salam kenal ya

    ReplyDelete
  14. Aku suka banget rebung, di buat isian lumpia itu enak banget mba..

    ReplyDelete
  15. Filosofi bambu si Bapak dalam banget. Selama ini malah aku taunya bambu identik dengan tempat menyeramkan.

    ReplyDelete
  16. View hutan bambunya keren dan antimainstream.

    ReplyDelete
  17. Ibu dan nenek sy suka bikin sayur rebung. Sekarang udah jarang yg jual di rebung dipasar, kadang ada kadang nggak

    ReplyDelete
  18. Terima kasih ya sudah ikutan Blog Competition "Aha Moments" Skyscanner Indonesia. Good luck :)

    ReplyDelete
  19. Jejak. Terima kasih atas partisipasinya. :)

    ReplyDelete
  20. tempatnya keren ya mbak adem kayaknya

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...