Friday, August 5, 2011

Resensi Buku: Penangsang

Penangsang: Tembang Rindu Dendam




Sore itu, petugas TIKI datang mengantar paket. Aku bingung sekali, sebab tak terpikir akan mendapatkan kiriman paket. Aku memang kadang-kadang membeli barang dari toko online, tapi saat itu sedang tidak ada yang kubeli. Begitu kubuka, o-ow… novel setebal 700-an halaman, kiriman Nassirun Purwokartun. Novel karyanya, berjudul Penangsang: Tembang Rindu Dendam. Alhamdulillah, aku dapat novel gratissan, sayang tidak ada tanda tangan penulisnya. Novel itu asli kiriman penulisnya, secara sukarela, bukan kuminta-minta, lho.. hehehe….

Kaget juga begitu tahu Om Nass mengarang novel, karena dulu yang kutahu beliau seorang kartunis. Kenalan sewaktu aku masih aktif di FLP Semarang dan beliau di FLP Solo. FLP Semarang pernah sowan ke FLP Solo untuk menimba ilmu. Bukan main, novel yang ditulisnya itu tebal sekali dan berat. Maksudnya, isinya berat juga. Novel Sejarah. Meski aku agak bagaimana begitu, karena yang diangkat adalah sejarah kesultanan Demak yang masih bersangkutpaut dengan Majapahit. Jadi terbayang film Saur Sepuh.

Penangsang? Siapa, ya? Sejujurnya, aku buta soal sejarah Jawa. Pelajaran Sejarah di SD dulu rasanya terlalu banyak tokoh, sampai lupa. Tapi, tentu aku ingat nama-nama walisongo, yang bakal dikupas habis di novel Penangsang ini. Juga ingat-ingat sedikit dengan Sultan Trenggono, Sultan Dipati Unus, yang gigih melawan Portugis, dan Joko Tingkir, o-oow….

Penangsang, alias Haryo Penangsang, adalah anak dari Pangeran Sekar, cucu Raden Fatah. Nah, ingat kan siapa mereka? Di kisah pewayangan, Penangsang dijadikan tokoh antagonis yang sangat ambisius menginginkan tahta kesultanan Demak. Di dalam novel ini, Mas Nassirun ingin meluruskan sejarah Jawa yang banyak dibengkokkan bahkan dicampuradukkan dengan dongeng-dongeng dan mitos Jawa. Mataku langsung terbuka lebar membaca pemaparan Sejarah yang coba diluruskan oleh Mas Nassirun.
Maaf ya kalau resensiku ini nanti agak tertukar-tukar nama tokoh-tokohnya, saking banyaknya tokoh, jadi lupa-lupa ingat. Tahukah Anda bahwa Kota Kudus di Jawa Tengah itu berasal dari kata Al Quds? Al Quds adalah nama lain dari Palestina, negeri para nabi yang sekarang sedang dijajah oleh Israel. Ternyata dari jaman baheula, Indonesia sudah terikat dengan Palestina, lho…. Kota Kudus berada di bawah asuhan Sunan Kudus, itu mengapa beliau disebut Sunan Kudus, karena berdakwah di Kota Kudus.

Pangeran Sekar adalah anak laki-laki pertama dari istri ketiga Raden Fatah. Setelah Raden Fatah meninggal, seharusnya Pangeran Sekarlah yang menjadi Sultan Demak, tetapi Dewan Wali yang dipimpin oleh wali songo (Sunan Kalijogo, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang, dsb) malah mengangkat Pati Unus sebagai Sultan berikutnya, yang usianya jauh lebih muda dari Pangeran Sekar. Pangeran Sekar masih bisa menerima keputusan itu, tetapi ketika Pati Unus terbunuh tiga tahun kemudian, Pangeran Sekar meradang. Karena yang diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya adalah Sultan Trenggono, yang tentu saja usianya jauh lebih muda darinya.

Kisah Sejarah, juga masa kini, yang berhubungan dengan politik dan kekuasaan memang tidak lepas dari intrik. Terlihat kejam, tetapi itulah yang terjadi. Tahta bisa membuat sesama saudara saling membunuh. Bahkan keponakan membunuh paman. Alkisah, Pangeran Sekar (Ayah Penangsang) terbunuh di tangan keponakannya sendiri, anak Trenggono. Muluslah posisi Trenggono menjadi Sultan Demak.

Saya tidak tahu persis kisah Joko Tingkir itu benar atau hanya dongeng. Tetapi, di novel Penangsang ini, dikisahkan tentang Joko Tingkir, laki-laki dari dusun Tingkir, yang akan menjadi bagian dari pengambilalihan tahta Demak dari tangan Penangsang. Siapa sangka jika Joko Tingkir yang dikisahkan sebagai pahlawan, berhasil mengalahkan buaya-buaya, ternyata buaya itu sendiri? Joko Tingkir berhasil menjadi bagian dari keluarga Sultan Trenggono, setelah memperkosa salah seorang putri Trenggono dan menikahinya. Dia pula yang kemudian menyetir Sultan Bagus Mukmin, yang menjadi pengganti Sultan Trenggono (setelah merebut tahta dari Penangsang).

Sulit juga rupanya meresensi novel setebal 700 halaman. Novel Penangsang ini benar-benar sebuah novel sejarah, karena sejarah yang tersaji di dalamnya begitu detil. Wawasan kita tentang sejarah kesultanan Demak akan terbuka lebar usai membacanya. Kisah disajikan menggunakan alur maju mundur. Rasanya gemas membaca sepak terjang Joko Tingkir dalam melakukan tipu muslihatnya untuk mengambilalih tahta Demak.  Mula-mula memang terasa membosankan, karena wawasan Sejarah yang disajikan begitu detil, sepertinya semua sumber yang didapatkan oleh Mas Nassirun, dicomot semua ke dalam novelnya. Tetapi, ketika sampai pada konflik Pangeran Sekar, Penangsang, dan Joko Tingkir, baru terasa seru. Sudah tentu geregetan karena di halaman terakhir diberikan ending menggantung, yang artinya saya harus membaca lagi Penangsang bagian kedua kalau mau tahu akhirnya, hehehe…. Eh, ternyata novel Penangsang itu rencananya akan sampai 4. Alamaaak….

Gemas dan geregetan dengan pemutarbalikan Sejarah yang digunakan untuk kepentingan politik Penjajah demi menjatuhkan Islam. Sebab, tokoh-tokoh yang keislamannya kuat, dijadikan tokoh antagonis, sedangkan tokoh-tokoh yang sebenarnya antagonis, malah dijadikan pahlawan. Mungkin selama ini sejarah yang kita pelajari pun banyak terdapat kebohongan-kebohongan. Maka,aku berharap semakin banyak novelis-novelis yang melahirkan novel sejarah yang bersifat meluruskan.

Ditunggu karya-karya Mas Nassirun berikutnya yang mencerdaskan dan mencerahkan.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....