Wednesday, June 20, 2012

Tips Nulis: Nilai Jual Naskah a.ka Selling Point


Fenomena self publishing semakin menjamur. Kemungkinan besar karena sulitnya menembus seleksi penerbit mayor, terutama bagi penulis pemula. Posisi saya saat ini berada di tengah-tengah, penulis pemula tidak, penulis senior yang sudah diperhitungkan juga tidak. Beberapa naskah yang sudah diterbitkan, ada yang diterbitkan dengan jalan seleksi, ada juga yang memang karena “sudah kenal.”  Saya juga masih kerap mengalami penolakan naskah. Berbeda dengan penulis senior yang sudah diperhitungkan namanya, mau naskah seperti apa pun, dijamin terbit.


Deretan buku-buku di toko buku, persaingan  ketat
Sulitnya menembus seleksi penerbit mayor, bukan berarti kita menyerah. Kalau punya modal besar, silakan self publishing. Tapi, kalau tidak, lebih baik bersabar menembus seleksi penerbit mayor. Naskah saya pun masih banyak yang tersimpan di folder komputer, naskah-naskah yang belum menemukan jodohnya. Saya merasa percuma menerbitkan dengan cara self publishing, apabila tidak bisa memasarkannya. Kecuali saya sekelas Tere Liye, yang bukunya belum terbit pun, sudah ribuan orang yang memesan. Maka, lebih baik saya menulis naskah lain, dan sesekali merevisi naskah yang ditolak, lalu mencoba mengirimkannya ke penerbit berbeda.

Yup. Berdasarkan pengalaman saya, menerbitkan dengan cara self publishing bagi seorang penulis yang belum punya nama dan pasar, hasilnya nol besar. Berapa sih buku yang terjual? Tidak akan sampai lima ratusan. Kecuali dia penulis yang memang sudah punya jaringan, punya banyak teman yang loyal, yang mau membeli bukunya begitu terbit, atau seorang trainer dan professional yang sudah lebih dulu terkenal. Wong buku yang dipajang di toko buku offline saja susah lakunya, apalagi dijual hanya melalui online. Jalan lainnya, harus punya modal besar untuk bisa menerbitkan minimal seribu eksemplar dan mendistribusikannya di toko buku.

Oleh karena itu, setelah pernah mencoba jasa self publishing satu kali, saya memutuskan untuk menempuh jalan yang biasa saja; menembus seleksi penerbit. Alhamdulillah, ada kalanya lolos seleksi, ada juga yang tidak. Ada yang benar-benar karena seleksi, ada yang memang karena kenal editornya. Eit… kenal dengan editornya?

Hmmm….. kita rinci saja ya, bagaimana sebuah naskah bisa diterbitkan di penerbit mayor.

Posisi Best Seller, dirindukan penulis dan penerbit
1.       Seleksi, ini jalan utama yang harus ditempuh sebuah naskah untuk bisa diterbitkan. Ada tim editor yang bertugas menyeleksi naskah kita. Proses seleksi bervariasi. Berdasarkan pengalaman saya, apabila naskah kita bagus atau jelek, kita akan langsung mendapatkan jawabannya dalam waktu paling lama tiga minggu, paling cepat dua hari. Kalau bagus, diterima. Kalau jelek, ditolak. Yang sulit adalah kalau naskah kita berada di tengah-tengah, sehingga editor bingung dan harus mengadakan rapat redaksi dulu  untuk memutuskan. Nah, jawabannya bisa di atas sebulan, atau bahkan tidak ada konfirmasi lagi, alias menghilang tanpa kabar. Saya pribadi, kalau di atas sebulan tidak ada kabar dari penerbit, saya anggap naskah itu tidak lolos seleksi dan saya kirimkan saja ke penerbit lain. Persoalannya adalah, dalam proses seleksi seperti ini, selain kualitas naskah, nama penulis pun diperhitungkan. Yup. Penulis terkenal, besar kemungkinannya untuk lolos seleksi. Apalagi bila daftar buku yang telah diterbitkan berderet-deret. Menurut penerbit, dengan banyaknya buku yang sudah diterbitkan oleh penulis itu, berarti setidaknya penulis itu sudah punya pembaca sendiri. Pasar sendiri. Itulah kenapa, penulis pemula susah sekali menembus proses ini, apalagi kalau belum pernah menerbitkan buku sekali pun.

Angga, dengan Novel Jean Sofia, Rumah Buku Bandung
2.       Lomba. Para pemula hendaknya memanfaatkan lomba nulis yang diadakan oleh penerbit dalam rangka mencari naskah. Biasanya memang penerbit mengadakan lomba menulis untuk mencari naskah yang ingin mereka terbitkan. Inilah peluang bagi para penulis pemula. FYI, saya pun akhirnya bisa menerbitkan buku karena menang lomba. Sebelumnya, naskah saya sulit sekali menembus penerbit karena belum punya nama. Dalam lomba, tidak ada diskriminasi antara penulis senior dan yunior, beda dengan seleksi naskah yang umum.  Naskah lomba biasanya dipisahkan dengan  CV penulis. Juri lomba tidak melihat siapa yang menulis naskah itu.

3.       Kenal dengan pihak penerbit. Ada beberapa buku saya yang diterbitkan karena justru penerbitnya yang meminta naskah dari saya. Mereka sudah mengenal saya, atau pernah menerbitkan naskah saya sebelumnya. Naskah itu tetap dibaca dan dinilai, tapi tetap lolos seleksi juga, hehehe….. Hubungan baik dengan editor inilah yang memang harus dijaga oleh penulis. Kalau sudah tercipta hubungan baik, ke depannya akan baik pula nasib naskah-naskah kita. Sebaliknya, kalau buruk, editor bisa menolak naskah kita karena alasan pribadi. Editor juga manusia, kan? :D

Jadi, bagaimana nasib penulis pemula yang benar-benar pemula? Saya ikut sedih kalau mendengar curhat penulis pemula yang berkali-kali mengirim naskah novel dan berkali-kali pula ditolak. Padahal, menulis novel kan tidak mudah. Kuncinya,

Eni Martini dengan Novel Jean Sofia, Gramedia Penvill


1.       Buatlah novel yang memang benar-benar bagus. Saya yakin, kalau bagus, tidak akan ditolak. Tapi, bagus menurut penerbit itu kadang berbeda-beda. Contohnya, Laskar Pelangi dan Harry Potter juga pernah mengalami penolakan berkali-kali sebelum diterbitkan. Nah, daripada kita menulis novel belasan, lebih baik fokus pada satu novel, tapi berkualitas. Jangan terburu-buru menulisnya. Coba dieksplor semua unsur intrinsiknya. Misalnya, setting, karakter tokoh, konflik, dan ending yang memikat. Belajar lagi dari novel-novel best seller. Saya lihat, kecenderungannya banyak penulis pemula yang terburu-buru ingin menerbitkan novel, sehingga memilih untuk menulis belasan novel “garing,” daripada satu novel berkualitas. Saya pernah mendapatkan curhatan dari seorang penulis pemula, yang bingung mau dikirim ke mana naskah novelnya. Lalu, saya sarankan ikut lomba nulis novel yang sedang berlangsung. Apa jawabnya, “saya sudah kirim empat novel ke lomba itu.” HAH? Banyak amat, yaaaaaah…. Saya suruh saja dia kirim lagi itu novelnya, siapa tahu dari kelima novel itu ada yang lolos. Bayangkan, LIMA NOVEL. Saya saja tidak ikutan, karena tidak ada novel yang sudah pantas untuk diikutkan ke lomba itu, hehehe……  

2.       Yakinkan penerbit bahwa naskahmu punya NILAI JUAL. Ini industry penerbitan. Penerbit tidak mau rugi ketika menerbitkan naskahmu. Beberapa penerbit mencamtumkan persyaratan kirim naskah, di antaranya, menjelaskan SELLING POINT novel, dan apa yang akan dilakukan oleh penulis dalam mempromosikan novel itu. Selling point itulah yang disebut nilai jual. Itu yang harus kamu jelaskan ke penerbit. Apa kelebihan novelmu dan bagaimana kelak kamu akan mempromosikannya. Saya salut ya kepada penulis indie yang begitu bersemangat mempromosikan novelnya. Tapi, begitu novel itu diterbitkan di penerbit mayor, si penulis cuek-cuek saja karena yakin penjualannya bagus. Kan sudah dipajang di toko buku. Padahal, banyak buku yang tidak dipajang saking kurangnya rak buku. Dan bisa jadi itu bukumu.

3.       Yakinkan penerbit bahwa kamu seorang penulis yang punya nilai jual. What? Penulisnya pun harus punya nilai jual? Kamu pikir apa yang membuat Raditya Dika bisa menerbitkan curhat konyolnya yang dimuat  di blognya? Karena traffic blognya sangat padat, banyak yang suka membaca curhatan di blognya itu, sehingga penerbit tertarik membukukannya. Raditya Dika sudah punya penggemar sebelum bukunya diterbitkan. Bagaimana dengan Poconggg? Hanya gara-gara dia punya follower jutaan, traffic blognya pun padat, curhatannya di blog pun juga dibukukan. Itulah gunanya blog dan jejaring sosial. Demikian juga halnya dengan Trinity Traveller dan penulis My Stupid Boss, yang dirahasiakan nama aslinya itu. Mereka semua bermula dari penulis blog. Woooow…. Banyak juga yang berawal dari trainer atau motivator, pengusaha ternama, dokter yang terkenal, dan lain-lain. Atau, penulis yang membawahi komunitas tertentu dengan anggota berjumlah ribuan. Dengan demikian, penerbit menilai bahwa si penulis ini punya nilai jual, penggemarnya banyak meskipun belum punya buku, sehingga dia pun berpotensi untuk menerbitkan naskahnya di penerbit itu.  
Andri Husein dengan Novel Jean Sofia, Gramedia Madiun

4.        Ikuti lomba-lomba kepenulisan yang ada. Terutama lomba-lomba yang diadakan oleh penerbit, karena itu satu-satunya jalan naskahmu bisa lolos seleksi tanpa melihat siapa dirimu. Yang dilihat hanya naskahmu yang memenuhi selera juri.

Jadi, beberapa hal yang perlu kamu tambahkan di biodatamu, ketika mengirimkan naskah ke penerbit adalah:

1.       Selling point/ nilai jual naskahmu, sebutkan semua kelebihan naskahmu dibandingkan naskah serupa di pasaran. Baik itu dari isi ceritanya, setting, konflik, karakter tokoh, dan ending.

2.       Sebutkan nama blogmu, twitter, dan facebook, dengan menekankan bahwa kamu punya follower ribuan. Untuk itu, rajinlah mengelola blog dan jejaring sosialmu hingga kamu punya fans ribuan. Meskipun hanya orang biasa, tak menutup kemungkinan untuk bisa terkenal melalui sosial media. Sebutkan dalam biodatamu, kelebihanmu itu.

3.       Sebutkan nama komunitasmu beserta jumlah anggotanya. Untuk itu, buatlah sebuah komunitas atau bergabunglah secara aktif di sebuah komunitas yang juga aktif, misalnya sebuah grup di facebook dengan jumlah anggota ribuan. Katakan, bahwa bukumu berpotensi untuk dibeli oleh anggota komunitas itu.

4.       Sebutkan komitmenmu untuk mempromosikan bukumu kelak, bila diterbitkan, baik itu melalui jejaring sosial maupun roadshow ke sekolah-sekolah dan toko buku.

5.       Cara-cara di atas biasanya jitu untuk memikat penerbit, kecuali naskahmu memang sangat tidak layak untuk diterbitkan,  hehehehe…….

Selamat berjuang menembus penerbit.                                                                                                 

10 comments:

  1. bermanfaat banget mba...:) aku jadi berpikir serius menyelesaikan novelku:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo selesaikan, mb Sarah.. mumpung belum deadline :D

      Delete
  2. saya harus kontak langung dengan bunda nih.. :)

    saya juga ingin sekali menerbitkan antologi puisi dan saya rasa itu juga punya jalan yang sangat sangat terjal..

    kalo saya memperhatikan penerbit yang menerbitkan kumpulan puisi itupun juga kelihatannya bukan penerbit mayor (sperti penerbit bukupop-yang katanya berdomisili di bandung-koreksi saya bila salah he-he-he)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, benar, mas Affan. Buku puisi belum dianggap punya nilai jual, karena peminat puisi amat sedikit. Rata-rata self publishing yg menerbitkan buku puisi. Gimana kalau puisinya digabung dgn novel? Jadi, Mas Affan nulis novel saja, yg diselipkan puisi-puisi. Oya, blognya kan rame tuh... itu potensial jg bwt memikat penerbit.

      Delete
  3. DIcari Naskah NOvel untuk penerbit 3L,
    hubungi naskah3l@gmail.com atau 081933028839 (Wayan Adi)

    ReplyDelete
  4. trimakasih segala info yg bermanfaat. saya mau tanya, kepada semua yg punya pengalaman : apakah naskah yg ditolak penerbit bisa dibajak/ diterbitkan tanpa sepengetahuan kita? bagaimana cara mensiasatinya? trimakasih sebelumnya. Agung - kediri email : studio13owner@yahoo.co.id

    ReplyDelete
  5. Klo saya menerbitkan buku pertama di Self Publishing untuk nyari pengalaman nerbitin buku. Selanjutnya coba-coba ke Penerbit Mayor lagi... :)

    ReplyDelete
  6. wah alhamdulillah bermanfaat banget nih tipsnya mba Leyla, jadi semangat lagi yang sebelumnya down hehehehe
    aku juga baru terbitin novel nih judulnya # Serambi cinta di negeri cahaya
    oh iya kapan-kapan jalan-jalan ke blog aku yuk di
    www.syiffacerpen.blogspot.com

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....