Friday, May 31, 2013

Komunitas Penulis Itu Perlu!

Tulisan ini disertakan dalam 8 Minggu Ngeblog oleh Anging Mammiri.

Saya pernah menyampaikan di sebuah seminar kepenulisan, bahwa salah satu pendorong seorang calon penulis agar terus bersemangat menulis adalah dengan bergabung di komunitas penulis. Di dalam komunitas penulis, calon penulis akan mendapatkan suntikan semangat, informasi lowongan menulis, bahkan partner diskusi karya, meskipun tidak selalu karyanya cepat diterbitkan. Komunitas penulis yang pertama kali saya ikuti adalah Forum Lingkar Pena yang digagas oleh Helvy Tiana Rosa (HTR). Saya termasuk angkatan awal, meski bukan yang pertama, bergabung di FLP. Komunitas yang kini anggotanya sudah puluhan ribu dan tersebar di berbagai negara ini,  sangat berjasa dalam proses karir kepenulisan saya.


Saya mendaftar sebagai anggota FLP dengan mengirimkan formulir FLP yang terdapat di Majalah Annida. Ketika itu, FLP masih bekerjasama dengan Majalah Annida, karena HTR masih menjabat sebagai Pemimpin Redaksi. Saya langsung dihubungi oleh Yeni Mulati, yang ternyata kakak kelas saya di Universitas Diponegoro, Semarang. Berhubung dulu saya kuliah di Undip, jadi saya masuk ke dalam FLP Semarang. FLP Semarang rupanya baru terbentuk, launching perdana di halaman Fakultas Sastra, diresmikan oleh Dian Yasmina Fajri yang menjabat sebagai Sekretaris FLP. HTR, DYF, dan petinggi-petinggi FLP di mata saya bak artis, yang luar biasa.

Lalu, saya mengikuti diskusi-diskusi kepenulisan FLP Semarang secara langsung di rumah kontrakan Yeni Mulati yang memiliki nama pena Afifah Afra. Dia belum menjadi penulis terkenal. Baru menghasilkan cerpen yang tersebar di beberapa majalah remaja, salah satunya tentu saja Majalah Annida. Yang saya ingat dari obrolan saya dengan Mba Yeni adalah saat beliau menanyakan nama pena saya. Dulu saya begitu percaya dirinya menggunakan nama asli saya sebagai nama pena yaitu Leyla Imtichanah. Nama itu kelak tercetak di kurang lebih 13 novel solo dan beberapa buku antologi. Di akhir tahun 2010, saya memutuskan untuk memangkas sedikit nama saya itu menjadi Leyla Hana, agar lebih mudah dilafalkan.

Berhubung belum ada internet, diskusi pun harus dilakukan secara langsung, minimal sms. Tapi di situlah terasa kebersamaannya, kami bertatap muka membahas cerpen-cerpen yang diprint dan dibagikan kepada sesama anggota FLP Semarang. Nuansa dakwah sangat kental, di mana antara anggota laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh tirai. Setahun kemudian, Mba Yeni lengser dan digantikan oleh saya. Itu pertama kalinya saya mengetuai sebuah organisasi dan bagi saya itu sangat luar biasa. Mengapa? Karena saya ini tak pernah menjadi “orang penting” sejak kecil, akibat sikap pendiam. Saya hanya cerewet di dalam tulisan. Aslinya sih sangat pendiam, sehingga teman-teman tak ada yang mempercayai saya untuk menjadi ketua, sekretaris, atau jabatan-jabatan penting di organisasi.

Padahal, sebenarnya saya punya bakat pemimpin, eciee…. Ya, diam-diam saya suka “mengatur orang” dan membuat program. Tapi berhubung sangat pendiam, jadi tak pernah berhasil mengikuti suksesi organisasi yang mana dibutuhkan seorang yang vocal, alias pandai bicara. Jadi, begitu ditunjuk sebagai Ketua FLP Semarang, alangkah senangnya hati saya. Mengapa saya ditunjuk? Karena saya orang kedua di FLP Semarang yang cerpennya bisa menembus majalah, setelah Mba Yeni. Bisa dibilang bahwa saya telah berpengalaman untuk kaliber FLP Semarang kala itu. Di FLP Semarang-lah saya belajar memimpin organisasi, membuat proposal kegiatan, dan bahkan mencari dana. Luar biasa melelahkan, tapi sangat menyenangkan.

FLP telah mendorong semangat saya untuk terus berprestasi di dunia kepenulisan. Sering ada pertanyaan dari calon penulis, apakah FLP bisa membantu mereka untuk menerbitkan buku? Jawabnya, tidak. Ketika itu, FLP belum memiliki penerbit sendiri. FLP hanya membantu memberikan tips-tips menembus penerbit atau media, info-info lowongan menulis, dan semangat menulis. Setelah itu, FLP mencoba mendirikan penerbitan bernama Lingkar Pena Publishing House. Subhanallah, kelak setelah saya lulus kuliah, saya bekerja di penerbit itu sebagai Editor. Bukan karena saya anggota FLP, tapi karena saya memenuhi persyaratan menjadi editor. Itu kata salah satu penyeleksi.

Akhirnya, saya menjadi penulis buku, dengan menerbitkan belasan buku solo dan antologi, dan tetap bergiat di FLP. Kali itu, FLP Depok sekaligus Pusat. Saya bangga pernah mengikuti rapat besar FLP dan bertemu dengan penulis-penulis yang kini sudah kondang namanya: Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Sinta Yudisia, Afifah Afra, Jonru, Kang Abik, dan lain-lain. Langkah saya memang lebih lambat setelah menikah dan fokus mengurus anak, tapi insya Allah saya masih bersemangat menyusul mereka.

Bersama komunitas FLP Depok

Kini, menjadi penulis sudah jauh lebih mudah dengan berbagai fasilitas yang memanjakan, diantaranya internet. Calon penulis tidak lagi harus berjalan jauh setiap minggu demi menghadiri diskusi-diskusi kepenulisan, karena sudah banyak grup-grup penulis di Facebook. Tahun lalu, saya membuat sebuah grup menulis di facebook bertajuk Be a Writer (BAW), berkat dorongan seorang teman penulis. Saya berusaha mendisiplinkan anggotanya agar benar-benar menulis, sehingga setiap hari ada jadwal menulis dan ada aturan remove bagi yang kurang atau tidak aktif. Luar biasa, aturan itu sanggup memicu teman-teman penulis untuk rajin menulis. Grupnya sengaja dibuat tertutup karena banyak dokumen tulisan baik berupa cerpen maupun nonfiksi yang diupload dan dikhawatirkan dicopypaste tanpa izin.

Selain bergiat di FB, komunitas BAW juga beberapa kali melakukan kopi darat. Namanya juga penulis, saat kopdar pun yang dibicarakan tak jauh dari dunia tulis penulis, dan  kami lebih sering kopdar di kantor penerbit. Saya sendiri sebagai Kepsek (Kepala Sekolah) BAW merasakan dampak yang luar biasa dengan adanya komunitas BAW. Semangat saya semakin menggelora karena prestasi anggota BAW yang susul menyusul membuat saya tidak mau kalah. Kapasitas saya sebagai Kepsek hanya karena saya yang mendirikan BAW, bukan karena saya lebih hebat, sebab banyak penulis hebat di BAW. Afifah Afra sendiri belakangan ikut bergabung dan menambah amunisi komunitas BAW.

Bersama komunitas Be a Writer

Tentu saja, tidak ada komunitas yang sempurna. Di BAW juga beberapa kali terjadi konflik dan ketegangan, sehingga dua admin lain mengundurkan diri. Bahkan, sekarang ini saya masih berusaha mencari formula yang tepat dan jitu untuk BAW agar kembali bersemangat seperti pada awal dibentuk. Bagi saya pribadi, kendalanya adalah kurangnya personel yang solid. Ini sekaligus menjawab seperti apakah komunitas yang ideal itu. Anggota BAW sangat produktif dalam menghasilkan karya, tapi kurang proaktif dalam berorganisasi. Ini yang sulit. Sementara di dalam sebuah organisasi, setidaknya ada susunan kepengurusan yang mau bekerja keras membesarkan sebuah komunitas.

Dalam mewujudkan sebuah komunitas yang ideal, anggota komunitas juga sebaiknya tidak hanya berperan sebagai ikan yang menerima pancingan, tapi juga menjadi si pemancing. Tanpa harus disuruh, berdaya guna membesarkan komunitas tersebut dengan dorongan rasa cinta. Semoga saja komunitas yang saya dirikan bisa mencapai tataran ideal, setidaknya dalam pandangan saya.


Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblogoleh Anging Mammiri

6 comments:

  1. hihi...baru tau Mbak Leyla pernah menjabat Ketua FLP Semarang. Berarti dah lama bgt itu ya.

    ReplyDelete
  2. Setuju dengan mbak Leyla, komunitas mendorong say auntuk terus berkarya dan tetap semangat menulis. nice artikel mbak :)

    ReplyDelete
  3. Wah ternyata Mba Leyla sudah lama serius berkecimpung di dunia tulis-menulis ya. Ketika saya masih hobby membaca cerpen dan novel terbitan Lingkar Pena, Mba udah jadi Ketua FLP Semamarang :-)
    Kalau ngga salah BAW dibentuk tahun 2011 ya?
    Seingat saya sih, Mba Leyla sempat woro-woro siapa yang mau gabung di komunitas tertutup, dengan beberapa syarat, mungkin salah satunya serius ingin menulis (redaksionalnya saya lupa) dan saya mundur teratur nggak PeDe bisa nulis dan bisa ngikutin ritme. Keputusan yang salah mungkin, namun ya.. sudahlah... ;-)
    Walau tertatih saya berusaha terus melangkah :-)

    ReplyDelete
  4. Wah, seru ya pengalaman dan ceritanya. Semakin nambah semangat untuk menulis. Salam kenal mbak :D

    ReplyDelete
  5. Mba Lina, Ayu, Mak Aisyah, dan Mba Anggi, terima kasih sudah mampir. Memang benar, komunitas menulis itu menyemangati.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....