Sunday, September 29, 2013

Jangan Berhenti Berkarya!


Jika dulu saya berhenti, maka saya tak akan menjadi Merry Riana yang sekarang
(Merry Riana, Penulis Buku “Mimpi Sejuta Dollar”).

Hampir dua tahun yang lalu ketika memandang dua garis merah di test pack yang saya pegang, saya merasa bahwa karir kepenulisan akan berakhir. Saya masih punya dua balita berusia 4 dan 3 tahun, dan akan ditambah dengan 1 bayi? Sanggupkah saya menulis sambil mengasuh semuanya dengan tangan sendiri?


Saya telah memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, ketika karir kepenulisan sedang berada di puncak. Belasan novel telah diterbitkan, bahkan Direktur Penerbitan tempat saya bekerja sebagai Editor, menyayangkan keputusan untuk resign. Selanjutnya, saya memilih untuk menjadi penulis lepas yang bekerja dari rumah, sehingga bisa tetap mengasuh anak-anak. Keputusan itu ternyata membuat saya berhenti menulis selama tiga tahun.

Pekerjaan sehari-hari yang menyita waktu. Credit
Siapa sangka, setelah melahirkan anak pertama, saya langsung hamil lagi anak kedua? Mencari pembantu rumah tangga atau pengasuh anak, tak semudah yang saya bayangkan. Bisa saja, bila saya menyediakan dana yang relatif besar. Tetapi, untuk rumah tangga baru dan pekerjaan suami yang baru dirintis (usai di-PHK sebulan setelah menikah), kami tak memiliki dana banyak untuk membayar pengasuh anak atau baby sitter yang diambil dari Yayasan Penyalur Baby Sitter. Saya harus mengasuh kedua bayi yang hanya terpaut usia setahun itu, sendirian. Kadang-kadang suami membantu, tapi tidak banyak. 


Saya benar-benar berhenti menulis. Tak ada lagi buku yang diterbitkan, tak ada lagi royalty yang masuk sebagai tambahan penghasilan. Saya bergelut dengan tugas sehari-hari: mengurus rumah tangga dan dua anak yang sangat menyita perhatian. Rasa rindu untuk menulis harus pupus oleh tangisan bayi dan rutinitas rumah tangga. Saya sudah lelah ketika hari beranjak malam dan tertidur bersama kedua bayi di pelukan. Malam-malam bermandikan aksara, tak pernah bisa menghampiri saya, karena yang ada ialah tangisan bayi minta susu atau mengompol. 

Tiga tahun berlalu. Si sulung sudah berusia 3 tahun, dan anak kedua berusia 2 tahun, saya memberanikan diri untuk terjun kembali ke dunia kepenulisan. Rasanya seperti asing, ketika menjajaki sosial media dan bersinggungan lagi dengan teman-teman penulis. Saya seperti penulis pemula yang baru mau menulis. Memulai perkenalan lagi dengan sesama pemula dan menawarkan naskah kepada penerbit-penerbit yang telah melupakan atau bahkan tidak mengenal saya. 

Naskah-naskah, satu demi satu ditolak. Hingga saya memilih jalan penerbitan indie, menerbitkan buku dengan biaya sendiri, hanya untuk membuktikan bahwa saya masih bisa menerbitkan buku. Setahun berjibaku dengan jalan yang terjal, akhirnya saya menemukan penerbit mayor yang bersedia menerbitkan naskah dengan sistem jual putus dengan harga yang sangat murah. Ah, bagi saya, bisa menerbitkan buku saja sudah sebuah pencapaian yang luar biasa, walaupun naskah yang saya tulis selama 7 tahun itu hanya dihargai Rp 750/ eksemplar (buku). 

Alhamdulillah, Allah berikan jalan yang lebih besar. Naskah-naskah saya dilirik oleh penerbit besar, dan satu demi satu diterbitkan dengan sistem royalti yang lebih manusiawi. Saya telah menemukan kembali jalan menjadi penulis. Bahkan, saya mulai menggeluti dunia blogger, mengikuti berbagai kontes blog, dan beberapa kali memenangkan penghargaan. Luar biasa. Semua saya lakukan sambil mengasuh dua anak balita. Pekerjaan rumah tangga, anak-anak, dan menulis, menjadi rutinitas keseharian yang menyenangkan.

Mengetik di rumah. Credit

Saya tak sanggup berpikir, bagaimana bila hamil lagi? Apakah saya masih bisa menulis? Menulis sambil mengasuh bayi (lagi), sanggupkah? Saya masih ingat, bagaimana repotnya mengasuh bayi. Bayi tentu membutuhkan perhatian maksimal. Tidak mungkin saya bisa menduakannya. Selama hamil, saya menulis sebanyak-banyaknya sebagai stok tulisan. Setidaknya setelah melahirkan nanti, saya masih punya cadangan tulisan. Bahkan saking semangatnya, saya hampir melahirkan premature karena terlalu lama duduk di depan komputer. 

Ternyata, setelah melahirkan, saya masih bisa menulis! Ya, luar biasa. Walaupun punya bayi dan dua anak balita, saya masih sempat menulis. Saya bersyukur, masih bisa menulis, meski harus mengurangi waktu istirahat. Menulis sudah menjadi jiwa saya. Saya menulis sambil mengeloni bayi. Ide-ide saya tuliskan dulu di memori handphone, lalu kalau sudah ada waktu untuk membuka komputer, saya pindahkan ke komputer. Saya masih bisa menulis novel dan mengikuti lomba blog. 

Sampai akhirnya saya berada di titik balik. Kembali lagi dari nol. Kehilangan semangat lagi. Naskah yang  tak kunjung menemukan jodohnya. Berkali-kali  mengalami kekalahan dalam lomba blog. Ah, padahal saya sudah mengorbankan waktu istirahat untuk menulis. Apakah ini berarti saya harus berhenti dan fokus kepada anak-anak? Bukan berarti saya mengabaikan anak-anak. Jika dulu saya masih bisa menulis di siang hari, kini tidak lagi. Siang hari khusus untuk anak-anak, karena anak  yang bayi harus diawasi terus. Saya menulis di malam hari ketika semua sudah terlelap dan mata saya pun sudah meminta istirahat. Biasanya saya tidur 8 jam, kini hanya 4 jam. 

Harus terus semangat berkarya!
Semua kegagalan yang menimpa saya itu, apakah menunjukkan bahwa saya harus berhenti? Berhenti memperjuangkan cita-cita saya menjadi penulis yang konsisten? Untunglah saya menemukan quote-quote berenergi dari Merry Riana, seorang motivator yang sangat menginpirasi. Kisah hidupnya memang menginpirasi. Bermula dari seorang keturunan Tionghoa yang terpaksa mengungsi ke Singapura karena terkena dampak kerusuhan Mei tahun 1998 yang lampau, hingga menjadi entrepreneur dan motivator sukses, kembali lagi ke Indonesia dengan nama besar. Jika dia dulu berhenti dan menyerah, dia tak akan menjadi Merry Riana yang sekarang. Begitu juga dengan saya. Saya tak tahu akan menjadi apa saya ke depannya, tetapi saya tahu bahwa menulis sudah menjadi bagian hidup saya dan saya harus tetap menulis meskipun belum mendapatkan apresiasi yang maksimal serta membagi waktu dengan kesibukan mengurus rumah tangga dan anak-anak.

Apa yang harus saya kembangkan lagi untuk menghasilkan karya yang lebih baik? Saya belajar dari Gotosovie, untuk beberapa hal berikut ini:

Original, menghasilkan karya yang original, tidak mengekor, imajinatif, dan kreatif, karena “Smart People Don’t Wear a Copy.” Saya lihat, produk-produk tas dari Gotosovie didesain unik, berbeda dengan yang lain, dan menyesuaikan dengan kepribadian pemakainya. Tidak mengekor pada tas-tas luar negeri. Tas Gotosovie adalah produk asli Indonesia, dengan kualitas mumpuni. 

credit
Simple, sederhana itu menyegarkan. Seperti desain-desain tas Amelie dari Gotosovie yang simple, tetapi tetap segar dipandang. Selalu ada harmoni yang indah di setiap kesederhanaan.  Saya tak perlu berpikir yang berat-berat untuk menuliskan sesuatu, setidaknya pada kondisi saat ini. Cukup tuliskan hal-hal yang ada di sekitar saya, sesuatu yang sederhana tapi bermakna. 

Up to date, seperti tas-tas Gotosovie yang selalu mengikuti perkembangan zaman, maka tulisan-tulisan saya juga harus diperbarui sesuai kondisi terkini. Selalu ada pembaruan ide, sebagaimana Gotosovie yang tak pernah kekurangan ide menciptakan tas-tas berkualitas. Ide bisa datang dari mana saja, termasuk juga ide menulis. Dia bahkan bisa datang hanya dari lantunan musik. Good Idea comes from a pieces of CD.

Konsisten, tak pernah berhenti berkarya walau halangan merintangi. Sebab, hidup itu tentang aktivitas. Dengan beraktivitas, hidup menjadi lebih bermakna. 

Otak kita laksana tas yang menampung berbagai hal: ide, pemikiran, karakter, inner beauty. Maka, menjadilah sebagai Smartivity Bag, tas yang pintar dan terus beraktivitas menghasilkan karya-karya berarti dan bermakna. There is always a good thing in every way. 

Terima kasih, Gotosovie, karena sudah memberikan saya inspirasi.


27 comments:

  1. Semangat!
    Wah, saya yang masih bujang, tersindir nih.. masa kalah dengan ibu-ibu?! hehe..

    Saya juga sudah baca Buku Mimpi sejuta dolar, sangat menginspirasi..

    Makasih sudah menerima pertemanan saya, mohon pesannya segera di balas untuk konfirmasi sponsor dan hadiah di GA tokoh fiktif inspiratif..

    Salam Sukses Selalu

    ReplyDelete
  2. terus berkarya mbk....semangatttt ^^,sukses kontesnya ^_^

    ReplyDelete
  3. Subhanallah....
    Pas banget menemukan artikel ini, saat lagi "down"
    Hmmm... "mengorbankan" waktu istirahat?
    Ini yg sedang saya coba mbak.
    Sulit sekali disiplin tidur awal bangun awal.
    Hehehe....

    Semangat \(^o^)/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah mb, semoga bermanfaat. Gak setiap hari juga saya bisa tidur awal dan bangun awal, kalo udah kecapaian banget ya bablas :D

      Delete
  4. Salut pada kesabarannya mengurus buah hati. Bisa dibayangkan rempongnya gimana. Tapi hebat loh tetep bisa eksis nulis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus belajar dari Mak hebring yang sering menang lomba inih. Mak Arin kan lebih sibuk lagi:D

      Delete
  5. Makasih sharingnya, Mak... Tetap semangat dan menginspirasi :)

    Semoga sukses untuk lombanya ^_^

    ReplyDelete
  6. salut... masih bisa membagi waktu nulis dengan anak, moga sukses lombanya :-)

    ReplyDelete
  7. Gagal ... bankut lagi .. gagal bangkit lagi. Justru semakin banyak kegagalan yang dialami, semakin mudah sebenarnya untuk bangkit ya mbak. Punya 3 anak laki yang usianya berdekatan pasti menguras tenaga ya. Kebayang ... secara saya jg pny 3 anak plus membantu orangtua yg sudah sepuh, dan ibu saya tidak suka melihat saya banyak berada di depan lepi pdhl bisa di depan lepi siang2 begini spt menemukan harta karun :) Bisa juga ya dihubungkan dengan Gotosovie ... btw moga menang yaa ...

    ReplyDelete
  8. bisaaa aja menghubungkan :D
    tapi selalu terinspirasi kalau mbak leyla bicara ttg semangat nulis.. sll jd pengen niru :)

    ReplyDelete
  9. Hebat, saya aja baru punya Nai tapi susyeeeh banget buat nulis. Gutlak Mbak Ela :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, mba Oci merendah.. bukunya banyak to? makasih, mba..

      Delete
  10. dengan 3 balita aja bisa masa iya, saya yang balitanya cuma tinggal satu banyak malasnya duh duh malu hati deh ...
    thanks, mba semangatnya .... ganbatte...
    eh tapi tahun depan ketika udah ada novel yang terbit aku berencana hamil lagi, nah lhooo.... bisa gak ya kaya mba ela?

    ReplyDelete
  11. hebat mak..salut baca kisahnya ngurus 3 anak tp masih semangat nulis bahkan udah nerbitin banyak buku juga. saya cuma punya anak 1 tapi pengen nulis 1 buku aja nggak kelar-kelar..sukses ya mak^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti bisa nulis satu buku, blognya aja update terus kan? :D

      Delete
  12. Keren banget... semangat jadi berkobar setelah membacanya. Good luck ya Mbak Leyla, ;-)

    Makasih sudah berbagi, :-)

    ReplyDelete
  13. pantesan menang mak, tulisannya keren. bisa gitu lho nyambung ke tas... :)

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....