Tuesday, August 11, 2015

Saat Saya Berhijab, Saat Itulah Saya Merdeka



Adegan pertama:
“Suit… suit… wuiih…  macan (manis cantik) juga nih cewek!”

Beberapa orang tukang ojek menyuiti seorang gadis abg (asli baru gede, baru umur 15 tahun :D) yang melewati mereka. Gadis itu mulanya bangga disebut “macan” yang merupakan singkatan lazim di masa itu, tapi sesampainya di rumah, dia malah merenung. Tak terima disuiti seperti itu, apalagi bila mengingat pandangan nakal para tukang ojek.


Adegan kedua:
“Duh, Neng… “itu”nya nggak nahan!”
Celetuk satu dari supir angkot yang berjejer menunggu penumpang, diikuti dengan gelak tawa teman-temannya. 

Si gadis dan temannya mempercepat langkah dan ogah menaiki satu dari angkot tersebut. Si gadis terus memikirkan celetukan mesum si supir angkot yang diiringi dengan pandangan mata nakal ke arah dadanya dan dada temannya. Ia merasa tak terima karena sudah dilecehkan.

Adegan ketiga:
“Assalamu’alaikum….”
Beberapa pemuda yang sedang nongkrong, serempak mengucapkan kata yang menyejukkan itu ketika si gadis dan beberapa orang temannya yang mengenakan hijab lebar, melewati gerombolan itu. Tak ada pandangan nakal, tak ada kalimat mesum, yang ada hanya ucapan salam yang menyejukkan. Itu sering terjadi sejak si gadis mengenakan busana muslimah yang menutup aurat dari kepala sampai ujung kaki.

Sebentar lagi kita akan merayakan hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus. Apa makna kemerdekaan bagi seorang muslimah, khususnya saya sendiri? Bagi saya, merdeka adalah ketika saya telah mengenakan hijab. Adegan pertama dan kedua benar-benar terjadi kepada saya dan merupakan salah satu pendorong keputusan mengenakan hijab. Adegan ketiga terjadi ketika saya telah berhijab. Sewaktu saya belum berhijab, rasa-rasanya kok semua lelaki memandang saya dengan nafsu. Ada saja celetukan-celetukan nakal yang keluar dari mulut mereka, padahal pakaian saya biasa saja. Walaupun belum berhijab, saya tidak memakai pakaian yang seksi. Saya kesal sekali. Kesaaaaal! Rasanya saya tidak bebas bergerak di hadapan laki-laki, karena selalu menjadi sasaran mata-mata nakal. 

Saya juga dipusingkan dengan kondisi fisik.  Betis mesti ramping, rambut mesti bagus, kulit mesti halus. Haduuuh… ribet deh jadi perempuan. Saya minder dengan betis saya yang tidak seramping perempuan-perempuan lain. Saya minder dengan rambut saya yang tidak hitam dan lebat. Saya minder dengan kulit saya yang kurang mulus. Padahal, Allah sudah memberikan kondisi fisik yang sempurna untuk saya, toh tidak kurang satu apa pun. Ini kenyataan lho. Teman-teman laki-laki sering membanding-bandingkan kondisi fisik anak-anak perempuan. 

“Eh, si itu betisnya kecil banget, ya….”
“Gue suka si A karena kulitnya halus dan berbulu….” (berbulu? Monyet juga berbulu, yak qiqiqi….)

Ya, ampyuuuun…. Fisik melulu sih yang dibahas? Betapa sakit hatinya saya kalau kelak suatu hari nanti saya dipilih oleh seseorang karena saya cantik. Beuuh… kita kan nggak bisa cantik terus, toh? Kalau baru bangun tidur, pasti jelek. Gimana coba kalau laki-laki itu memilih perempuan karena cantiknya, eh cantiknya memudar pas bangun tidur hihihi….

Saya ingin suatu hari nanti seorang lelaki memilih saya bukan karena saya punya betis yang ramping, kulit yang mulus, bentuk tubuh yang aduhai, rambut yang lebat, dan berbagai kriteria fisik lainnya, tetapi karena inner beauty. Untungnya tidak semua lelaki memilih calon istri berdasarkan fisik. Agar saya merdeka dari penilaian secara fisik, saya memutuskan untuk berhijab. Hijab telah memerdekakan diri saya dari hawa nafsu lelaki, juga diri sendiri. Lho? Diri sendiri? Iya, sebelum berhijab, saya mati-matian merawat tubuh agar bisa secantik bidadari.

Olahraga kaki biar betisnya ramping, pakai lulur setiap hari biar kulitnya mulus, pakai minyak cem-ceman biar rambut lebat dan hitam, pakai ini, pakai itu. Halah. Capek, bo. Kenapa capek? Soalnya, nggak ada hasilnya, hihihi…. Seorang muslimah tetap harus merawat diri, tetapi niatkan untuk mensyukuri anugerah ilahi bukan untuk puja dan puji. Dengan berhijab, insya Allah saya terhindar dari niatan merawat diri untuk puja dan puji. 

Hijab telah membuat saya merdeka dari celetukan dan pandangan nakal para lelaki. Hijab telah menyeleksi calon suami saya, bukan seorang lelaki yang memilih istri karena kecantikan fisiknya melainkan karena agamanya. Hijab telah memerdekakan saya dari keinginan pribadi, melainkan tunduk dan taat kepada keinginan Allah Swt. 





Saat saya berhijab, saat itulah saya merdeka.

Diikutsertakan dalam BW Spesial Blogger Muslimah
#BloggerMuslimah #GerakanMenuju Sholehah 

http://bloggermuslimah.com/

6 comments:

  1. nice post Ela...akan selalu ada celutukan ya ketika seorang wanita lewat, tapi kali ini celutukannya doa...assalaamualaikum...

    ReplyDelete
  2. betul mba, dulu waktu saya belum berjilbab, pasti adaa aja yg nyeletuk nyebelin. Skrg setelah berjilbab, celetukan2 itu gak pernah ada lagi

    ReplyDelete
  3. hijab memang penyelamat dan pelindung utk kaum hawa ya mba, sdh byk buktinya :)

    ReplyDelete
  4. aku juga lebih enak mbak sekarang..ga repot nutupin rok pendek lagi :")merdeka

    ReplyDelete
  5. Bener. Daripada repot narik-narik rok yang kekecilan.

    Hidup!
    Merdeka, berpahala, Insyaa Allah surga

    ReplyDelete
  6. Jadi ingat waktu belum berjilbab dulu, saya paka baju dua lapis, mesti pake kaos oblong dulu di dalam. Dan sukanya pake baju longgar. Meski begitu, ada saja yang iseng. Saya sering liat cowok2 yang nongkrong di pinggir jalan, jelalatan sama dada dan (maaf) pantat perempuan2 yang lalu-lalang .... iih gerah, jadinya.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....