Tuesday, November 21, 2017

(Jangan) Sebut Aku Pesek!


"Hei, kamu yang badannya tinggi!"
"Eh sumpah loh, emang badan gue tinggi ya?" (Muka berseri-seri senang)
"Hei, kamu yang kulitnya putih!"
"Hah? Aku, maksudnya? Masa sih kulitku putih?" (Wajah merona merah bahagia)
"Hei, kamu yang hidungnya mancung!"
(Speechless. Nggak tau mau jawab apa, tapi yang pasti sih seneng banget dibilang mancung).
"Hei, langsing!"
"Alhamdulillah, gue dibilang langsing."


Bandingkan dengan....
"Hei, kamu yang badannya pendek!"
"Asem. Gue dibilang pendek. Dasar rasis!"
"Hei, kamu yang kulitnya item!"
"Ya Allah, tega banget lo bilang gue item!"
"Hei, kamu yang hidungnya pesek!"
"Astaghfirullah. Biar pesek juga ciptaan Allah, tau...."
"Hei, gendut!"
"Eh elo body shaming, tau! Bisa gak sih lo gak main fisik?"

Kenapa bisa beda ya penerimaannya saat kita dipanggil dengan menyebutkan salah satu ciri fisik di atas? Hayo ngaku, pasti seneng kan kalau dibilang kulit kita putih, hidung mancung, badan tinggi dan langsing? Dari zaman saya ABG alias remaja, kriteria ciri fisik tersebut menandakan bahwa si empunya adalah orang yang CANTIK!

Lain halnya kalau kita dipanggil pesek, pendek, gemuk, dan item. Pasti nyeseknya nggak hilang-hilang. Kenapa? Karena ciri fisik tersebut identik dengan orang yang JELEK. Padahal, belom tentu. Okki Setiana Dewi emang hidungnya mancung? Lah kagak. Tapi dia cantik kan? Tara Basro emang kulitnya putih? Boro-boro, item gitu. Tapi cantik, kan? Rossa emangnya tinggi? Kagaaak... Pendek gitu, tapi tetap enak dilihat. Saya juga nggak langsing tapi cantik kan? Hahahaha....

Jadi, kalau kita marah disebut pendek, pesek, item, dan gendut, mestinya kita juga marah kalau disebut mancung, tinggi, putih, dan langsing. Kenyataannya, kita senang kan? Malah ngarep banget. Itu karena kita sama saja seperti orang-orang zaman dulu, menganggap bahwa fisik yang menarik itu yang tinggi, mancung, langsing, dan putih. Trus, kalau orang memanggil kita kebalikannya, kita marah, padahal kenyataannya ya itu memang kita. 
Saya sih sudah kenyang dari kecil disebut "pesek" karena hidung saya memang pesek. Andai saya terlahir kembali, saya mau dilahirkan berhidung mancung. Waktu abg, saya terus menyesali hidung yang pesek ini karena nggak banget deh. Padahal, mama saya hidungnya mancung. Nasib, saya dapat genetik dari babeh. Sampai kemudian, ada guru matematika cowok yang genit nih. Iya genit. Beliau itu suka godain siswi-siswi yang menurutnya menarik. Ada teman saya yang hidungnya mancung dan otomatis cantik (entah kenapa kalau hidungnya mancung itu udah pasti cantik. Perasaan kita aja kali). 

Walaupun nggak ada hubungannya dengan pelajaran matematika, tapi beliau sering banget membahas soal hidung. Beliau sering memuji teman saya itu, "eh kamu hidungnya mancung banget sih." Sebenarnya itu pujian bukan sih? Ya iyalah, kalau orang menyebut hidung kita mancung, pasti disebutnya pujian. Beda deh kalau orang bilang hidung kita pesek. Pasti kita langsung murka, karena dianggap menghina. Kenapa bisa begitu coba? Hayo kenapa? Ya itulah, karena kita sendiri sudah termakan anggapan bahwa mancung itu cantik, pesek itu tidak cantik. 

Nah, entah bagaimana, perhatian si pak guru beralih ke saya gara-gara saya sering telat masuk dan dihukum di depan kelas. Udah gitu, saya jarang ngerjain PR karena susah. Ya saya dulu itu udah pesek, nakal pula. Mungkin karena saya sering disetrap, jadi beliau memperhatikan saya. Tiba-tiba beliau jadi ngomongin hidung pesek.

"Saya lebih suka perempuan yang hidungnya pesek," kata si bapak, sambil matanya menatap ke saya. Yah bolehlah GR sedikit. Entah ini cuma perasaan aja atau gimana hahaha.... Beliau melanjutkan, "hidung pesek itu sebenarnya menguntungkan karena bisa lebih bebas bernapas. Saluran udaranya nggak sempit. Jadi, bahagialah yang hidungnya pesek." 

Gara-gara itu, akhirnya saya mulai menerima kondisi hidung yang pesek ini karena ternyata hidung yang pesek juga menarik. Buktinya, walaupun hidung saya pesek, tapi saya dapat suami yang berhidung mancung. Dan omongan si bapak itu pun terbukti. Napas suami saya kurang lancar, kalau tidur ngorok karena saluran udaranya sempit. Silakan tanya ke teman yang hidungnya mancung. Bener nggak begitu? Kalau suami saya sih begitu. 

Jadi, apa pun kondisi fisik kita, berbanggalah karena itu yang terbaik untuk kita. Kalau ada orang yang nyebut kita pesek, ya selow aja. Apalagi kalau itu udah jadi branding. Misal, ada pelawak yang punya nama belakang "Nose". Bukan tanpa sebab, itu karena hidungnya khas. Khas pesek. Justru karena hidung itulah dia terkenal dan dia sebenarnya bangga dengan hidungnya, buktinya jadi nama beken. 

Pelawak di Indonesia ini kan sebenarnya tema lawakannya nggak jauh dari body shaming. Jadi, heran juga ya kalau merasa tersinggung disebut pesek padahal itu udah jadi brandingnya dan menjadi materi dalam setiap lawakannya. Apalagi penyebutan "pesek" itu semata untuk menegaskan siapa dia. Misalnya gini, ada orang nanya tentang kita. 

"Eh, kamu tau nggak si Leyla?"
"Leyla yang mana?"
"Leyla yang pesek itu...."

Ya, ciri khas yang sangat jelas terpampang di wajah Leyla memang hidungnya yang pesek, apa boleh buat kalau orang menegaskan dengan itu. Yang terpenting apa yang tertanam di pikiran kita. Apakah kita merasa cantik dengan hidung yang pesek atau merasa jelek? Kalau tetap merasa cantik, mestinya nggak ada yang harus diminderin. 

Bagi anak-anak, hidung pesek atau mancung itu sama aja selama mereka belum mendapatkan brainwash dari orangtuanya bahwa hidung pesek itu jelek dan hidung mancung itu cantik. Anak-anak saya, contohnya. Saya nggak pernah bilang ke anak-anak bahwa mereka jelek karena pesek atau mereka ganteng karena mancung. Saya selalu bilang bahwa mereka ganteng meskipun ada yang mancung dan ada yang pesek. 
Ismail dan Sidiq hidungnya mancung seperti ayahnya, sedangkan Salim berhidung pesek seperti saya. Saya ajarkan ciri-ciri fisik itu karena di sekolah pun juga diajarkan lho. Ada pelajaran di mana mereka harus menuliskan ciri-ciri fisik temannya. Jadi, saya juga ajarkan anak-anak untuk mengenali ciri-ciri fisik mereka. 

Bagi Salim, nggak masalah hidungnya pesek yang penting dia mirip mamahnya karena fans garis keras mamah. Jadi, pernah sewaktu saya kesal sama Salim, saya balikkan panggilannya. "Ini anak yang hidungnya mancung...." Apa akibatnya? Salim marah lho! Dia nggak mau disebut mancung. "Hidungku pesek!" Coba kalau kita yang sudah kena brainwash bahwa pesek itu jelek, pasti deh kita malah senang disebut mancung. 

Kita nggak bisa mencegah orang untuk menandai kita dengan ciri-ciri fisik kita. Yang bisa kita setir adalah alam pikiran kita bahwa meskipun kita dilahirkan dengan kondisi yang kata orang "tidak cantik", di hadapan Allah semua orang itu sama, yang membedakan hanya ketakwaannya. Maka, janganlah malu atau minder memiliki ciri fisik yang kata orang "jelek" tapi malulah bila kita menjadi salah seorang wanita yang disebut: 

"Wanita yang berpakaian tapi telanjang dan tidak dapat mencium bau surga."

Dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Ada dua golongan penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: 1. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia. 2. Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, hadist shahih).

Hadist di atas adalah salah satu hadist yang menjadi pengantar hidayah bagi saya untuk mengenakan jilbab saat akan naik kelas 3 SMA. Di zaman itu, masih sedikit yang memakai jilbab. Jadi, kalau ada siswi yang berjilbab, pasti akan di-wow-in. Tak masalah walaupun saya pesek, karena kondisi pesek nggak bisa diubah kecuali operasi plastik, tapi itupun berdosa. Yang penting berusaha menjadi muslimah yang bertakwa, sebab di sisi Allah hanya ketakwaannya. Maka, setelah mendahulukan sisi ketakwaan itu, urusan fisik sudah bukan hal yang perlu diminderin. Kecuali berat badan ini, saya mah pengen langsing supaya bisa muat pake baju apa aja. Teteuup....




12 comments:

  1. Tulisan ini lagi membahas yang sedang ramai nih...tapi saya ngerti maksudnya ke siapa...hidung saya juga pesek, tapi alhamdulillah anak-anak lelakiku hidungnya mancung ikut bapaknya

    ReplyDelete
  2. hidung ku mancung. mancung ke dalem. wehehe..

    tetep bersyukur aja, Alhamdulillah masih punya hidung bisa menghirup udara segar. hehe

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, hidungku mancung ke dalam. :v

    ReplyDelete
  4. Aku juga suka diledekin fisik, suka sebel sih, tapi yaudahlah cuekin aja, kata suamiku yang penting aku cantik, wkwkwk

    ReplyDelete
  5. Menerima kekurangan sebagai kelebihan itu lebih baik daripada menyesali dan terus terperosok dalam jurang yang sangat dalam.. dalam.. dalam.. Yang utama adalah rezeki dan berkah ya mba, semoga ketika kita menerimanya dengan lapang dada, hidup menjadi lebih berkah. Aamiin

    ReplyDelete
  6. aku juga nurun ke genetik bapake jadi idung ku terjun bebas kedalam beda sama kakak yang mancung selalu saja dibandingkan wkwkwk untung skrg aku ga baperan jadi bodo amat mau dikatain pesek ke atau ga alhamdulilah Alloh dah kasi porsi yang best buat aku :p

    ReplyDelete
  7. Jadi ingat pas nenekku masih hidup dulu. Katanya hidung dijepit penjepit jemuran baju aja kalau mau mancung wkwkwk ������ justru yg lubang hidungnya gede murah rezeki aamiin. Katanya sih hihihi.

    ReplyDelete
  8. Mwahah, mba ela aku jadi ketawa di bagian yg ngorok. Kok iya ya, suamiku hidungnya mancung, tidur suka ngorok. Aku pesek, dan anak2 nurunin hidung emaknya. Hahah. Gak masalah yg penting suami ttp sayang.

    ReplyDelete
  9. Awal-awal baca ngakak, yang selanjutnya bahagia.. tssah...

    Bahagia karena Allah beri kita hidayah.. dan saya selalu berdoa, semoga 'mereka' mendapat hidayah.. Amiin

    ReplyDelete
  10. Body shaming memang dekat dengan bullyan ya. Masa kecilku juga penuh dengan bully fisik karena aku tinggi sering dipanggil tiang listrik. Wkwk. Padahal mah semua manusia derajatnya sama di hadapan Allah

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah saya jadi ngerti, kenapa suami dan anak laki lakiku ngoroknya kenceng banget, sedangkan saya dab anak perempuanku jarang banget ngorok. Ternyata perbedaan hidung kamk... qiqiqii

    ReplyDelete
  12. iya mbak. kadang sedih juga saat orang-orang bilang anak saya yang ketiga tu paling ganteng karena putih (emang kertas?) dan mancung. kakak-kakaknya kalah ganteng.

    yang gini kan bisa mengacau ke-PD-an bocah. salahnya apa sih kalau ga mancung dan ga putih?

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....