Tuesday, May 22, 2018

Cara Merencanakan Cinta untuk Mewujudkan Keluarga Bahagia




Menikah adalah kebutuhan setiap manusia karena sudah naluri manusia untuk berpasang-pasangan, yang bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga,  terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Peran keluarga di dalam tatanan masyarakat itu sangatlah penting. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, tetapi kunci keberhasilan sebuah masyarakat (bahkan bangsa dan negara) berawal dari keluarga. Dengan kata lain, kalau dari dalam keluarga saja sudah hancur, maka tatanan masyarakatnya juga hancur. 


Itu mengapa, membentuk sebuah keluarga harus direncanakan. Memang sih, manusia hanya bisa berencana tapi Tuhan yang menentukan. Setidaknya, dengan berencana, kita lebih dekat dengan keberhasilan daripada tidak direncanakan sama sekali. Ingin keluarga bahagia, rencanakan cinta kita sejak awal.  "Membangun Keluarga Berkualitas dengan Cinta Terencana" adalah tema bahasan dalam Meet Up BKKBN bersama Komunitas Blogger yang diadakan di Museum Penerangan, Taman Mini Indonesia Indah tanggal 15 Mei 2018 lalu. Diadakan dalam rangka Hari menyambut Keluarga Nasional tanggal 29 Juni tahun 2018 nanti.

Saya di acara Meet Up BKKBN & Blogger 

Ibu Eka Sulistya Ediningsih selaku Direktur Bina Keluarga Remaja BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) memberikan materi tentang persiapan membangun keluarga yang berkualitas sesuai dengan Undang-Undang No. 52 tahun 2009. Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga membantu menyiapkan remaja untuk memasuki kehidupan keluarga dengan terencana. Tujuannya agar keluarga tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi semua halangan dan rintangan selama berumah tangga. Sehingga tidak ada yang namanya "dikit-dikit minta cerai." 

Ibu Eka

Sebuah keluarga yang dibangun tanpa rencana, memiliki ketahanan yang lemah terhadap goncangan karena tidak adanya persiapan. Jadi, jangan sampai deh baru nikah lalu cerai. Atau, keluarga berantakan karena narkoba, seks bebas, dan yang sekarang ini, mudah dimasuki ajaran teroris yang merusak.Setidaknya ada 5 transisi kehidupan yang sebaiknya dilalui oleh generasi muda, yaitu: sekolah sampai selesai, bekerja, menikah di usia ideal, bisa berinteraksi dengan lingkungan, dan bisa berperilaku hidup sehat.

Ibu Roslina Verauli, seorang Psikolog memberikan kiat-kiat untuk membangun keluarga yang sehat dan terencana. Keluarga adalah orang-orang yang berada di  bawah satu atap, memiliki tujuan dan nilai kehidupan yang sama dan komitmen jangka panjang. Sebuah keluarga memang sudah semestinya memiliki komitmen jangka panjang, karena tanpa adanya komitmen, ikatan itu akan dengan mudah terputus.

Roslina Verauli

Apa sih yang membuat kita bertahan dengan pasangan kita? KOMITMEN. Untuk bisa memegang komitmen tersebut, tentunya harus merencanakan setiap tahapan dalam berkeluarga dari mulai memilih pasangan, memiliki anak, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai dalam keluarga.

Di dalam menjalani hubungan keluarga itu juga sebaiknya:

Fleksibel
Aturan yang ada di dalam keluarga bersifat fleksibel dan tidak kaku sehingga tidak mengekang anggota keluarga. Suami tidak terlalu kaku terhadap istrinya, karena sikap yang kaku ini bisa membuat istri dan anak-anak tidak betah. Istri pun terkadang ada yang kaku menerapkan aturan dalam keluarga, sehingga suami dan anak-anak tertekan.

Kohesi
Ada keterikatan dan tarik menarik yang kuat di antara sesama anggota keluarga, sehingga satu sama lain saling membutuhkan.

Komukasi Positif 
Komunikasi seringkali menjadi penyebab retaknya hubungan keluarga, baik itu ketiadaan komunikasi maupun  komunikasi yang negatif. Percuma ada komunikasi kalau isinya pertengkaran. Jadi di dalam keluarga harus ada komunikasi positif yang membangun dan menjaga hubungan keluarga.

Berikut ini adalah 5 Cara Wujudkan Cinta Berkualitas:

Cari Pasangan yang Sesuai Kriteria
Jodoh memang di tangan Tuhan, tapi kita bisa kok merencanakan dan mewujudkan jodoh yang kita inginkan. Saya yakin kalau Allah mengikuti keinginan saya, selama saya berada di jalan yang benar untuk mewujudkannya dan tidak lupa berdoa. Walaupun tidak tepat 100% dari yang saya inginkan, saya merasa suami saya sekarang adalah jodoh yang memang saya inginkan dulu. Tentukan kriteria calon pasangan kita dan berpedomanlah pada kriteria-kriteria tersebut dalam mencari pasangan. Melenceng sedikit, tak masalah. 

Bagaimana kalau kita sudah jatuh cinta? Siapa sih yang bisa menolak hadirnya cinta? Memang, jatuh cinta itu tidak bisa ditolak apalagi kalau sama-sama cinta. Tapiii... tunggu dulu. Setelah jatuh cinta, rencanakanlah cinta itu agar tidak menyesal di kemudian hari.

Buatlah orang yang kita cintai itu menjadi sesuai kriteria. Jangan hanya menentukan kriteria dari segi fisik. Ih, dia ganteng. Dia cantik. Sudah, yang penting itu saja. Ups, keluarga tidak dibangun dari sekadar fisik. Si dia juga harus mampu bertanggungjawab mengemban tugasnya kelak sebagai suami, jadi pastikan si dia sudah siap untuk menikah. 


Mencari seorang istri juga tidak sembarangan lho, karena istri akan menjadi ibu yang tentunya menjadi sekolah pertama untuk anak-anaknya. Istri juga harus berpendidikan agar bisa memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya. Istri juga harus memiliki akhlak yang baik, agar bisa mengajarkan anak-anaknya akhlak yang baik. Dan tentunya, istri harus siap mental menjalani pernikahan. Jangan sedikit-sedikit minta cerai saat dihadapkan pada permasalahan rumah tangga.

Ingat, Jangan Berbuat Zina
Semua agama di dunia ini melarang perbuatan zina karena sangat buruk dan merusak tatanan masyarakat. Berbuat zina juga membuat kita tidak berhasil mendapatkan pasangan yang sesuai. Misalnya saja, berzina saat masih duduk di bangku SMP. Pasangannya bukanlah seorang yang sudah mapan dan layak untuk berumahtangga, karena sama-sama masih duduk di bangku SMP. 

Pernikahan pun terjadi tanpa direncanakan dan di usia yang tidak ideal untuk menikah akibat sudah hamil duluan. Bisa jadi lho, kalau masing-masing menahan diri dari berbuat zina, barangkali di masa depan mereka mendapatkan jodoh yang sesuai atau bertemu kembali dalam keadaan sudah ideal satu sama lain. 

Jadi, sekalipun kita sudah sama-sama cinta, jangan sampai berbuat zina. Duh, susah ya zaman sekarang gitu lho. Teman-teman lain juga sudah pacaran sampai kebablasan, masa kita enggak? Ya tidak dong, kalau kita mau masa depan berkualitas. 

Saya bukan sekali dua kali melihat teman-teman sendiri yang tidak bisa menahan nafsu cinta, akhirnya harus putus sekolah dan memomong anak di usia belia. Usia 15 tahun ketika saya masih asyik jalan bersama teman-teman, teman saya yang hamil duluan itu sudah jadi ibu-ibu, memomong bayi di rumah orangtuanya karena belum sanggup membiayai ekonomi keluarganya sendiri sehingga masih menumpang segala-galanya pada orangtua. Bayangkan deh kalau itu kamu. 

Lalu, bagaimana dong supaya jatuh cinta dengan aman? Jatuh cinta boleh saja, asal tidak berbuat zina. Saat usia belum cukup untuk menikah, isilah hari-hari penuh cinta itu dengan kegiatan bermanfaat seperti mengikuti kegiatan OSIS, mengikuti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keahlian, dan lain sebagainya. Kalau saya dulu saat masih muda, mengikuti kegiatan berlatih menulis sehingga sekarang saya punya kemampuan menulis. 

Jadi, masa muda tidak hanya diisi dengan pacaran lho. Isi dengan kegiatan yang bisa menjadi bekal di masa depan. Oya, mafaat jatuh cinta buat saya dulu adalah memberikan ide untuk menulis novel. Iya dong, ternyata dengan jatuh cinta itu, inspirasi untuk menulis jadi mengalir deras. Jatuh cinta menjadi modal untuk menulis, tapi bukan untuk menikah karena belum waktunya. Hohoho....

Niatkan Menikah untuk Ibadah 
Terkhusus di dalam agama Islam, menikah itu termasuk sarana untuk ibadah. Yang namanya ibadah, tentu harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak melanggar aturan Allah. Menikah untuk ibadah juga mendorong kita untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, karena akan dimintai pertanggungjawaban-Nya.  

Jangan sampai terjadi saling menyakiti di dalam rumah tangga. Misalnya, suami tidak mampu memberikan nafkah karena belum mapan secara finansial atau belum memiliki pekerjaan yang menghasilkan. Istri tidak dapat berbakti kepada suami, karena belum siap mental sehingga sering membantah perintah suami atau sering minggat ke rumah orang tua. 

Jika niat menikah untuk ibadah, kita akan berusaha untuk saling membahagiakan karena bernilai pahala. Untuk itulah, pernikahan harus direncanakan. Tidak tergesa-gesa karena sudah terlanjur berbuat zina atau diteror keluarga dengan pertanyaan "kapan nikah." 



Tunggu Sampai Usiamu Cukup
Menikah itu ternyata sebaiknya dilakukan di usia ideal. Berapakah usia ideal untuk menikah? Pernikahan ideal menurut BKKBN, bila perempuannya sudah berusia 21 tahun dan lelakinya berusia 25 tahun. Sedangkan, Psikolog Roslina Verauli juga menjelaskan dari sisi psikologis, pernikahan akan lebih banyak berhasil bila dilakukan di usia 20 tahunan. 

Jika di bawah 20 tahun, pasangan suami istri masih belum matang, baik dari segi fisik, mental, dan ekonomi sehingga akan banyak mengalami goncangan. Sedangkan jika pernikahan dilakukan di usia 35 tahun ke atas, justru sebaliknya, pasangan suami istri sudah dalam kondisi mapan dan mandiri sehingga malah tidak saling membutuhkan satu sama lain dan mudah menjatuhkan kata cerai. 

Saya sendiri menikah di usia 25 tahun ketika sudah selesai kuliah dan merasakan pengalaman bekerja di kantor selama 4 tahun. Suami saya saat itu berusia 27 tahun. Kami merasa sudah siap segalanya untuk menikah. Bahkan saking siapnya, saya juga siap kalau sewaktu-sewaktu suami meminta untuk berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga. 

Bagi saya, pernikahan itu memang harus direncanakan dan dalam keadaan siap. Saya ingin menikah setelah menyelesaikan kuliah dan bekerja, agar pikiran tidak terpecah-pecah. Sebab, setelah menikah, saya akan mengurus suami dan anak-anak. Jadi, sejak remaja saya sudah berpikir bahwa mengurus suami dan anak-anak akan membutuhkan energi dan pikiran yang banyak. Makanya, saya menetapkan usia ideal versi saya sendiri, yaitu 25 tahun. 

Akhiri dengan Indah 
Akhir yang indah dari semua penantian adalah pernikahan yang terencana. Kuliah sudah selesai, pekerjaan sudah punya, usia sudah cukup, mampu bersosialisasi dengan masyarakat, dan terbiasa melakukan gaya hidup sehat. Menurut Psikolog Roslina Verauli, ada 3 indikator kesiapan menikah, yaitu: 

Mapan secara Finansial, dalam hal ini memiliki dana untuk menikah dan tentunya kesiapan membiayai kehidupan berumahtangga. Yang utama, lelaki yang akan menjadi kepala keluarga itu sudah memiliki pekerjaan dong. Bukan berarti harus menjadi PNS atau karyawan ya. Asalkan pekerjaan itu mampu memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya kelak, itu sudah bagus. Sebab, banyak lho istri yang meminta cerai karena suami tidak bekerja dan berpenghasilan. Nah, lho.... 

Matang secara Mental Emosional, ini artinya mental kita sudah dewasa sehingga mampu menyelesaikan segala perselisihan yang ada di dalam rumah tangga nantinya dengan bijak. Berumahtangga itu bukan enak-enak saja lho. Yang namanya bertengkar suami istri sudah jadi bumbu pernikahan. Sehari bertengkar, besok baikan. Itu biasa. Jangan sampai sehari bertengkar, lalu cerai. Makanya pasangan suami istri harus matang secara mental emosional. 

Mantap Ilmunya, pasangan suami istri yang akan menikah harus dibekali ilmu yang cukup baik itu ilmu dunia (ilmu kesehatan, psikologi, keuangan, dll) maupun ilmu agama. Terkhusus ilmu agama, calon suami dan istri harus sudah menguasai ilmu berumah tangga yang sesuai agama sehingga mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.

Berikutnya, syarat-syarat ini sebaiknya dipenuhi oleh Generasi Berencana (GenRe) yang mau membentuk keluarga berkualitas:

Tuntaskan pendidikan hingga ke jenjang sarjana
Menuntut ilmu itu sebenarnya tidak ada batasannya. Sampai tua pun wajib menuntut ilmu. Akan tetapi, ada jenjang pendidikan minimal yang sebaiknya kita tempuh sebelum memutuskan untuk menikah. Kalau mau menikah sesuai usia ideal BKKBN, maka minimal kita sudah berpendidikan S1. Artinya, selesaikan dulu kuliah S1-nya. Ijazah dulu baru ijabsah. Bukan soal ijazahnya lho, tapi dengan berbekalkan ijazah insya Allah bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik untuk mencari nafkah yang nantinya bermanfaat untuk menghidupi keluarga.

Mengapa sebaiknya menuntaskan pendidikan sarjana dulu, baru kemudian menikah? Ya, memang banyak sih contoh pasangan yang berhasil menikah sambil kuliah, tapi godaannya berat. Pastikan apakah kamu sanggup menikah sambil kuliah? Atau lebih baik fokus ke kuliah, baru kemudian menikah. Toh kuliah itu sebenarnya tidak butuh waktu lama, kalau kita fokus. Contohnya saya, kuliah selama 3,5 tahun karena benar-benar memanfaatkan waktu kuliah dan tidak main-main. Jadi tidak sampai terkena DO ya karena kuliahnya 6 tahun hehehe.... Saya lulus kuliah di usia 22 tahun. Nah, pas kan dengan usia ideal menikah menurut BKKBN?

Emosi harus bisa dikendalikan
Apa sih bedanya orang dewasa dan remaja? Salah satunya ada pada pengendalian emosi. Menikah itu bukan hanya enak-enak lho. Kita akan hidup bersama orang yang 100% berbeda dengan kita. Nah, remaja itu ditandai dengan belum stabilnya pengendalian emosi, makanya banyak yang suka tawuran hanya karena hal sepele. Sebelum menikah, sebaiknya kita sudah mampu mengendalikan emosi, karena kita akan diuji oleh pasangan suami atau istri.

Kalau kita belum mampu mengendalikan emosi, dijamin cerai dalam waktu dan tempo sesingkat-singkatnya. Bahkan yang lebih parah, banyak kejadian kekerasan dalam rumah tangga akibat suami atau istri tidak dapat mengendalikan emosi. Normalnya, seiring dengan bertambahnya usia, seseorang lebih dapat mengendalikan emosinya. Kecuali kalau memiliki gangguan emosi, maka harus ke psikolog.

Ringankan beban orangtua dengan membiayai pernikahan sendiri 
Nah, nah, biasanya nih kalau menikah di usia muda maka biaya pernikahan akan lebih banyak ditanggung oleh orangtua. Lah wong yang mau nikah itu belum bekerja dan berpenghasilan. Kecuali kalau kita sudah jadi milioner sejak muda ya. Terutama untuk anak laki-laki, sudah seharusnya menikah dengan biaya sendiri. Menabung  dari jauh hari sebelum memutuskan ingin menikah. Nanti kekurangannya, bolehlah didiskusikan dengan orangtua. Intinya, jangan sampai semua biaya pernikahan ditanggung oleh orangtua. Malu dong ah.

Sedangkan bagi anak perempuan, biaya pernikahan boleh ditanggung orangtua karena masih merupakan kewajiban orangtua (menurut agama Islam). Tapi, akan lebih baik lagi kalau sudah bisa membantu menutupi biaya pernikahan. Misalkan calon pengantin perempuan sudah bekerja dan punya tabungan. Ya boleh banget lah. Yakin deh, kalau kita mandiri, orangtua akan dengan senang hati merestui. Makanya pernikahan itu memang harus direncanakan dari jauh hari, salah satunya dengan menabung untuk biaya pernikahan.

Enaknya menikah setelah bekerja 
Ini bukan berarti saya menyuruh adik-adik untuk memundurkan lagi usia pernikahan lho. Mengapa usia ideal menikah untuk seorang laki-laki itu 25 tahun? Saya rasa salah satu alasannya karena di usia segitu seharusnya seorang laki-laki sudah memiliki pekerjaan. Pekerjaan apa saja asal halal dan menghasilkan. Memiliki pekerjaan adalah salah satu bukti tanggungjawab seorang suami kepada istrinya, karena dengan penghasilannya itulah dia akan menghidupi anak-istrinya. Jangan sampailah kebutuhan sehari-hari istri juga minta ke orangtua. Duh, orangtua sudah lelah merawat kita dari bayi hingga dewasa. Masa masih harus menghidupi kita setelah menikah?


Nikah tak selalu enak
Saat saya masih berusia belasan atau masih remaja, yang ada di pikiran saya, nikah itu selalu enak. Ke mana-mana berdua suami. Mau nonton film, dibayarin. Mau makan di kafe, dibayarin. Ada yang memeluk kalau dingin. Ada yang bisa digandeng kalau sedang jalan-jalan, hehehe.... Ternyata setelah menikah, ya  tak semaunya enak. Jadi, buat kamu yang masih membayangkan enak-enaknya saja: STOP. Menikah itu tak selalu enak. Ada tanggungjawab besar di pundakmu.

Saya sih bukan mau menakut-nakuti ya. Ini supaya kita mempersiapkan diri sebelum memasuki pernikahan. Kalau kita berpikir  menikah itu selalu enak, maka kita akan kurang mawas diri. Begitu bertemu dengan kejadian yang tidak enak, bawaannya mau cerai saja. Beuuh....

Cari tahu tentang kesehatan reproduksi 
Banyak lho calon pasangan suami istri yang masih belum menguasai ilmu tentang kesehatan reproduksi tapi sudah berani menikah. Padahal, ini penting sekali diketahui agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan salah satu atau kedua pasangan. Misalnya saja, cara melakukan hubungan suami istri yang sehat.

Anak sebaiknya dua saja, tapi kalau lebih ya harus bisa bertanggungjawab
Lazimnya setiap pasangan suami istri yang menikah tentunya ingin memiliki anak. BKKBN menganjurkan agar keluarga Indonesia sebaiknya memiliki dua anak saja. Tujuannya agar dapat melahirkan anak-anak yang berkualitas, baik dari segi fisik, jasmani, dan rohani karena orangtua tidak kelelahan mengasuh anak. Akan tetapi, anak itu kan rezeki ya. Kadang kita sudah berencana ingin punya dua anak saja, tapi Allah berkehendak lain. Lahirlah anak ketiga. Yang penting orangtua bisa bertanggungjawab merawat dan mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang berkualitas.

Jarak usia anak juga sebaiknya diperhatikan, minimal anak pertama sudah berusia 3 tahun, baru deh punya anak kedua. Mengapa? Karena anak bayi itu kan butuh perhatian penuh ya. Terutama bagi ibu yang mengasuh sendiri bayinya tanpa bantuan siapa pun. Apalagi suami kerja di tempat yang jauh, pulang sebulan sekali. Orangtua dan mertua juga jauh tempat tinggalnya. Mau bayar pengasuh anak, belum mampu. Otomatis ibunya turun tangan sendiri. Ibu bisa kehilangan waktu untuk menghibur diri. Jangankan bisa makan dengan tenang, mau ke kamar mandi pun diiringi tangisan bayi.

Ibu yang tidak bahagia, akan membuat bayinya juga tidak bahagia. Banyak kasus baby blues akibat kurangnya waktu pribadi seorang ibu. Sepanjang hari mengasuh bayi sangat melelahkan. Kalau ditambah dengan bayi lagi? Beuuh.... makanya, setiap anak sebaiknya diberikan jarak minimal 3 tahun. Nabi Muhammad SAW pun mengizinkan konsep KB, untuk memberi jarak kelahiran yaitu dengan cara 'Azl (senggama terputus).

Niatkan dan Praktekkan Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat sangatlah penting untuk menghasilkan keturunan yang cerdas dan sehat. Jadi, jika kamu belum menerapkan pola hidup sehat, segera terapkan sebelum menikah. Contohnya, hentikan kebiasaan merokok karena merokok dapat menyebabkan kemandulan dan kurang berkualitasnya janin yang kelak akan dikandung oleh wanita. Memang sih, masih banyak lelaki yang tidak  mandul meskipun suka merokok tetapi tak sedikit pula yang memiliki sperma encer akibat kebiasaan merokok sehingga istrinya sulit hamil.

Kemudian, kebiasaan meminum alkohol juga tidak baik karena akan merusak kehidupan berkeluarga. Wanita yang suka meminum alkohol akan membahayakan janin yang dikandungnya. Banyak juga penyebab kekerasan dalam rumah tangga akibat konsumsi alkohol sehingga suami tidak sadar telah melakukan kekerasan. Pola hidup sehat lainnya adalah rajin berolahraga yang salah satunya dapat menyehatkan organ reproduksi sehingga anak-anak yang lahir kelak sehat fisiknya.

Aktif bermasyarakat 
Hal yang juga penting untuk diketahui, setelah menikah nantinya kita akan terlepas dari keluarga orangtua. Kita akan membentuk keluarga sendiri. Contohnya, kalau biasanya dapat undangan nikahan, kita ikut nama orangtua. Setelah menikah, kita akan dapat undangan sendiri. Itu contoh kecil saja. Intinya, setelah memiliki keluarga sendiri maka kita harus siap hidup bermasyarakat. Yang tadinya kita cuek saja kalau ada tetangga mengundang sunatan, kawinan, atau ada tetangga yang sakit dan meninggal dunia. Nah, setelah punya keluarga sendiri, kita tidak bisa cuek lagi.

Dulu memang iya, orangtua kita yang akan hadir ke hajatan tetangga atau mengunjungi tetangga yang sakit. Begitu kita menikah, kita juga harus hadir sebagai bagian dari masyarakat. Biasanya, remaja masih cuek dengan urusan begini. Akibatnya, kalau menikah sebelum mampu bergaul di dalam masyarakat, ya akan jadi keluarga yang tertutup. Oh, tidak bisa.... Bakalan disindir tetangga nanti hehehe... Tak hanya itu, kalau kita cuek, begitu kita butuh ya kita juga dicuekin tetangga.

Itu mengapa, setelah berkeluarga, kita harus aktif bermasyarakat. Rajin salat di masjid, ikut pertemuan RT, ikut arisan RT, ikut kerja bakti di lingkungan RT, bahkan ikut meronda kalau di lokasi tempat tinggalnya masih ada SISKAMLING, dan lain sebagainya. 

Insya Allah jika semuanya terpenuhi, kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dapat terpenuhi. Keluarga yang bahagia pun tercapai. Alhamdulillah saya sendiri sudah menikah selama 11 tahun. Jatuh bangun menjalani pernikahan sudah saya rasakan, bersyukur semua dapat dilewati dengan mudah. Semoga rumah tangga kami dilindungi-Nya sampai menutup mata. Aamiin.....


Buat kamu yang mau dapat ilmu tentang berkeluarga dan merencanakan keluarga bahagia, cari tahu deh di sini:

Instagram: @bkkbnofficial
Facebook: BKKBN
Twitter: @BKKBNOfficial
Website: bkkbn.go.id

19 comments:

  1. Wah so sweet banget deh singkatan cintanya. Hmm setuju, cinta itu harus terencana supaya semua bahagia

    ReplyDelete
  2. Anak muda kudu begini nih. Merencanakan cinta dengan matang.

    ReplyDelete
  3. Kalau gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan. Memang nikah bukan perkara mudah, tapi semua bisa dilalui asal direncanakan dengan baik pada awalnya.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah. Penting banget untuk menguatkan bahwa memang menikah itu juga karena ibadah ya mba

    ReplyDelete
  5. Kalau kata temen aku, jangan cari pasangan yang sempurna, tapi seperti nyari bingkai untuk foto, cari yang cocok dan sesuai dengan kita.

    ReplyDelete
  6. Mencapai kualitas berkeluarga semuanya memang harus direncanakan. Ga bisa ujug2 nekat.

    ReplyDelete
  7. CINTA memang harus TERENCANA.. Menarik nih singkatannya. Wajib baca buat temen-temen saya yang juga lagi di usia ingin menikah :D

    ReplyDelete
  8. Wah ini artikelnya kudu dibaca ma dedek2 yg ada rencana nikah muda banget niiihh.. biar paham kalau nikah tu gk modal cinta doank, tapi jg ada rencana buat masa depan

    ReplyDelete
  9. Banyak hal orang rencanakan tapi buat urusan cinta dan menikah kadang abai ya karena dianggap everything its ok. Padahal kadang zonk hahaha...mimpi boleh setinggi langit ya tapi cari pasangan yang sesuai itu harus ya kak

    ReplyDelete
  10. Nikah memang tidak sekedar cinta,ada rencana finansial yangnpanjang untyk kesejahteraan selanjutnya

    ReplyDelete
  11. Tulisannya lengkap bangeet. Cinta memang harus direncanakan ya, agar nggak jadi bencana

    ReplyDelete
  12. Eciiee Mak Ela pandang-pandangan.. :D Aku setujuuu banget sama tulisan ini.. Penting banget merencanakan pernikahan, termasuk mapan mentalnya ya, financial juga meski bisa pelan-pelan mengumpulkan.. Sekarang keknya lagi tren nikah muda, tapi tanpa rencana.. Ribet kalo yg gitu akhirnya punya anak.. :( Anaknya bisa jadi korban..

    ReplyDelete
  13. gagal fokus lihat foto mbak Ella dan pak suaminya hihihi

    ReplyDelete
  14. Mak ela.. jadi inget dulu ketika hendak menikah.. memang perencanaan sangat penting dan ketika menikah juga harus sama2 menjalin keutuhan rumah tangga, kalo bukan suami istri siapa lagi yee kaa .. btw baru liat paksu ish.. dan siapa yg fotoin mak? haha kepo

    ReplyDelete
  15. Teringat sinetron Agnes Monica di 'Pernikahan Dini" hehehe... Lalu zaman dulu nenek moyang kita sudah pada menikah di usia belasan tahun. Kudu dibenahi ini. Agar pikiran dan fisik juga mental matang, makanya ilmu dan usia itu merupakan faktor penting dlm pembentukan karakter berkeluarga ya mb Ley ��

    ReplyDelete
  16. Woohoo singkatanya keren yaa "Terencana" ini harus di baca anak-anak muda yang niat menikah biar lebih lurus terencana jalannya

    ReplyDelete
  17. So siit, suka sih pemaran dari psikolognya gak langsung menampar tapi di bawa pelan-pelan yok di rencanakan jangan sampai anak buat perdebatan dan disakit

    ReplyDelete
  18. Dikit-dikit jika ada masalah malah berujung pada cerai? Wah! Saya dan suami alhamdulillah kala dihantam masalah berat tetap bertahan karena ada anak sebagai komitmen. Itu juga karena kami saling setia dan suami berupaya mencari nafkah meski kami tidak kaya.
    Hem, masalah terbesar kadang dari luar muasalnya. Maka itu merupakan tantangan. Dan hanya doa yang menguatkan langkah kami. :)

    ReplyDelete
  19. Couldn't agree more! Pokoknya jangan sampai zina. Bener banget mbak. Aku lihat kecenderungannya anak-anak zaman now masih muda udah cinta-cintaan bahkan kita-kita yang udah nikah aja kalah mesra. Padahal nikah itu nggak selamanya indah. Butuh kematangan emosional dan juga finansial. Tulisan ini aku sebar link-nya ke grup di kantor biar pada baca. Hihihi...

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....