Wednesday, May 2, 2018

Ondel-ondel Galau, Novel yang Sarat dengan Kebudayaan Betawi

Frances Caitlin Tirtaguna 


"Ini namanya nasi apa ya?" begitu pertanyaan kami, para blogger, ketika disuguhi makan siang berupa nasi yang mengundang pertanyaan karena tak seperti biasanya. Wanginya seperti nasi uduk, tapi kok ada kuahnya. Ada juga taburan bubuk seperti serundeng. 


Setelah acara dimulai, baru deh kami tahu kalau nasi yang tadi siang kami makan adalah nasi ulam. Sebagai salah seorang keturunan Betawi, saya sangat terpukul karena nasi ulam saja baru tahu. Padahal, ayah saya pernah minta dibelikan nasi ulam. Katanya kangen masakan Betawi. Ya itulah, saya cuma tahu nasi uduk. Nasi ulam tak begitu tahu. Mungkin zaman dahulu kala saya pernah makan nasi ulam tapi tidak tahu namanya. 

Nasi Ulam

Masih banyak kuliner khas Betawi yang saya tak tahu namanya tapi sebenarnya pernah makan. Apalagi di Citayam tempat tinggal saya sekarang, banyak warga asli Jakarta yang pindah ke sini. Beberapa waktu lalu, saya melihat pedagang kue yang kuenya unik karena dibentuk seperti tumpeng. Namanya Kue Dongkal. Saya penasaran kue dari mana itu ya? Setelah saya membaca novel Ondel-ondel Galau... astagah... ternyata kue Betawi. Ya ampun, ke mana saja ya saya? 

Novel Ondel-ondel Galau, sarat kebudayaan Betawi

Nah, kamu-kamu yang ngaku anak Jakarta, lebih kenal Kimchi atau Kerak Telor? Hayo... Ya tak mengapa sih kalau kita mengetahui kebudayaan dan ciri khas negara lain, tapi jangan lupakan kebudayaan negara sendiri. Terutama untuk encang, encing, nyak, babe, none, abang Betawi. Masa Kerak Telor saja baru nyicipin? Itu saya lho, hihihi... Di acara peluncuran novel Ondel-ondel Galau itu pun saya baru benar-benar mencicipi Kerak Telor yang ternyata omelet dari campuran telur dan nasi. Ish, ke mana saja? 

Pedagang Kerak Telor

Novel yang ditulis oleh Frances Caitlin Tirtaguna ini memang kaya sekali dengan sisipan kebudayaan, tradisi, dan kuliner khas Betawi. Percaya nggak kalau novel ini ditulis oleh seorang gadis remaja berusia 15 tahun dalam bahasa Inggris? Harus percaya dong. Remaja yang bersekolah di BINUS SCHOOL Simprug ini memang memiliki kecerdasan yang patut diacungi jempol. 

Gadis berkacamata yang nemang fasih berbahasa Inggris ini baru saja menjadi wakil sekolahnya untuk Asia Pacific Young Leaders Convention 2018 di Singapura dan mendapatkan peringkat pertama untuk Overall Team Presentation. Frances sudah suka menulis sejak kecil dan membuatnya lolos seleksi Stanford University untuk mengikuti kursus Jurnalis Ekspositori tahun 2015. 

Prestasinya tak hanya itu. Frances juga mendulang prestasi dalam kompetisi debat saking piawai berbicara dalam bahasa Inggris. Di acara peluncuran novel pertamanya ini pun, Frances berbicara dalam bahasa Inggris yang lancar. Bukan tanpa alasan kalau novelnya ditulis dalam bahasa Inggris ya. Novel ini sedianya ditujukan untuk dunia Internasional juga supaya mereka mengenal kebudayaan Betawi. 

Bagaimanapun, kebudayaan Betawi memang seharusnya mendunia karena ibukota negara Indonesia berada di Jakarta yang mana dulunya didominasi oleh suku Betawi. Acara  peluncuran novel yang diadakan tanggal 27 April 2018 di BINUS SCHOOL Simprug Kebayoran ini pun diwarnai dengan pertunjukan tarian Betawi "Nandak Abang None" yang dibawakan oleh Culturific Club BINUS SCHOOL, musik Gambang Kromong, dan Pertunjukan Lenong Bocah dari Sanggar Seni Setu Babakan. 

Tarian Betawi

Lenong Bocah 

Para undangan juga sepuasnya menikmati jajanan ala Betawi seperti Kue Rangi, Kerak Telor, dan kue basah lainnya. Gerobak Kue Rangi dan Kerak Telor ada di samping pintu depan. Saya pun memesan Kerak Telor untuk dibawa pulang. Gratis? Iya dong. Akhirnya saja jadi benar-benar paham akan rasa Kerak Telor hahaha.... Maklum, saya tahunya pedagang Kerak Telor itu adanya di PRJ (Pekan Raya Jakarta). 

Pedagang Kue Rangi

Jajanan Pasar khas Betawi

Roti Buaya 

Sambutan pertama dari Kepala Sekolah BINUS SCHOOL, Bapak Pieter, yang merasa bangga dan senang akan prestasi Frances. Apalagi novel yang ditulisnya sarat dengan kebudayaan Betawi sehingga dapat memperkenalkan kebudayaan tersebut kepada generasi muda. 

Bapak Pieter dan Frances

Selanjutnya, sambutan dari guru pembimbing Frances ketika menulis novel ini. Beliau mengutarakan keseriusan Frances dalam menulis bahkan sampai melakukan riset ke Perkampungan Betawi Setu Babakan. 

Guru Pembimbing

Ada juga sambutan dari penerbit Gramedia Publishing House yang merasa sangat antusias dengan kehadian novel ini. Novel yang sangat berbobot dan lebih mengejutkan lagi ditulis oleh seorang anak remaja yang sangat perhatian pada kebudayaan Betawi. 

Terakhir, sambutan dari Bang Indra Sutisna yang berterima kasih atas apa yang dilakukan Frances dengan menulis tentang novel yang banyak disisipi kebudayaan Betawi. Bang Indra juga menjelaskan sekilas tentang Ondel-ondel, boneka besar yang menjadi ikon Jakarta ini. Tadinya boneka tersebut digunakan untuk mengiringi anak yang dikhitan. 

Bang Indra


Cerita di dalam novel Ondel-ondel Galau ini adalah tentang Vina, seorang gadis SMA yang sedang galau karena kesehariannya yang monoton. Berangkat ke sekolah dan terjebak macet. Sampai kemudian di tengah kemacetan itu dia bertemu dengan sepasang Ondel-ondel yang sedang mengamen. Vina penasaran, itu apa ya. Dia pun melakukan perjalanan untuk mengulik kebudayaan di tanah tempat dia tinggal dan bersekolah. 

Rasanya aneh kan kalau kita tinggal di suatu tempat tapi tidak mengetahui tentang kebudayaan yang ada di tempat tersebut? Keseruan apakah yang didapatkan Vina dalam perjalanannya? Cari tahu dalam novel setebal 86-an halaman ini. Harganya Rp 70.000. Selain cerita dalam bahasa Inggris, juga ada ilustrasi menarik mengenai kebudayaan dan kuliner Betawi sehingga kita mendapatkan gambaran yang utuh. Saya berharap novel ini dibuat dalam versi Bilingual (bahasa Inggris dan Indonesia) supaya bisa menjangkau pembaca yang kurang paham bahasa Inggris. 

Jadi, kalau melihat pedagang Kue Dongkal, sudah tahu dong ya asalnya dari mana? Hehehe.... 

Peluncuran Novel Ondel-ondel Galau

13 comments:

  1. Makanan Betawi enak², sayang kalau sampai ga kenal ya....apalagi kue² nya...bikin nagih

    ReplyDelete
  2. Saya dapat oleh oleh inspirasi banyak banget dari acara ini dan sangat terinspirasi sama Frances untuk bikin buku :)

    ReplyDelete
  3. Aih luar biasa. Usia 25 tahun tapi menulis novel dan dalam bahasa Inggris serta sarat info pula :)

    ReplyDelete
  4. Di deket rumahku masih ada yang jualan nasi ulam, emang enak beneran. Aku juga suka kuliner betawi, enak2. Wkwkwk

    ReplyDelete
  5. Ini menginspirasi sekali penulisnya, wow. Jadi ingin tahu lebih lanjut novelnya. :)

    ReplyDelete
  6. Kue rangi, dongkal, gemplak, itu memang kue khas betawi, nih mak Ela betawi plesiran kayanya ya hihihi #kidding

    Aduh jadi malu deh, anak seusia segitu udah byk karya prestasi, aku mah masih ngendon aja di kamar

    ReplyDelete
  7. Lihat liputannya juga di net tv.. salut banget deh, anak muda peduli terhadap bangsa ya sendiri khususnya kebudayaan.. dan infonya ini bukan buku pertama dan terakhir, next mau keluarin buku lagi.. salut deh! saya kapan ya terbitin buku?

    ReplyDelete
  8. Masih muda sekali penulisnya, usia 15 tahun. Keren pula mahir bahasa Inggris. Judul novelnya juga kekinian.

    ReplyDelete
  9. Aku kenal nasi ulam pas tinggal di Pasar Minggu. DI Cilebut alhamdulillah nemu langganan nasi ulam enak banget. Iya ya yang Betawi asli dah banyak pindah ke pinggiran.

    ReplyDelete
  10. wahh makkk penulisnya masih muda banget. btw aku disni sarapannya suka ada yang jual nasi ulam, enak sih gurih gurih gimana gitu. plus telor balado. nyumm nyummm..

    ReplyDelete
  11. Salut sama Frances. Anak muda jaman now harusnya berkarya dan cerdas kaya dia nih. Inget budaya di tengah arus modernisasi.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....