Thursday, January 4, 2024

Review Film Inshallah a Boy

Sepertinya saya ketagihan nonton film Arab, terutama yang dibuat oleh Yordania. Saya sudah menonton 3 film Arab, tetapi baru film Farha: Film Sejarah Berdasarkan Kejadian Nakba yang sudah saya review di blog ini. Untuk film yang kedua masih tentang cerita penjajahan Palestina oleh Israel tapi tidak saya review karena ada satu adegan yang vulgar. Saya review film yang ketiga saja, Inshallah a Boy. 

Film Inshallah a Boy

 

Film pertama Yordania yang ditayangkan di festival Film Cannes ini mengangkat isu sosial di Yordania dan mungkin juga di  negara-negara Arab tentang pentingnya memiliki anak laki-laki, salah satunya untuk mengamankan warisan ayahnya. Masalah warisan memang sudah diatur dalam Islam. Apabila tidak memiliki anak laki-laki, maka warisan harus dibagi juga kepada saudara laki-laki dari ayah. 

Soal ini, suami saya juga sudah pernah membicarakannya. Berhubung ayah saya memiliki 4 anak perempuan. Kalau ayah saya meninggal, maka warisannya harus dibagi juga kepada adik-adik laki-lakinya. Bayangkan warisan yang hanya berupa satu rumah itu harus dibagi juga kepada 4 orang adik laki-lakinya, karena ayah saya itu 10 bersaudara. 

Untungnya, ayah saya memiliki cucu-cucu laki-laki sehingga warisannya itu hanya dibagi untuk anak-anak perempuannya saja. Itupun kalau nanti masih ada warisannya karena ayah saya belum meninggal. Intinya, kehadiran anak laki-laki dan cucu laki-laki itu penting untuk mengamankan warisan selama masih menggunakan hukum Islam.

Perkara warisan ini memang bisa membuat keluarga berantakan ya. Jangankan dibagi ke saudara laki-laki bapak, dibagi ke sesama saudara kandung saja bisa menyebabkan pertikaian. Nah, Nawal, tokoh utama di film ini adalah seorang ibu beranak satu perempuan yang suaminya baru saja meninggal. Usia Nawal ini masih 30-an, jadi suaminya meninggal di usia muda juga.

Sinopsis Film Inshaallah a Boy 

Suami Nawal mewariskan satu apartemen yang ditempati Nawal dan putrinya beserta satu mobil pick up. Mobil pick up ini masih ada cicilan 4 kali lagi yang harus dibayarkan kepada kakak laki-laki suaminya. Sesuai dengan hukum Islam, Nawal harus membagi warisan suaminya itu kepada kakak laki-laki suaminya karena Nawal hanya memiliki satu anak perempuan yang masih kecil bernama Nora. 

Nawal bekerja sebagai perawat rumahan. Dia keberatan membagi warisannya karena dia juga ikut andil membayar biaya pembelian apartemen itu menggunakan uang dari ayahnya dan gajinya sendiri. Sayangnya, dokumen pembayaran itu belum ditandatangani oleh suaminya, jadi tidak sah. 

Dengan kata lain, kalau istri ikut membayar membeli properti, maka harus ada surat kontrak dengan suaminya supaya sah di mata hukum. Wow, saya jadi kepikiran juga karena saya ikut membayar cicilan rumah itu nggak pakai kontrak apa-apa ya. Lah wong sama suami sendiri. Ternyata harusnya pakai kontrak lho supaya aman dan kuat. Untungnya saya punya 3 anak laki-laki, jadi insya Allah sudah aman deh harta warisan suami saya hahahaha. 

Kakak laki-laki suami Nawal yang bernama Rifqi ini sedang kesulitan ekonomi sehingga memaksa Nawal untuk segera membagi harta warisan suaminya. Kesel ya di sini? Yang beli siapa, kok minta warisannya juga. Sebenarnya ini tuh bukan tanpa alasan ya, karena dalam aturan Islam itu saudara laki-laki suami itu juga harus ikut andil merawat anak yang ditinggalkan. 

Namun, para prakteknya itu justru terasa merugikan Nawal karena kehilangan hak asuh Nora. Rifqi membawa pergi Nora tanpa izin dan tidak dipulangkan sampai dua hari dengan alasan itu memang kewajiban dia mengasuh Nora. Ternyata setelah ditanyakan kepada hakim, hak asuh tetap pada Nawal. Jadi seharusnya si paman ini hanya bertugas memberikan nafkah kepada keponakannya itu. 

Dengan kata lain, aturan warisan di mana saudara laki-laki juga berhak dapat bagian kalau tidak ada anak laki-laki itu karena dia juga harus ikut menanggung nafkah keponakan perempuannya. Akan tetapi, para prakteknya malah berbeda di mana bisa jadi setelah mendapatkan bagian warisan, saudara laki-laki itu tidak mau ikut menanggung nafkah keponakannya atau malah mengambil hak asuh keponakannya. Sehingga si perempuan ini kehilangan dua sekaligus, sebagian warisan dan hak asuh anak.

Itulah isu sosial yang ingin dikritik dalam film ini. Rifqi pun memberikan tenggat waktu penjualan apartemen asalkan Nawal bisa menyelesaikan pembayaran angsuran mobil, atau mobilnya dijual saja. Nawal tidak ingin menjual mobilnya. Dia berusaha mencari uang, bahkan hampir saja berzina dengan sesama rekan kerjanya. Dia pun hampir memalsukan kehamilannya. Kalau dia hamil, masalah warisan itu akan ditunda sampai melahirkan. Kalau anaknya laki-laki, maka Rifqi pun tidak jadi mendapatkan bagian warisan. 

Review Film Inshallah a Boy 

Meskipun pengambilan gambarnya biasa saja, tidak ada adegan yang memerlukan visual effect, dan berupa cerita keluarga yang sederhana, tetapi film ini sangat menarik untuk ditonton.  Sebagai seorang istri, saya langsung bisa merasakan kecemasan dan kekhawatiran Nawal yang terus dikejar perkara warisan oleh saudara suaminya. 

Review Inshallah a Boy

 

Bayangkan saja kita harus membagi warisan kepada orang yang tidak pernah ikut andil membayar cicilan rumah dan mobil, tapi juga tidak bisa protes karena itu sudah ada dalam aturan agama. Lalu, kita juga harus kehilangan hak asuh anak karena diurus oleh saudara laki-laki suami. Ketegangan demi ketegangan pun disajikan oleh film ini, penasaran ingin tahu bagaimana akhirnya. Terutama saat Nawal berusaha memalsukan kehamilannya. 

Saking stresnya, Nawal pun pingsan di bus. Baru ditinggal suami, harus beradaptasi dengan kehidupan single parent, harus bekerja pula sampai malam sebagai perawat lansia, bahkan di tempat kerja pun berhadapan dengan majikan galak. Eh, sampai di rumah harus menghadapi tuntutan saudara laki-laki suami yang minta warisannya cepat dibagi.

Sampai ke ending pun kita terus disajikan ketegangan Nawal, sehingga mata saya tidak bisa beralih dari menonton film ini. Alias, film ini tidak membosankan. Sebagai janda, Nawal juga menghadapi pelecehan-pelecehan seksual oleh orang random di jalanan maupun dari rekan kerjanya yang sudah lama menyukainya.  Namun, ending film ini sangat melegakan, setidaknya memberi napas untuk Nawal.  

Inshaallah a Boy mengandung harapan Nawal semoga dia hamil anak laki-laki agar bisa menyelamatkan harta warisan suaminya. Film ini dibintangi oleh artis Palestina. Setelah menonton film ini, saya jadi ingin mencari film-film Arab lainnya.

1 comment:

  1. wah, saya jadi penasaran juga ingin menontonnya. bersiap untuk berlinang air mata :')

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....