Saturday, September 15, 2012

Damai Bersama Al Quran


DAMAI BERSAMA AL QURAN

Interaksi pertama saya bersama Al Quran dimulai ketika saya sudah menyelesaikan iqro enam. Saya  lupa kapan tepatnya,  kira-kira saat saya masih SD. Setiap selesai salat Magrib, saya dibiasakan untuk mengaji bersama-sama keluarga. Bukan tadarusan, tapi mengaji sendiri-sendiri, hanya waktunya bersamaan. Ketika SMA, saya sempat jauh dari Al Quran karena pulang sekolah selalu kemalaman. Saya sekolah siang. Saat itu tubuh rasanya sudah letih sekali sehingga tidak sempat membaca Al Quran. Akhirnya saya hanya bisa mengaji seminggu sekali.


Ketika kuliah, saya mengikuti kegiatan keagamaan di kampus yang kemudian membentuk saya menjadi lebih salihah (menurut saya sendiri). Setidaknya, amalan-amalan ibadah saya bertambah, termasuk mengaji Al Quran. Saya tidak lagi hanya mengaji usai salat Magrib, tapi juga usai salat Subuh dan kadang di waktu-waktu luang semisal saat jam kosong kuliah, dan lain-lain. Al Quran selalu ada dalam tas saya. Ketika saya sedang sedih karena ditimpa cobaan, saya akan langsung membuka Al Quran dan ajaibnya, ayat yang saya temukan menjawab kesedihan-kesedihan saya itu. Saya memang memakai Al Quran terjemahan, sehingga langsung tahu artinya. Sepertinya Allah langsung memberi jawaban atas kesedihan-kesedihan saya itu melalui Al Quran.

Memasuki bulan Ramadan, kedekatan saya dengan Al Quran semakin menjadi. Dulu pun sewaktu masih SMA, orang tua selalu menekankan agar setiap bulan Ramadan, kami, anak-anaknya, mengkhatamkan Al Quran. Kalau bisa khatam, akan diberi hadiah. Tapi entah kenapa saya tak pernah bisa khatam. Mungkin karena motivasinya untuk hadiah. Apalagi saya perempuan. Ada masa libur yang  tentunya membuat waktu untuk mengkhatamkan Al Quran semakin sedikit. Tetapi setelah kuliah, mungkin karena azzam yang kuat, alhamdulillah saya bisa khatam dalam sebulan meskipun ada masa liburnya. Jadi bisa dibilang, saya tidak mengkhatamkan Al Quran dalam waktu sebulan, tapi kurang dari itu.

Iman seseorang kadang naik, kadang turun, begitu  juga saya. Semakin saya berpikir rasional, ternyata semakin menjauhkan saya dari Al Quran. Saya pernah merasa mengaji Al Quran sebagai perbuatan yang sia-sia. Astagfirullah. Saya berpikir demikian usai membaca sebuah novel yang memang kontra dengan nilai-nilai Islam. Ada satu kalimat tokoh dalam novel itu yang  mengatakan, “setiap  hari ia mengaji kitab yang ia tidak tahu artinya karena tertulis dalam bahasa Arab....” Tokoh itu diceritakan beragama Islam sehingga dapat ditebak bahwa kitab itu adalah Al Quran. Saya jadi berpikir, “Ya, benar saja. Saya tidak tahu apa arti kalimat yang saya baca setiap hari. Saya membacanya, saya mengulang-ulangnya, padahal saya tidak mengerti artinya sama sekali, bukankah itu pekerjaan yang sia-sia?”

Lalu, tanpa terasa, saya semakin jauh dari Al Quran. Saya memang tetap  mengaji Al Quran, tapi saya lakukan dengan perasaan berat dan merasa waktu telah terbuang percuma. Setiap hari saya mengaji dengan jumlah halaman yang terus berkurang. Semula saya bisa habis satu juz atau minimal setengah juz, tapi sekarang hanya dua-tiga halaman. Pokoknya sampai bertemu tanda ‘ain lagi. Di pengajian , guru mengaji menyuruh kami untuk mengaji Al Quran minimal setengah juz per hari. Tapi saya tidak bisa. Pikiran-pikiran itu selalu mengganggu saya. Buat apa melakukan pekerjaan yang berulang-ulang? Begitu selalu.  

Jika membaca Al Quran saja merasa berat, apalagi menghafalnya. Padahal di pengajian juga ada target menghafal Al Quran. Apalagi saya sudah terformat menjadi orang yang tidak akan melakukan pekerjaan yang tidak saya sukai. Jadi, meskipun setiap pengajian, guru mengaji selalu menyuruh kami menyetor hafalan, saya hanya menyetor murojaah. Ya, hafalan yang memang sudah saya hafal. Hafalan saya tidak pernah bertambah, satu ayat pun. Hati saya belum ikhlas. Belum tergerak untuk menambah hafalan. Murojaah pun hanya karena agar tidak malu saat diminta menyetor oleh guru mengaji.

Saya tahu semua konsep-konsep itu. Bahwa satu ayat yang dibaca dengan lancar, pahalanya tiga. Dan jika kurang lancar atau banyak salahnya, pahalanya satu. Bahwa orang-orang yang paling mulia adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan Al Quran. Bahwa Al Quran itu de el el. Saya sudah tahu semuanya. Tapi itu tetap tak menggerakkan hati saya untuk dekat dengan Al Quran.

Saya terus mencari, mencari, dan mencari. Ya, Allah. Sebenarnya untuk apa mengaji Al Quran itu kalau saya tidak tahu artinya? Memang ada terjemahan Al Quran, tapi kalau dibaca bersamaan, bukankah akan lama? Sementara guru mengaji memberikan target membaca Al Quran per hari. Bukankah lebih baik membaca terjemahannya saja? Kan yang penting kita tahu apa isi Al Quran, bukan hanya mengulang-ulang tanpa tahu apa yang kita baca. Akhirnya saya hanya membaca terjemahannya. Bahasa Arabnya tetap saya baca, tapi ya itu, hanya dua-tiga lembar per hari. Itu pun dengan perasaan malas.

Sampai akhirnya satu kejadian membuat saya kembali dekat dengan Al Quran.
Satu kejadian yang membuat saya menangis.

Saat salat, saya menangis. Lalu usai salat, entah kenapa saya ingin sekali membaca Al Quran. Maka saya mengambil Al Quran di meja dan membacanya. Saya tidak  tahu artinya, tapi saya menangis. Saya menangis saat membaca Al Quran. Menangis hebat. Rasanya nikmat sekali. Ya, sungguh! Rasanya nikmat sekali menangis saat sedang membaca Al Quran. Dan kemudian yang ada adalah damai. Rasanya hati saya sejuk sekali. Beban itu memang belum hilang, tapi menguap perlahan-lahan. Melalui salat dan Al Quran, Allah meniupkan kesejukan ke dalam dada saya. Padahal saya tidak tahu apa arti ayat yang saya baca itu karena saya sudah tidak memakai Al Quran terjemahan. Allah, dengan keajaiban Al Quran-Nya, mendamaikan hati saya yang sedang bergejolak. Ajaib. Benar-benar ajaib. Subhanallah!

Saya jadi ingat kejadian yang sudah lama sekali berselang. Waktu saya kelas satu SMA. Pada dasarnya saya orang yang penakut. Saya suka menonton film, tapi jangan harap saya mau menonton film horor. Dibayar berapa pun saya tidak akan mau. Tapi suatu hari teman-teman saya berhasil membujuk saya untuk  menonton film horor yang sedang diputar di bioskop. Saya masih ingat judulnya, “Urban Legend.” Bukan film tentang hantu, tapi tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan seorang psikopat. Saya pikir, ah paling film kriminal biasa. Maka masuklah saya ke dalam bioskop itu bersama teman-teman saya.  Ternyata pikiran saya salah. Dari awal sampai akhir, yang ada adalah horor. Pembunuhan-pembunuhan yang digambarkan dengan sangat keji. Entah sekeji apa, soalnya saya menutup mata. Tapi kilasan-kilasan adegan yang sempat ditangkap mata saya dan suara-suara jeritan para pemainnya, terus membayangi saya. Malamnya, saya tidak bisa tidur. Benar-benar tidak bisa tidur. Adegan horor di film itu muncul di mana-mana. Di dinding kamar saya, di langit-langit, di sebelah tempat tidur saya, ah, pokoknya saya ketakutan sepanjang malam. Lalu apa yang tebersit dalam pikiran saya?

Saya bangun dan berjalan menuju meja belajar tempat Al Quran saya berada.
Saya mengambil Al Quran dan membacanya. Memang saya tidak punya wudu, tapi bagaimana bisa berwudu, melangkahkan kaki dua langkah saja gemetarannya bukan main.
Saya membaca Al Quran meskipun tidak punya wudu. Dan saya merasakan damai. Sungguh. Saya merasakan damai. Semua ketakutan yang tadi saya rasakan, entah pergi ke mana. Lalu saya bisa tidur lagi. Nyenyak sampai subuh menjelang.

Subhanallah. Kenapa saya bisa melupakan kejadian itu, ya?

Kenapa saya bisa lupa bahwa Al Quran memang perlu dimengerti artinya, tapi membaca Al Quran meskipun tidak tahu artinya tetap memberi keajaiban tersendiri?
Kedamaian. Ya, kedamaian.

Sekarang saya ingin dekat dengan Al Quran. Saya juga ingin menjadi penghafal Al Quran. Insya Allah. Sedikit demi sedikit, mumpung belum terlambat. Al Quran adalah mukjizat. Bukan sekadar kumpulan kata-kata seperti buku-buku  nonfiksi atau fiksi. Setiap kata yang terangkai di dalamnya adalah mukjizat. Tak akan pernah sia-sia membacanya meskipun diulang-ulang.

Ya Allah, kuatkanlah azzamku untuk selalu dekat dengan firman-Mu.
Itu doa saya selalu.
*** 



2 comments:

  1. please chek blog ku canshareurstory.blogspot.com

    butuh masukan buat tulisan ku, tolong ya :(

    ReplyDelete
  2. Subhanallah. Banyak hikmah yang dapat diambil dari tulisan ini. Saya rasa setiap orang yang membaca Al-Quran dengan "benar" akan sepakat bahwa Al-Quran memberikan kedamaian.

    Terima kasih. Ditunggu pengumumannya ya :)

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....