Wednesday, September 5, 2012

Saatnya Untuk Ng-ASI Lagi


Kupandangi wajahnya yang lelap tidur. Rambutnya ikal, tak mirip rambut ayah dan mamanya yang lurus. Ia memang lebih mirip kakeknya dari pihak ibu, alias mirip ayahku. Lahir 4,5 tahun lalu, pada tanggal 11 Desember 2007. Masih kuingat betapa sakitnya melahirkan putra pertamaku itu, yang diberi nama oleh ayahnya; Ahmad Ismail Haniya. Malam itu, aku hanya merasa kontraksi sedikit-sedikit. Neneknya sudah khawatir bukan main dan segera mengantarku ke bidan. Kata bidan, baru pembukaan satu. Untuk mempercepat kontraksi, aku diinfus mulas. Andai saja dulu aku tahu sakitnya diinfus daripada mulas alami, tak akan kusetujui saran bidan. Aku benar-benar buta soal hamil dan melahirkan. Hanya berbekal informasi dari bidan dan pengalaman ibu mertua, karena ibu kandungku sudah meninggal. 


Padahal, Hari Perkiraan Lahirnya masih jauh, 3 Januari 2008. Aku terpengaruh ucapan ibu mertua, bahwa anak laki-laki biasanya lahir lebih cepat dari HPL. Jadi, aku percaya saja dengan kata-kata bidan yang menanganiku itu. Belakangan, bidan lain yang lebih muda menyayangkan tindakan bidan itu yang berisiko tinggi. Bila gagal diinfus, sudah pasti aku harus dioperasi. Alhamdulillah, meski harus menahan mulas buatan yang bukan main sakitnya selama tiga jam, Ismail dapat lahir dengan normal. Beratnya hanya 2,5 kg, kupikir mungkin karena memang belum waktunya lahir. Bila mengingat kenangan itu lagi, aku selalu mengucap syukur berkali-kali karena Ismail tetap sehat dan kuat sampai hari ini. 
Ismail, saat baru dilahirkan

Payudaraku sudah mengeras, sehari setelah melahirkan. Sakitnya bukan main. Kuingin menyusui bayiku, tetapi bidan melarang. Uuuh… lagi-lagi karena pengetahuanku yang minim soal ASI, aku mengalah saja dengan ucapan bidan. Bidan memberikan Ismail susu formula yang agaknya sudah menjadi sponsor di kliniknya. Sebenarnya, aku sudah tahu tentang pentingnya kolostrum dan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dari hasil membaca-baca buku tentang kehamilan. Hanya aku belum punya posisi tawar yang tinggi dengan bidan dan orang-orang di sekitarku. Aku mengalah saja apa kata mereka. Setelah pulang dari bidan, aku baru bisa memberikan ASI kepada Ismail. Alhamdulillah, Ismail mendapatkan kolostrumnya, karena ASI pertama yang kuberikan itu berwarna kuning. Tadinya malah ibu mertua menyuruhku membuang ASI pertama itu, karena katanya membawa penyakit. Tetapi, para penjenguk yang usianya lebih muda daripada Ibu, menyuruhku memberikan ASI berwarna kuning itu. Rupanya ada perbedaan pengetahuan antara “orang dulu” dengan “orang sekarang.” Bidan yang membantu persalinanku itu termasuk “orang dulu,” karena usianya sudah sepuh. 
Ismail dan Sidiq, dua jagoanku kini sudah balita

Tiba-tiba, ibu mertuaku panik bukan main. Katanya, tubuh Ismail kuning. Mata, lidah, dan kulitnya berwarna kuning. Aku yang awam, tak terpikirkan bahwa kondisi itu bisa berbahaya untuk Ismail. Ibu mertua hanya mengatakan bahwa salah satu adiknya ada yang kehilangan bayinya gara-gara kuning. Solusinya hanya ASI dan dijemur di bawah matahari pagi. Meski kata ibu mertuaku kondisi itu berbahaya, beliau tak mau Ismail dibawa ke rumah sakit. Nanti malah meninggal juga seperti keponakannya, gara-gara terlambat diberikan ASI dan perawat yang tidak siap siaga. Biar saja diurus di rumah. Sayangnya, berhubung waktu itu musim hujan, matahari amat pelit memberikan sinarnya. Bapak mertua pun memasang bohlam 60 watt untuk memanaskan Ismail. Aku pun disuruh untuk terus menyusui Ismail setiap dua jam. Siang hari, Ismail tidur terus. Aku harus membangunkannya setiap dua jam untuk menyusu. Gara-gara cahaya lampu yang tinggi itu, kulit Ismail yang putih pun menghitam. Alhamdulillah, putraku bisa melewati masa-masa itu, meskipun ibunya amat minim pengetahuan. 

Sejak dari dalam kandungan, kami telah menyebut Ismail dengan panggil “Kak  atau Kakak.” Ternyata itu menjadi indikasi bahwa ia akan segera mendapatkan adik. Tak kusangka, di usia Ismail yang baru 5 bulan, aku hamil lagi 2 bulan. Dan lagi-lagi, karena keterbatasan pengetahuan, aku harus menuruti saran ibu mertua dan bidan-bidan untuk menghentikan pemberian ASI kepada Ismail. 

“Nanti bayinya jadi bodoh….”
“Nanti bayinya jadi hiperaktif….” 

Tiga orang bidan. Ya, tidak salah. Tiga orang bidan yang kujadikan tempat orang bertanya, sama-sama memberikan jawaban agar aku menghentikan pemberian ASI kepada Ismail. Tak rela rasanya menghentikan ASI Ismail, padahal ASI-nya masih melimpah. Payudaraku mengeras lagi, sakit bukan main, ketika jatah ASI Ismail kukurangi. Ismail hanya rewel sebentar, tapi justru aku yang terasa menderita. Susu formula pun menjadi pengganti ASI. Lebih repot memberikan susu formula daripada ASI. Bayi berusia 5,5 bulan masih banyak minum susu. Sebentar-sebentar aku harus membuat susu. Belum lagi botol susunya harus steril. Gara-gara salah merebus botol itu pula, Ismail beberapa kali terkena diare. Kasihan, putraku. Di saat hamil besar, aku harus bolak-balik ke klinik dan rumah sakit untuk mengobati diare Ismail. 

Biaya susu formula pun tak tanggung-tanggung. Kuhitung-hitung saat itu biayanya Rp 800.000/ bulan. Coba kalau hanya ASI. Cukup aku saja yang minum susu dan susu ibu menyusui lebih murah daripada susu formula bayi. Itupun tak wajib. Aku juga bisa mengkonsumsi makanan sederhana seperti sayur katuk, bubur kacang hijau, dan sebagainya, untuk memperbanyak ASI.  Di saat usia kandunganku 8 bulan, mataku baru terbuka oleh informasi di sebuah majalah parenting. Bahwa, memberikan ASI ketika ibu sedang hamil, diperbolehkan selama kondisi ibu dan janinnya sehat. 

Memang benar, bahwa calon ibu harus punya pengetahuan yang banyak tentang kehamilan, melahirkan, dan menyusui.  Aku tak ingin kecolongan lagi dalam pengasuhan anak keduaku. Tekadku sudah bulat untuk memberikan ASI Eksklusif dua tahun kepada Ahmad Sidiq Aghniya, putra keduaku, yang lahir di bulan yang sama dengan Ismail. Usia mereka hanya terpaut satu tahun. 

Di dalam artikel The Power of ASI, disebutkan dua hal yang menjadi faktor sukses pemberian ASI, terutama dari sisi internal:

1. Educate Your Self, yaitu mendidik diri dengan banyak membaca dan menggali informasi mengenai breastfeeding, bisa dari majalah, buku, maupun situs-situs di internet yang membahas tentang ibu dan anak, salah satunya situs mommiesdaily.com. Membaca artikel-artikel di mommiesdaily yang berisi pengalaman para ibu dalam mengasuh dan merawat anak-anaknya, termasuk memberikan ASI, benar-benar membuka mataku. 

2.     Support System, yaitu adanya orang-orang di sekitarku yang mendukung dan menguatkanku agar konsisten memberikan ASI Eksklusif. Suamiku, adalah orang pertama yang harus mendukungku. Setelah mengeluarkan anggaran ratusan ribu per bulan untuk membeli susu formula, kali ini suamiku amat mendukung pemberian ASI Eksklusif. Tentu saja, dengan dua anak yang masih bayi, yang satu berumur setahun, satu lagi berumur sebulan, pengeluaran rumah tangga kami pun membengkak. Pemberian ASI Eksklusif dapat menghemat pengeluaran rumah tangga yang mungkin saja harus keluar bila aku kembali memberikan susu formula untuk anak keduanya. 

Alhamdulillah, usaha itu membuahkan hasil. Aku berhasil memberikan ASI Eksklusif dua tahun kepada Sidiq. Lega sekali rasanya. Kekuatan ASI benar-benar terbukti. Selain lebih hemat, ASI juga lebih mengeratkan hubungan antara ibu dan anak. 

Kini aku sedang hamil anak ketiga, sudah masuk 36 minggu. Sebentar lagi aku menyambut kelahiran bayi ketigaku. Saatnya untuk ng-ASI lagi. Insya Allah. 




12 comments:

  1. mbaaakkk.. ngiri kapan yaa aku bisa ngasiin :d

    ReplyDelete
  2. Semangat ASI kini perlahan-lahan mulai didukung. Banyak ibu yang semakin sadar ASI^^



    eh, mbak, linknya rusak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak...
      eh, linknya rusak gimana yah? kemarin dicek, bisa.

      Delete
  3. Uh, jadi sebel sama bidan2 itu :|
    Diinduksi ya yang pertama mbak. Sy juga diinduksi (anak pertama) tapi melalui (minum) pil. Suakitnya minta ampyun.
    Tapi memang saya sudah mundur 2 minggu dari tanggal perkiraan, jadi sudah pas waktunya.

    Sukses yah, saya juga ikutan yang ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mba Niar. tp kalo bidan yg muda sudah beda pengetahuannya. Sudah lebih update :)
      Sama-sama mba Niar, sukses jg yah

      Delete
  4. Heran ya, Mbak, dari mana kok sampe muncul pernyataan, “Nanti bayinya jadi bodoh….” “Nanti bayinya jadi hiperaktif….” Hiks, sedih jadinya. Padahal, betapa pentingnya ASI itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya jg tidak tahu, Pak Azzet.
      Terima kasih sudah mampir :)

      Delete
  5. iya jd ikutan gemes sm cerita bidan2nya Ismail ya.. Pdhl gpp juga loh menyusui ketika hamil.. Yang penting jaga kandungan supaya jgn sp kontraksi akibat menyusui. Sy juga menyusui ketika hamil anak kedua, malah setelah lahir sempet menyusui tandem..

    Tp untungnya itu gak terulang di anak kedua ya mbak.. Semoga di anak ketiga nanti juga bs full ASI lagi ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mba Myra..
      aamiin... makasih doanya dan senang udah mampir :)

      Delete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....