Sunday, July 28, 2013

Kapan Bikin Antologi Lagi?

Sampai hari ini masih ada yang menanyakan pertanyaan di atas kepada saya. Dua tahun lalu memang saya beberapa kali terlibat dalam penyusunan naskah antologi, tiga diantaranya sudah terbit: Gado-Gado Poligami, A Sweet Candy for Teens, dan Anak Nakal Banyak Akal. Tahun ini cuma satu antologi yang terbit: BIRU. Padahal, masih ada tiga naskah antologi yang menggantung. Dua naskah menggantung di satu penerbit: naskah Mertua & Menantu dan naskah Pengaruh Facebook bagi Perempuan. Satu naskah malah belum menemukan penerbit, alias ditolak-tolak terus. 


Kenapa susah-susah bikin antologi? Kan bisa bikin buku solo? Niat awal bikin buku antologi ya mau membantu para penulis pemula yang masih kesulitan menerbitkan karya atau menulis panjang. OKI, mereka mengincar proyek-proyek antologi, karena nulisnya cuma sedikit, sudah jadi buku. Dan untuk memasukkan naskah ke penerbit mayor pun, terkadang dibutuhkan NAMA PENULIS yang sudah dikenal oleh orang penerbitannya. Gado-Gado Poligami awalnya mau saya terbitkan indie, karena berpikir apa ada penerbit yang mau terima naskah poligami? Alhamdulillah, ternyata ada, penerbit besar pula: Quanta, Elex Media, yang masih satu grup dengan Gramedia. 

Sejak itulah, saya bernafsu bikin proyek antologi. Kebanyakan sih ditawarin sama teman penulis, kayak naskah Mertua & Menantu, saya ditawarin sama Mba Naqiyyah Syam. Terus, naskah A Sweet Candy for Teens itu ditawarin seorang teman penulis dan sudah diacc idenya oleh sebuah penerbit. Belakangan, penerbitnya mangkir, gak jadi nerbitin. Saya tawarin lagi ke Elex Media, dan LOLOS! Alhamdulillah... nama teman saya itu gak jadi saya cantumkan di kover, karena dia sebenarnya gak bantu apa-apa, misalnya editing. Cuma janji mau bantu meloloskan naskah, ternyata juga gak lolos. Nama yang saya cantumkan di kover pun jadi nama editornya, salah satu penulisnya juga, yang membantu editing: Mba Sapto Rini.

Anak Nakal Banyak Akal pun ditawari oleh Mba Eni Martini, saya sanggupi lagi. Selanjutnya saya mau fokus sama penulisan buku sendiri, eh di grup saya: Be A Writer, para anggotanya meminta diadakan proyek antologi. Akhirnya, saya berjuang lagi menggolkan proyek ini. Seleksinya dilakukan beramai-ramai, jadi naskah yang terpilih sudah melewati filter anggota grup, bukan hanya filter saya. Naskah ini pun sempat ditolak sebuah penerbit (mungkin sudah jenuh menerbitkan antologi), tapi syukurlah bisa lolos di Era Intermedia dengan lini Selaksa. Proses penerbitannya cukup panjang, nyaris setahun. Di naskah ini, saya gak mau berjibaku sendirian sebagaimana antologi lain. Jadi, tugasnya dibagi tiga. Mba Eni Martini membantu menyeleksi dan Linda Satibi membantu mengedit. Makanyanya di kover ada tiga nama: Leyla Hana, Eni Martini, dan Linda Satibi.

Kenapa nama penulis antologi gak dimasukkan ke kover? Itu tergantung penerbitnya. Ada penerbit yang membolehkan semua nama penulis dipajang di kover, ada yang tidak. Kalau tidak boleh, ya yang diambil nama penyusunnya. Kerja penyusun sudah pasti lebih banyak daripada penulisnya. Apalagi di naskah antologi itu saya sering menemukan tulisan yang kacau balau, tapi sebenarnya bagus. Otomatis, penyusun mesti ekstra mengedit. Belum lagi membuat proposal naskah dan menawarkannya ke penerbit-penerbit.

Menyusun naskah antologi sebenarnya melelahkan. Mula-mula, saya harus mencari naskah dengan menyebar pengumuman. Kemudian menyeleksinya, menyusun, mengedit, dan menembuskannya ke penerbit. Hasilnya dibagi beramai-ramai. Setelah perjuangan panjang itu, biasanya honor yang saya dapat tak lebih dari Rp 300 ribu. Nah! Kalau menulis buku sendiri, uang muka yang saya terima bisa Rp 2 juta per buku. Itu kalau bukunya pakai uang muka. Kalau tidak ya nunggu sampai ada laporan royalti, tiga bulan setelah terbit. Jadi, keuntungan materi gak maksimal. Tapi kan bukan hanya materi yang dicari. Menyusun buku antologi membuat saya mengenal penulis-penulis, terutama yang berkumpul di dalam buku itu. Ketika membaca kisah-kisah mereka yang berdasarkan kisah nyata, saya jadi semakin mengenal mereka. 

Yang menyedihkan adalah kalau naskah tidak kunjung terbit dan para penulis kehilangan kepercayaan  kepada penyusun. Memang pernah ada kasus penyusun antologi yang "kabur," naskah gak ada kejelasan sampai setahun lebih. Tahu-tahu naskah itu terbit dengan hanya nama penyusun yang tercantum di buku (di kover dan dalam). Dengan kata lain, penyusun mengakui bahwa naskah itu adalah karyanya sendiri, bukan orang lain. Lalu, di facebook, para penulis mulai mengecam. Mencaci maki, menghina, dan memblacklist si penyusun lalu menyamaratakan semua penyusun antologi. 

Kalau saya tidak akan mempertaruhkan nama baik untuk hal semacam itu. Makanya, ketika ada satu naskah yang belum juga menemukan penerbit setelah dua tahun ditawarkan ke mana-mana, saya kembalikan lagi ke penulis. Saya sih gak perlu sampai mencuri naskah dalam mencari materi. Saya punya banyak ide naskah yang bisa ditulis sendiri, kenapa harus mencuri ide orang lain? Ternyata, teman-teman penulis tetap mempercayakan naskahnya kepada saya walaupun saya sudah.. ehm.. gimana ya nyebutnya? Sedikit hopeless akan masa depan naskah itu. 

Begitu juga dengan si BIRU ini. Walaupun sudah lolos dan dibayar (beli putus), eh terbitnya lama. Beberapa penulis sudah menanyakan kapan terbit, kapan terbit? Well, saya sudah kebal dengan ketidaksabaran macam begitu, jadi saya cuek saja. Wong, bukan saya yang menerbitkan. Saya berharap rasa penasaran itu tak begitu saja hilang setelah buku terbit. Walaupun beli putus, teman-teman penulis hendaknya tetap berusaha mempromosikan buku itu. Kalau best seller kan mereka juga yang untung. Penerbit akan semakin percaya kepada kita. Soalnya yang lebih sering terjadi, para penulis antologi kalem-kalem saja setelah buku terbit. Hanya sekali mempromosikan, sudah itu diam.

Nah, dalam rangka promosi itulah saya menulis catatan ini. Antologi BIRU berkisah tentang suka duka merawat orang sakit: suami, anak, orang tua, sahabat, dan lain-lain. Sudah tentu kisah ini mengharubiru, sesuai namanya. Sementara ini hanya bisa dipesan di Penerbit Selaksa @penerbitselaksa. Pre Order diskon 25% di sini ya:

https://eraintermedia.com/biru

Kalau ditanya, "Kapan bikin antologi lagi" Hmm.. nanti dulu deh. Itu aja masih ada tiga naskah yang belum jelas masa depannya :D

3 comments:

  1. wah... udah banyak antologi yang udah diterbitin..
    jadi pengen ikutan bikin :3

    btw, sukses ya buat promosi si BIRU nya :D

    ReplyDelete
  2. wahhh.. saya malah baru aja terjun ke dunia tulis menulis,mbak. baru mengerti tentang penerbitan. sekalinya ikut eh lha kok malah bayar.
    semoga suatu saat bisa seperti mbak Hana ^^

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....