Monday, July 29, 2013

Mencari Jodoh Naskah (2): Mengembangkan Jaringan

Sebelum mudik, posting ini dulu deh. Sebenarnya udah lama mau posting, tapi agak-agak males nulisnya hehehe... Ini perjuangan meloloskan novel Frankfurt to Jakarta. Ada hubungannya dengan networking yang sudah saya bangun sejak menjadi penulis. Di sini saya memahami benar betapa pentingnya menjalin hubungan baik, bukan hanya untuk pekerjaan ya tapi bersosialisasi.


Di facebook, saya bergabung dengan grup ibu rumah tangga. Lho? Apa hubungannya dengan nulis? Di grup itu ternyata banyak yang penulis juga karena didirikan oleh Jazimah Al Muhyi, penulis FLP Yogyakarta. Tapi grup itu pengennya sih membahas tentang ibu rumah tangga, bukan penulis. Jadilah saya banyak  curhat tentang urusan rumah tangga. Di antara anggotanya, ada Eni Martini, yang komen-komennya panjang lebar, seperti gak napas waktu menuliskannya. Terlihat betapa dia begitu perhatian, meskipun cerewet (peace, Mba En :D).

Saya pernah curhat iseng-iseng di tengah malam, eh dia komen dan kami pun ngobrol selayaknya chatting, tapi di grup terbuka. Kalau dipikir-pikir teledor banget ya saya. Belakangan saya baru tau kalo grup itu terbuka, jadi teman-teman se-FB bisa membaca curhat saya dong? Saya menikmati komen-komen Mba Eni yang perhatian dan sangat lucu, berhubung dia juga piawai menulis cerita lucu. Dari situ, hubungan kami mulai dekat, beberapa kali kopi darat karena beliau tinggal di Jakarta. Memang, beliau orang yang hangat dan mudah akrab, jadi siapa pun senang menjadikannya sahabat. Bahkan kalo marah pun masih lucu, jadi gak ada yang tersinggung dengan kemarahannya.

Sampai sekarang, alhamdulillah saya masih dekat dengan Mba Eni. Dan ternyata setelah saya selidiki foto profilnya, dia salah satu penulis GAGAS MEDIA! Buat saya, penerbit Gagas Media itu termasuk yang high class, karena sulit ditembus. Entahlah, saya baru sekali kirim naskah ke sana dan ditolak hehe.... Mau kirim lagi, tapi belum ada naskah yang cocok dengan Gagas. Naskah saya nuansa islaminya cenderung kental, jadi lebih banyak menyasar ke penerbit Islam. 

Di grup ibu rumah tangga pula, saya bertemu Annisah Rasbell dan akrab juga. Orangnya lebih dewasa, walaupun usianya ternyata tiga tahun di bawah saya. Mungkin saya memang agak childish. Membaca status-status Annisah, lalu beberapa tulisannya yang diposting di  facebook dan di blog, saya tertarik mengajaknya duet menulis novel, apalagi dia cocok dengan naskah yang mau saya jadikan novel. Alhamdulillah, Annisah bersedia, dan jadilah novel Frankfurt to Jakarta. Setelah rampung, saya tawarkan ke penerbit-penerbit. 

Penerbit pertama, menolak karena nuansa islaminya kurang kental. Novel ini maunya sih islami, tapi kadar islaminya itu kan beda-beda di tiap penerbit. Ada penerbit yang benar-benar ketat menerapkan prinsip islami, ada yang longgar. Memang di naskah awal ada beberapa adegan yang tidak diterima penerbit itu, seperti pegangan tangan dan bertunangan. Padahal itu kan adegan sebelum tokohnya insyaf. 

Penerbit kedua, mengabaikan naskah ini, alias tidak ada jawaban sama sekali. Kayaknya belum dibaca tuh, biarpun udah tiga bulan ngendon. Oke deh, gak apa-apa. Lalu, saya kirim lagi ke penerbit Umum yang ada lini islaminya. Jawabannya sama, ternyata. Naskah ini dilempar ke Fiksi Umum karena nuansa islaminya kurang, hehehe.... Jadi, ini novel yang gak islami dong? 

Lalu, Mba Eni menghubungi saya. Menanyakan apakah ada naskah islami yang nganggur? Berhubung penerbit yang lalu belum menghubungi juga, ya saya tarik saja naskahnya dan lempar ke penerbit itu. Alhamdulillah, jawabannya gak lama! Cuma tiga hari, saya sudah dapat jawaban ACC!

Senang dan bersyukur sekali. Apalagi kerjanya juga cepat banget. Kurang dari dua bulan, naskah ini sudah menjadi buku dan beredar di seluruh toko buku Gramedia. Kovernya juga bagus. Gak salah deh saya kirim ke penerbit itu, insya Allah. Yang utama, editornya itu ramah banget. Masih muda dan tutur katanya sopan sekali. 

Apa hikmah yang bisa ditarik dari cerita ini? Bagaimanapun, keberhasilan Frankfurt to Jakarta menembus penerbit dijembatani oleh Mba Eni Martini. Networking. Meskipun awalnya kami berkenalan bukan dalam rangka pekerjaan sebagai sesama penulis, tapi kami sudah pernah menjalin kerjasama di buku antologi Anak Nakal Banyak Akal dan masih berhubungan  baik, sering curhat. Hubungan dengan sesama penulis, bahkan editor ini yang perlu dipelihara dengan baik. 

Cinderella Syndrome juga berhasil diterbitkan berkat hubungan baik dengan editornya, Mba Aminah Mustari, yang pernah menangani naskah Oke, Kita Bersaing. Bertahun-tahun berlalu, beliau pindah kerja tapi masih di penerbit, dan kembali mengontak saya untuk mengirim naskah. Perjuangan untuk mendapatkan jaringan semacam itu tentu bukan proses instan. Ada proses pemula yang juga saya lakukan. 

  1. Produktif menulis dan mengirimkan ke penerbit. Suatu ketika, kita pasti akan berkenalan dengan orang-orang dari penerbit itu, maka jalinlah hubungan baik dengan mereka. 
  2. Bergiat di komunitas kepenulisan dan bergaullah dengan para penulis. Mereka bisa menjadi jembatan informasi apabila ada penerbit yang membutuhkan naskah, dan sebagainya.
  3. Tetap berhubungan baik dengan siapa pun. Jangan mudah tersinggung, sensi, marah-marah, protes tanpa tabayyun (cek dan ricek) dulu, dan sebagainya. Saya juga pernah tergelincir dalam kejadian semacam ini, dan akhirnya benar-benar putus hubungan dengan penerbitnya :D
  4. Sebagai penulis pemula, kita sebaiknya menggolkan karya dulu, jangan mikirin materi. Dengan kata lain, menurut apa kata penerbit. Nanti boleh deh kalo kita udah diperhitungkan di jagad penerbitan, giliran kita yang tawar-menawar dengan penerbit. Kita kumpulkan dulu portofolio alias pengalaman menerbitkan buku. Ada beberapa penerbit yang membaca biodata penulisnya dulu, baru naskahnya.
  5. Tulis yang banyak dan jajal semua penerbit di Indonesia. Jangan fokus ke satu penerbit saja. 
  6. Kuasai berbagai sosial media dan jalin hubungan baik dengan orang-orang di sana. Beberapa penulis, enggan mencoba sosial media yang baru, misalnya saja Blog. Di Be A Writer, ada yang menolak membuka blog atau aktif memposting tulisan di blog karena ribet, gak punya waktu, dan sebagainya. Padahal itu salah satu cara untuk mengembangkan jaringan juga. Ada juga yang malas membuka akun twitter. Saya juga pernah malas membuat akun Facebook, Twitter, dan Linkedin, sampai kemudian dibuatkan oleh suami  dan baru aktif dua tahun setelahnya. Ternyata saya sudah ketinggalan banyak! Di sosial media pula, rejeki saya banyak mengalir. Alhamdulillah.
Selamat berjuang, dan jangan lupa beli novel saya ini ya... Harganya "hanya" Rp 45 ribu :D

8 comments:

  1. di baw yg networkingnya bagus bagi eike juga mbak leyla salah satunya, habis itu mbak eni juga, mbak binta, mbak shabrina, mbak yeni haha ini mah ngabsen ya mbak xixixixi

    ReplyDelete
  2. Paling enak memang ngobrol di grup. Banyak para penulis dan blogger senior yang suka ngasih masukan.

    ReplyDelete
  3. saya pernah ngirim naskah, jawabannya katanya mau dirapatkan dulu dan sampe sekarang ga ada jawaban. Mau ngirim lagi tapi belum siap, *nabung tulisan dulu sambil berguru :)

    ReplyDelete
  4. covernya aku suka banget deh. mirip manga... imut-imut banget
    tapi Leyla emang seorang yang lincah bergaul kemana-mana, gak heran jejaringnya luas dan terus melebar. dan produktif banget, itu juga harus diingat dari seorang leyla

    ReplyDelete
  5. Sama seperti di dunia nyata ya mbak, di dunia maya pun kita harus banyak bergaul :)

    #salam kenal^^

    ReplyDelete
  6. Najmatul Jannah: Iya dong, di BaW gak ada yg pelit informasi, kan? :D

    HP Yitno: Yup, benar. Syukur ya ada grup di facebook :-)

    Zea Mais: Kirim dan lupakan. Tulis yang lain. Kirim lagi Begitu terus. Semangat!

    Mba Ade: Alhamdulillah, walo kadang ceplas-ceplos dan banyak yg gak terima ya mba :P

    ReplyDelete
  7. betul mbak, jangan cuma ke 1 penerbit doang trus patah arang.
    coba teruss
    karena kan ya emang tiap penerbit punya 'style' dan kriterianya masing2 :)
    makasih loh infonya, noted, penting membangun network :)
    sipppp

    ReplyDelete
  8. Aahhh.. networking! Itu sebab saya bikin nick name NOE. Nama adalah doa, bukan begitu bukan? Bukaaaan! Hehe ngaco.
    Jadi noe itu adalah sigkatan dari network of excellence. Semoga aku bisa punya banyak teman dan menjalin hubungan baik. Aamiin.

    Mak ini aku dari nurulnoe dot com ;)

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....