Thursday, July 19, 2012

Ditunggu: Gel Hormon sebagai Alat Kontrasepsi Pria


Pagi-pagi, saya sudah membaca celoteh seorang ibu di jejaring sosial yang was-was karena belum datang bulan. Sudah telat dua minggu, khawatir hamil lagi. Padahal, bayinya belum berumur setahun. Maklum, ibu itu belum sempat KB atau menggunakan alat kontrasepsi apa pun. Hanya mengandalkan KB alami, yang hanya dia dan suaminya yang tahu KB apa itu. Perasaan was-was semacam itu juga pernah saya alami, ketika sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi dan hanya mengandalkan KB alami.


Banyak anak, banyak rejeki. Itu kata orang tua dulu. Yang perlu diingat, banyak anak adalah juga banyak amanah. Orang tua tidak bisa semata melahirkan anak, tapi juga harus mampu bertanggungjawab terhadap kehidupan anak-anak itu kelak. Memang, rejeki ada di tangan Tuhan, dan setiap anak sudah ditanggung rejekinya oleh Tuhan. Namun, Tuhan juga memerintahkan kita untuk mencari rejeki, tidak hanya berdiam diri menunggu rejeki itu datang. Dengan semakin banyaknya jumlah anak, berarti semakin besar pula tugas orang tua dalam mencari rejeki untuk bisa menghidupi anak-anak itu. Tugas orang tua juga bukan hanya memberikan nafkah materi kepada anak-anaknya, tetapi juga didikan, arahan, dan asuhan agar anak-anak itu menjadi anak yang salih, baik, berbakti, dan bermanfaat.

Pemerintah Indonesia menganjurkan agar rakyat Indonesia sebaiknya hanya mempunyai dua orang anak. Dengan jargon “dua anak lebih baik,” para pasangan yang sudah menikah, dianjurkan mengikuti program KB. Untunglah, hukum di negara kita tidak seketat di Negara China, di mana para orang tua di kawasan perkotaan hanya boleh memiliki satu anak. Apabila punya anak lebih dari satu, akan dikenai denda dengan nominal yang besar. Tragisnya, bila tak dapat membayar denda, sang ibu akan dipaksa menggugurkan kandungannya, meskipun usia kandungannya sudah tujuh bulan. [1] 

Sedangkan, di Indonesia, mengikuti program KB semata hanya anjuran. Keputusan ada di tangan para orang tua, apakah ingin ber-KB atau tidak. Sebab, manusia hanya bisa berencana dalam menetapkan jumlah anak yang mereka inginkan, Tuhan-lah yang menentukan berapa anak yang kemudian diberikan kepada umat-Nya.

Beberapa alasan mengapa orang tua memutuskan untuk mengikuti program KB, adalah:

Mengatur jarak kelahiran, agar jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat. Beberapa ibu ada yang dikaruniai rahim teramat subur, sehingga besar kemungkinan baru selesai nifas setelah melahirkan anak pertama, sudah hamil lagi anak kedua.

Membatasi jumlah anak, karena telah berencana memiliki dua atau tiga anak saja.

Alasan kesehatan Ibu, misalnya Ibu mengidap penyakit berat tertentu yang akan memberikan risiko tinggi berupa kematian ibu atau bayi, bila sang ibu hamil dan melahirkan.

Tindakan operasi Caesar saat melahirkan, yang hanya boleh dilakukan sampai kelahiran anak ketiga.

 Faktor usia ibu, yang sudah berisiko tinggi untuk melahirkan, semisal telah berusia di atas empat puluh tahun.

Saya pribadi, pernah menyepelekan program KB ini. Dan terbukti, saat si sulung baru berusia tiga bulan, saya sudah hamil lagi anak kedua. Alhasil, saat anak pertama baru berumur setahun, saya sudah punya bayi lagi berumur satu bulan. Jadi, saya harus mengasuh dua bayi dalam satu waktu. Saya mensyukuri kehadiran anak-anak itu, bagaimanapun itu adalah anugerah Allah. Namun, tetap tak dapat disangkal betapa repotnya mengasuh dua bayi dalam satu waktu. Terlebih tempat tinggal saya cukup jauh dari rumah mertua dan orang tua, jadi tidak ada yang dapat membantu saya.

Dalam kondisi ekonomi yang masih merangkak, saya harus membayar jasa pembantu rumah tangga untuk meringankan beban itu. Itupun saya masih kerepotan, dan pernah terdengar gerutuan si bibi terhadap saya, “lagian sih, anak masih kecil, udah punya bayi lagi…..”
Saya dan kedua anak saya yang hanya berbeda usia setahun

Oleh karena itulah, setelah kelahiran anak kedua, saya langsung menggunakan KB Suntik, salah satu alat kontrasepsi hormonal. Dulu, setelah kelahiran anak pertama, saya pernah mencoba KB Pil, ternyata tidak cocok karena timbul flek dan pendarahan selama sebulan. Sebenarnya, beberapa saudara menyarankan agar saya memakai IUD, tapi saat itu belum berani karena membayangkan proses pemasangannya yang sepertinya menyakitkan. Pilihan pun jatuh pada KB Suntik yang lebih praktis dan terjangkau, meski harus diulang.

Mulanya, saya memakai KB Suntik satu bulanan, karena tidak menghentikan menstruasi, alias saya masih bisa mendapatkan menstruasi setiap bulannya. Harganya juga lebih mahal daripada KB Suntik tiga bulanan, karena tidak mengurangi ASI. Begitulah sebagaimana yang dijelaskan oleh bidan tempat saya berkonsultasi. Selama enam bulan, saya menggunakan KB Suntik bulanan, dengan jadwal suntik yang sesukanya. Biasanya saya baru suntik kalau sudah dapat menstruasi, karena itu menandakan saya sudah subur lagi. Kalau belum dapat, meskipun sudah lewat jadwal, saya tidak suntik. Syukurlah, tidak ada kejadian kebobolan akibat suntik suka-suka itu.

Setelah enam bulan, saya beralih ke KB Suntik tiga bulanan, karena khawatir kebobolan, alias hamil di luar rencana. Masalahnya, saya tipe orang yang tidak disiplin untuk melakukan suntik tiap bulan, sering malas berangkat ke bidan atau klinik. Jadi, supaya jadwal suntiknya tidak terlalu cepat, saya pilih yang tiga bulanan. Ternyata, dosis suntik tiga bulanan cukup tinggi. Setiap habis suntik, saya merasakan sakit kepala yang dahsyat. Saya bukan orang yang gampang sakit kepala, kecuali kalau sedang masuk angin berat. Jadi, terasalah akibat dari suntik tiga bulanan itu, berupa sakit kepala yang berat. Saya bertahan dengan KB Suntik tiga bulanan, selama tiga kali suntik. Sejak memakai KB Suntik tiga bulanan, menstruasi saya berhenti sama sekali, hingga suami cemas jika saya menjadi tidak subur lagi. Suami pun menyuruh saya untuk menghentikan KB Suntik itu.

Kelebihan dari KB Suntik, adalah: menghalangi ovulasi atau masa subur, mengubah lender serviks/ vagina menjadi kental sehingga tidak bagus untuk sperma, menghambat sperma dan menimbulkan perubahan pada rahim, mencegah terjadinya pertemuan sel telur dan sperma, serta mengubah kecepatan transportasi sel telur. Singkatnya, dengan menggunakan KB Suntik, tingkat kesuburan ibu akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali, dengan tidak terjadinya menstruasi. Kondisi vagina dan rahim pun menjadi tidak bagus untuk keberlangsungan hidup sperma, sehingga menghalangi pertemuan antara sperma dan sel telur. Efek samping dari KB Suntik adalah dapat meningkatkan berat badan ibu akibat perubahan hormonal dan menurunnya gairah seksual. Selain itu, kesuburan ibu pun tidak dapat kembali seketika, setelah berhenti KB Suntik. Perlu waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kesuburan. KB Suntik juga sebaiknya tidak dipakai dalam jangka panjang, karena bisa mengakibatkan kanker payudara dan osteoporosis.[2] Berdasarkan pengalaman beberapa teman yang menggunakan KB Suntik dalam waktu lama, terjadi perubahan pada kulit wajah, berupa timbulnya flek hitam dan jerawat.

Sementara itu, Pil KB yang tidak cocok untuk saya, adalah alat kontrasepsi berupa pil yang diminum setiap hari secara teratur. Pil KB juga termasuk jenis KB Hormonal, harus diminum di jam yang sama setiap harinya, tidak boleh terlambat sedikit pun. Karena itu, satu pil hanya bermanfaat untuk satu hari. Pil KB berfungsi untuk meniadakan ovulasi atau pengeluaran sel telur dan mengentalkan mulut rahim, sehingga sperma tidak bisa masuk. Pil KB tidak menghentikan menstruasi, justru menstruasi akan menjadi lebih lancar. Kesuburan juga dapat segera kembali seketika setelah pemakaian Pil KB dihentikan. Akan tetapi, kekurangannya adalah, Pil KB harus dikonsumsi secara teratur pada jam yang sama setiap harinya. Kalau terlambat dan saat ada sperma yang masuk ke rahim, bisa terjadi kehamilan. Beberapa keluhan juga terjadi semacam mual, sakit kepala ringan, dan mengganggu pengeluaran ASI. [3] 

KB Suntik dan Pil KB sama-sama tidak boleh digunakan pada wanita yang mempunyai tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, setiap akan menggunakan kedua jenis alat kontrasepsi itu, pasien diperiksa dulu tekanan darahnya.

Setelah berhenti dari KB Suntik tiga bulanan, saya mencoba alat kontrasepsi IUD. Ternyata tidak cocok untuk rahim saya. Bidan mengatakan, ukuran rahim saya lebih pendek daripada ukuran normal IUD, sehingga IUD tidak dapat terpasang di rahim dengan benar. Jika dipaksakan, bisa mengakibatkan pendarahan, dan yang lebih parah adalah kehamilan di luar kandungan.

IUD adalah plastik kecil dan perangkat tembaga yang dimasukkan ke dalam rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih. IUD bisa terpasang selama tiga, lima, bahkan sepuluh tahun. Pada awal pemasangan, pasien harus kontrol lagi sebulan kemudian untuk mengecek posisi IUD apakah ada pergeseran. Lalu, kemudian dikontrol setahun sekali. Apabila pasien tidak rajin kontrol, bisa terjadi risiko semacam pendarahan, kehamilan di luar kandungan, kanker rahim, atau bayi lahir cacat karena posisi IUD sudah bergeser tanpa diketahui oleh paramedis atau kondisi IUD yang sudah tidak layak. Pemasangan IUD sebaiknya pada hari-hari terakhir menstruasi, ketika rahim masih lentur agar tidak sakit. Pemakaian IUD dapat memperpanjang waktu menstruasi, bahkan cenderung mengakibatkan rasa sakit yang berat setiap kali menstruasi. [4]

Jadi, memang tidak ada satu pun alat kontrasepsi yang tidak berisiko. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Setelah tidak menemukan satu pun alat kontrasepsi yang cocok, saya dan suami memutuskan untuk ber-KB secara alami. Mulanya saya coba dengan KB Kalender, meski sebenarnya tidak cocok untuk saya, karena jadwal menstruasi yang tidak teratur. KB Kalender adalah menghitung masa subur seorang wanita, dan dilarang berhubungansuami-istri  pada saat masa subur. Hanya berlaku pada wanita yang mempunyai siklus haid antara  28-35 hari. [5]  Sehingga wajarlah jika saya kadang was-was bila tak segera mendapatkan haid. Begitu juga dengan ibu-ibu lain yang mengandalkan KB Kalender. Khawatir salah perhitungan dan berakibat kehamilan.

Dari sisi suami, bisa menggunakan alat kontrasepsi kondom. Namun, ini juga bukan pilihan yang tepat bagi kami karena tidak nyaman dalam penggunaannya. Akhirnya, kami mencoba juga cara Nabi, atau cara yang sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yang pernah ditanyakan oleh seorang sahabat Nabi. Pada zaman Nabi, menjarakkan kelahiran juga diperbolehkan. Berhubung belum ada alat kontrasepsi, maka caranya adalah dengan Azl, atau membuang sperma di luar rahim. KB Kalender dan Azl sama-sama membutuhkan perhitungan yang matang dan cermat, agar tidak terjadi kehamilan.

Hingga akhirnya, akibat salah perhitungan dan memang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk hamil lagi, saya pun hamil anak ketiga. Dengan usia anak pertama 4 tahun, kedua 3 tahun, lalu adiknya yang akan lahir, saya memutuskan untuk serius ber-KB lagi, usai melahirkan anak pertama. Sebab, saya ingin fokus pada pengasuhan dan pendidikan ketiga anak yang telah lahir ini dulu, berhubung sampai sekarang saya mengasuh mereka sendiri saja. Suami cukup sibuk di kantor, jadi tidak bisa sering membantu. Saya merasakan betapa tinggi tingkat stress yang dialami oleh ibu dengan banyak anak balita, tanpa bantuan siapa pun. Terlebih, saya juga harus mengurusi urusan rumah tangga dan profesi menulis yang sudah saya tekuni sejak lama.

Tapi, alat kontrasepsi apa yang kelak saya gunakan, itu masih membingungkan. Saya sudah mencoba semuanya dan sudah merasakan efek sampingnya. Hingga saya membaca berita di website Voice of America, tanggal 27 Juni 2012, bertajuk “Gel Hormon Menjanjikan Sebagai Kontrasepsi Pria.” Diberitakan bahwa para peneliti sedang mengembangkan kontrasepsi hormonal untuk pria berbentuk gel yang tidak permanen dan hasilnya cukup menjanjikan. Kontrasepsi ini dapat menekan produksi sperma dengan menurunkan level hormon pria.

Nah, selama ini kan alat kontrasepsi lebih banyak untuk wanita, sehingga bisa dibilang bahwa wanita harus banyak berkorban demi tercapainya keluarga berencana. Alat kontrasepsi untuk pria hanya kondom dan steril. Jadi, gel hormon ini bisa jadi tambahan solusi bagi yang ingin ber-KB menggunakan alat kontrasepsi, terutama untuk kaum prianya. Apalagi disebutkan bahwa gel hormon ini sifatnya tidak permanen, di mana sebulan setelah penghentian pemakaian, kesuburan pria akan kembali lagi.

Gel ini sudah diuji pada 56 pria, dan 90 persen dari mereka memiliki konsentrasi sperma kurang dari 1 Juta sperma per millimeter, yang mengakibatkan mereka menjadi tidak subur. Namun, gel ini perlu waktu paling tidak 30 hari untuk bisa memblokir produksi sperma, sehingga tidak bisa langsung bekerja sebagaimana Pil KB. Gel yang dioleskan di kulit ini setiap hari ini dapat mengurangi produksi sperma hingga menjadi lebih rendah dari jumlah normal yang dibutuhkan untuk reproduksi.

Namun, sayangnya, masih dibutuhkan penelitian-penelitian yang lebih besar lagi untuk dapat mewujudkan gel ini, dan menjalani proses regulasi yang cukup panjang agar gel ini bisa dipasarkan. Gel ini juga punya efek samping, yaitu menimbulkan jerawat pada pria dan hormon Nesterone-nya bisa menurunkan libido pria. Sehingga masih dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk meminimalisir efek sampingnya.
Kedua anak saya yang kerap dijuluki "kembar"

Yah, memang alat kontrasepsi apa pun tidak luput dari kekurangan. Pilihan ada di tangan kita, mau menggunakan yang mana, yang paling  kecil risikonya. Atau, bertahan pada KB Alami, asal tepat perhitungan dan konsisten menjalaninya. Berapa pun jumlah anak yang kita rencanakan, keputusannya ada di tangan Tuhan. Jika Tuhan menghendaki jadi, maka jadilah hamil. Asalkan kalau sudah jadi anak, kita harus bisa menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Jangan sampai memilih jalan aborsi, hanya karena takut tidak sanggup merawat anak, karena itu sama saja dengan membunuh ciptaan Tuhan.

22 comments:

  1. Aku belum pernah ber-KB mbak, karena pertimbangan aku dan suami jauh. Kami bertemu hanya empat bulan sekali. Selama ini cuma pakai alat kontrasepsi dari pihak suami. Yah, yang penting asal suami mau. Nantinya pengen gak pakai apa-apa, biar bisa punya si dedek lagi :D
    Untuk ke depan, belum tau mau pakai KB apa karena aku belum pernah memakai jenis KB apapun. Belum ngerasain gimana efek sampingnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gpp, mbak, klo jauh mah... asal suami mau, emang :D

      Delete

    2. Minta izin ikutan nimbrung ya Mbak???
      Anak saya 3 mbak,dgn jarak masing2 2 thn,suami saya enggan utk nambah lg,karena dia ikut menyaksikan proses kelahiran anak ke-3,nah karena itu saya semakin serius ber KB (sebelumnya suami yg pake), ditambah lagi keadaan dimana kami bertemu seminggu sekali atau 2 minggu sekali, setelah konsultasi dengan Bidan setempat,Ibu Bidan menyarankan memakai KB SEKETIKA,dgn arti dikonsumsi hanya bila berhubungan, PASlah utk pasangan spt saya yg jarang bertemu,sudah hampir setahun saya memakainya, utk efek samping,diawal pemakaian ada perubahan hormon,biasanya siklus haid saya 40hari berubah menjadi sebulan 2 x haid dgn masa haid 3hari-6hari, tp sekarang udah mulai normal kembali...

      Delete

    3. Minta izin ikutan nimbrung ya Mbak???
      Anak saya 3 mbak,dgn jarak masing2 2 thn,suami saya enggan utk nambah lg,karena dia ikut menyaksikan proses kelahiran anak ke-3,nah karena itu saya semakin serius ber KB (sebelumnya suami yg pake), ditambah lagi keadaan dimana kami bertemu seminggu sekali atau 2 minggu sekali, setelah konsultasi dengan Bidan setempat,Ibu Bidan menyarankan memakai KB SEKETIKA,dgn arti dikonsumsi hanya bila berhubungan, PASlah utk pasangan spt saya yg jarang bertemu,sudah hampir setahun saya memakainya, utk efek samping,diawal pemakaian ada perubahan hormon,biasanya siklus haid saya 40hari berubah menjadi sebulan 2 x haid dgn masa haid 3hari-6hari, tp sekarang udah mulai normal kembali...

      Delete
    4. KB SEKETIKA apa ya, Mba? Kok saya baru tahu? Dan tidak ada bidan yang menjelaskannya? Tapi saya sudah pakai IUD nih sekarang :)

      Delete
  2. Saya terpaksa berKB karena kalo tidak sepertinya bakalan punya anak 6 deh..... Itupun setelah konsultasi dengan suami dan dokter. Tapi.. Sampe sekarang masih deg-degan wae

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mba Sari. Saya juga nanti harus KB, soalnya termasuk subur. Makasih ya dah mampir.

      Delete
  3. waah.. puanjang banget artikelnya, tapi asyik bacanya.. btw, dua anakmu emang asli kayak kembar ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih dah mampir, mba adeee
      Iya nih, sekarang jg sekolahnya bareeng

      Delete
  4. semoga sukses KB yang terakhir mbak :D.
    tapi kalau dapat cowok lagi, kayaknya nambah tuh biar dapet cewek ...hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaamiiin...
      sementara tiga dulu, mba amalia
      kecuali klo dipercaya lg, hehe

      Delete
  5. beda lg dengan di jerman ...banyak yg ber KB ..tp emang dasarnya ga mau punya anak. padahal kan mereka dapat uang tanggungan yah dari negara setiap bulannya...per anak, per kepala.
    bahkan yang punya anak sampai 10, dikasih satu rumah dari pemerintah.

    btw ... coba mbak nanti kalau dah mau pakai kb lg...coba kb ring aja. pasangnya gampang, dan ga mengacaukan hormon. aman buat busui juga ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Rusia dan Jepang jg dikasih insentif ya, mba Icha, klo mau punya anak lg. KB ring apa tuh? Wah, harus cari info dulu, hehe

      Delete
  6. Panjang banget tulisannya mbak Leyla. Mudah2an tak di kontra-in orang lagi. Ada saja yang kontra dengan materi ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe.. iya, mba Niar... terutama yg berprinsip banyak anak, banyak rejeki.. asal jangan disia-siakan saja rejekinya ;p

      Delete
  7. belum kepikiran KB, lah punya anak aja belum xixixi

    ReplyDelete
  8. wah mantabh ulasannya....
    detail dan pengalaman pribadi....
    I apreciate...
    :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, ya..

      Delete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....