Friday, November 30, 2012

Batik Bikin Aku Makin Cantik


“Kalau sudah nikah, harus selalu cantik di depan suami ya. Jangan pake daster batik, apalagi klo bolong…” kata seorang Ustazah, suatu ketika sebelum aku nikah.

Setelah menikah,

“Kok pake baju ini sih, Mah?” tanya suamiku, memandang daster dari bahan sifon yang kelihatan seksi dengan warna pink berkilau, plus renda-renda di pinggir kainnya.

“Bukannya seksi?” aku balik bertanya. Menurutku, daster gaya orang bule itu memang seksi meskipun gerah dipakainya. Apalagi dengan renda-renda yang menusuk-nusuk kulitku.

“Bagusan juga pake daster batik yang kamu punya itu….”
(aku memang punya daster batik, tapi dipakainya hanya kalau suami sedang ke kantor, alias siang hari. Malam hari, aku pakai baju tidur yang “gaya” biar kelihatan cantik di depan suami, hehehe…)

“Itu mah udah bolong. Jelek, pula….”

“Bukannya lebih seksi kalo bolong…. Lebih bagus lagi kalo….” (ups, sensor… takut ada perawan yang baca :P)

Monday, November 26, 2012

[EnjoyJakarta] Rekreasi yang Murah dan Edukatif di Kebun Binatang Ragunan


“Jadi, kita mau pergi ke mana?”

Selalu begitu pertanyaan yang muncul dari mulut suamiku setiap libur akhir pekan. Sejak menikah, kami memang sering menghabiskan liburan akhir pekan di luar rumah. Liburan itu untuk menyenangkan anak-anak kami yang masih balita dan sehari-hari lebih banyak berada di rumah. Kasihan kalau tidak diajak jalan-jalan, bosan di rumah terus.

Mengubah Dapur Bak Istana, dengan Modena White Series


“Mah, ada makanan apa?” tanya suamiku, suatu hari.

“Gak ada, gak masak. Bingung mau masak apa. Beli aja, deh,” jawabku, asal.

Terlihat wajah suamiku bertekuk-tekuk, cemberut. Kalau sudah begitu, terpaksa deh aku ke dapur. Apa saja bahan yang ada, kumasak jadi makanan meski hari itu aku malas masak. Sebenarnya bukan hanya hari itu aku malas masak. Setiap hari rasanya aku malas masak. Memasak bukan salah satu kegemaranku. Tidak ada “sesuatu” yang bisa membuatku betah berlama-lama di dapur.

“Kok asin, Mah?” tanya suamiku, ketika kami baru menikah dan aku baru menjalani rutinitas memasak. Waktu belum nikah, aku hampir tidak pernah masak. Selalu beli di luar.

“Oh, keasinan ya? Namanya juga baru belajar….” Aku menjawab sambil cemberut. Padahal, memang benar masakanku asin dan tidak karuan rasanya. Tapi kok ya sakit hati juga dikritik, hehe…..

Di lain waktu,

Saturday, November 24, 2012

Di Balik Nama Muhammad Salim Luthfi

M. Salim Luthfi
saat berusia 2 minggu

20 September 2012
Dua jam setelah proses persalinan, aku sudah bisa membuka mata (setelah tertidur lelap karena kecapaian). Kupandangi bayi mungil di sampingku, yang terbungkus kain bedong dengan rambut lengket karena belum dimandikan. Suamiku memandangi kami bergantian, lalu menanyakan satu hal:

Hujan Kita Tak Sama


Hujan di tempatku tak sama dengan hujan di tempatmu
Di tempatku, aroma tanah basah menguar usai deras air hujan mencium tanahku
Di tempatmu, aroma kesturi menguar usai deras bom Fosfor mencium tanahmu

Tuesday, November 20, 2012

[JEDA] SAVE GAZA


“Rasulullah bersabda, ‘Senantiasa ada segolongan dari umatku yang berada di atas kebenaran dan menghadapi musuh mereka dengan kekuatan. Tak ada yang bisa memberi mudharat kepada mereka sampai Allah mendatangkan urusan-Nya sementara mereka tetap berada dalam kondisinya (tetap di atas kebenaran dan berjuang dengan kekuatan).’ Para sahabat bertanya, ‘Di mana mereka ya, Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Di Baitul Maqdis dan sekitarnya.” HR. Ahmad.

[JEDA] Tukang Bubur Naik Haji

Ada yang beda dari gerobak tukang bubur yang jualan di komplek perumahan tempat saya tinggal.
Di gerobak itu ada tulisan: "Anak Yatim Makan Gratis."

Wah, kejutan besar, nih! Kok tumben tukang bubur menggratiskan anak yatim? Yaaa... soalnya sudah lima tahun yang lalu dia jualan bubur... baru tahun ini buburnya gratis untuk anak yatim. Apakah ada "sesuatu" yang menggerakkannya?

Saya cuma menebak-nebak. Apakah dia terinspirasi dengan sinetron "Tukang Bubur Naik Haji? Ternyata tebakan saya benar. Baru tadi pagi dia menyebutkan, berharap bisa naik haji dengan menggratiskan anak yatim makan buburnya. 

Hmmm... dari sini saya berpikir, betapa media bisa menginspirasi seseorang untuk melakukan sesuatu, apakah itu kebaikan ataupun keburukan. Tentu saja, para penulis termasuk pegiat media, lewat tulisannya yang dipublikasikan. Bagus, jika kita bisa menginspirasi seseorang melakukan kebaikan melalui tulisan yang kita sebarkan. Insya Allah menjadi pahala yang tak putus-putus.  Bagaimana jika kita menyebarkan keburukan?

Saatnya berhati-hati lagi menulis..... 

Sunday, November 18, 2012

Memulai Bisnis dengan Menguasai Dunia Digital


Sekadar ilustrasi:

Emak: (lewat di depan kamar Soni, kesal melihat anaknya masih tiduran di kasur sambil fb-an) “Son, pagi-pagi udah fb-an mulu luh…. Cari kerja ngapah!”

Soni: “Ini juga kerja, Mak. Soni pan lagi dagang.”

Emak: “Ngimpi lu. Dagang kagak ada barangnya. Mending lu cari kerja sono daripada ngabisin pulsa bae…”

Soni: “Ada, Mak, barangnya, di supplier. Soni cuman nawarin aja ke calon pembeli.”

Emak: “Calon pembeli apa? Mana orangnyaaa? Buruan bangun, kalo kagak Emak siram pake aer…”

Soni: “Aaaah… Emaaaak… ini Soni lagi dagaaaang…. *&^%$#@%^&%.”

[JEDA] Lingkaran Kemiskinan yang Tak terputus

Aku        : "Bi, anaknya umur berapa?"

Pembantu: "16 tahun."

Aku        : "Perempuan atau laki-laki?"

Pembantu: "Perempuan."

Aku        : "Masih sekolah?"

Wednesday, November 14, 2012

[JEDA] Jangan Sia-Siakan Waktu

"Dulu dia normal, bisa kerja. Terus ada orang yang mukul kepalanya dari  belakang. Akhirnya jadi gitu, deh...."

Ibu itu menjelaskan kepada saya perihal kondisi putranya yang "idiot." Perilakunya yang "nyaris" seperti orang gila itu, semula saya pikir karena bawaan sejak kecil. Meskipun usianya sudah di atas 30 tahun, perilakunya seperti anak kecil. Suka berbicara sendiri, memberi makan ayam dengan buah alpukat, marah-marah, dan muntah-muntah. Tak disangka bahwa pukulan pada belakang kepalanya-lah yang membuat otaknya mengalami kemunduran. 

Mari Menjadi Bangsa Mandiri


Jika Anda mau berjalan-jalan ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Listrik dan transportasi umum, Anda akan dengan mudah melihat  pemandangan seperti di atas. Ironis, karena daerah yang menjadi pusat pemerintahan dan tentunya dekat dengan pengambil keputusan, masih didapati warga miskin yang tinggal di rumah tidak layak pakai, bahkan tidak punya rumah. Perumahan kumuh berdampingan dengan gedung-gedung pencakar langit, menjadi pemandangan yang biasa saja. Tak mengganggu citra sebuah ibukota negara yang semestinya menampakkan kemakmuran dan kesejahteraan, setidaknya di ibukotanya.


Tuesday, November 13, 2012

[Kontes Foto] Angry Baby, Angry Kid


Gara-gara melihat berita di sebuah situs berita tentang kontes foto bayi yang sedang marah, saya jadi ingin membuat kontes foto serupa. Kayaknya seru juga mengabadikan wajah unik anak-anak kita atau keponakan juga boleh, kalau sedang marah. Hanya untuk mengingatkan bahwa mereka juga bisa marah, bukan orang tuanya saja, hehehe....

Monday, November 12, 2012

Crying Winter: Antara Buku dan Hape

Judul: Crying Winter
Penulis: Mell Shaliha
Penerbit: Diva Press

Akhirnya saya berhasil juga menamatkan buku ini, setelah dikirimi inbox oleh penulisnya, hehe…. Ya, belakangan ini, tepatnya setelah si baby lahir, saya jadi sulit meluangkan waktu untuk membaca buku. Padahal, sebelum buku ini sampai ke tangan saya, gratis dari penulisnya, saya sudah punya beberapa novel yang mengantri dibaca. Dan sebenarnya, saya punya waktu untuk membaca buku, misalnya saat sedang menyusui. Tapiiii…. Gara-gara menang lomba blog berhadiah pulsa 300 ribu (dua lomba blog, masing-masing dapat pulsa 150 ribu), ponsel pintar saya yang biasanya tergeletak tak berdaya, kini jadi tak bisa lepas dari tangan. Kegiatan saya saat luang, ya browsing, fb, twitter. Apalagi setelah kena virus para quiz hunter, saya ikut-ikutan jawabin kuis di twitter. Iseng-iseng berhadiah. Ada yang menang, lebih banyak yang gagal. Pengalaman hadiah terbesar dapat 2,5 juta dari jawab kuis. Ups… ntar pada ikutan juga, lagi! Mending jawab kuis ya daripada nulis buku, hihihi…..

Friday, November 9, 2012

Ketika Ibu Rumah Tangga Mengidap HIV/AIDS


Setiap kali mendengar kata HIV/AIDS, kita langsung berpikir bahwa penyakit itu adalah penyakit “kotor” yang mengerikan, belum ada obatnya, dan diidap oleh orang-orang yang bergelimang maksiat, seperti pekerja seks komersial, homoseksual, dan pemakai narkoba jarum suntik.

Info Kirim Naskah: Majalah Noor Muslima

Bagi rekan-rekan semua yang berminat mengirimkan naskah cerpen, cerbung dan puisi, bisa dikirimkan ke Majalah Noormuslima.

email redaksi : redaksi.nurmuslimah@gmail.com
syarat dan ketentuan :
* naskah sesuai dengan visi dan misi majalah noormuslima
*puisi maksimal 1 halaman A4
*cerpen, 3-4 halaman
*cerbung maks 50 halaman
*sertakan biodata lengkap dan no rekening.

Monday, November 5, 2012

Seandainya Aku Jadi Ketua KPK, Hmmm....


Aku menekuri file-file kasus korupsi yang sedang kutangani. Ada beberapa kasus besar yang sedang kutangani, selain kasus-kasus “kecil.” Century, Wisma Atlet Hambalang, Simulator SIM, adalah beberapa kasus besar yang melibatkan “orang-orang besar.” Sebagai ketua KPK, aku memiliki rencana-rencana kerja yang akan kulakukan demi mengusut tuntas semua kasus korupsi, menangkap para koruptor, dan membebaskan Indonesia dari perilaku korupsi.

Saturday, November 3, 2012

Catatan Menjelang Kelahiran Anak Ketigaku

Foto saat usia kandungan 7 bulan, yang disangka
sudah 8 bulan

















20 September 2012
Dini hari, jam 3.30, putra ketigaku, Muhammad Salim Lutfi terlahir ke dunia. Bertepatan dengan hari di mana rakyat Jakarta akan memilih calon pemimpin baru. Rasa syukur tak terhingga membuncah dariku dan suamiku. Inilah putra ketiga kami yang kelahirannya dinantikan sejak sepuluh hari sebelumnya.

Di 31 Tahun-ku

1 November 2012

Mungkin ini pertama kalinya aku menulis catatan tentang hari ulang tahunku/ milad/ birthday/ apa pun namanya. Entah apa yang mendorongku untuk menulis ini, sebab sejak beberapa tahun lalu, aku tak pernah menganggap penting lagi ulang tahun. Tapi, mungkin bagus juga jita pertambahan usiaku kali ini kuabadikan di sebuah catatan singkat. 

Thursday, November 1, 2012

Pencapaian Tertinggiku: Ibu Rumah Tangga yang Penulis


Pekerjaan           : Mengurus Rumah Tangga
Profesi               : Penulis

Sayang, tulisan “profesi” itu tidak tercantum dalam KTP-ku, hehe…. Apa pun, aku lega akhirnya aku menjalani apa yang ingin kujalani sejak masih remaja. Ya, ibu rumah tangga yang penulis, sebuah impian yang sudah kudambakan sejak masih remaja. Tak pernah aku berpikir untuk bekerja kantoran karena sifatku yang tak suka dikekang. Aku lebih suka bekerja sendiri, dengan waktu dan pekerjaan yang kutentukan sendiri. Dan yang lebih kusukai adalah adanya jadwal tidur siang. Pikir punya pikir, menjadi penulis lepas adalah profesi yang tepat untuk sifatku yang independen itu.

Novel pertamaku yang diterbitkan,
sekaligus menjadi juara kedua sayembara menulis novel
Namun, tak mudah untuk mencapai impian itu. Baiklah, aku ceritakan dulu prosesku meraih gelar sebagai “penulis.” Dulu, aku belum mengenal blog. Aku belum tahu bahwa kita bisa mempublikasikan tulisan kita di blog. Bahkan banyak kesempatan menulis di blog yang mendapatkan hadiah. Aku hanya tahu media majalah dan buku. Targetku pertama kali adalah, tulisanku dimuat di majalah, lalu diterbitkan menjadi buku. Prosesnya tidak mudah. Aku harus mengalami berulangkali penolakan dari redaktur majalah dan editor penerbit. Banyak alasan mengapa tulisanku ditolak. Jika aku mengirim 10 cerpen ke majalah, maka yang dimuat hanya satu. Menerbitkan buku jauh lebih sulit. Padahal, saat itu prosesnya tak semudah sekarang. Naskah harus diprint dulu dan dikirim melalui Pos. Sekarang, beberapa penerbit menerima naskah melalui surel.  

Perasaan kecewa ketika cerpen tidak dimuat, tidak sebesar saat novel-novelku ditolak penerbit. Sebab, mengirim novel membutuhkan biaya yang lebih banyak daripada mengirim cerpen. Kalau cerpen hanya sekitar 6-10 halaman, novel bisa ratusan halaman. Biaya pos-nya juga lebih besar. Coba hitung saja berapa modal yang harus kukeluarkan untuk mengirim naskah:

Biaya rental komputer, karena belum punya komputer: RP 2.500 per jam
Biaya print naskah, Rp 500/ lembar
Biaya Pos, dihitung per kg.

Waktuku kini lebih banyak
untuk anak-anak
Sedangkan dulu aku hanya mahasiswa yang masih meminta uang dari orang tua. Kalau novel ditolak, duh, sedihnya. Tentu saja setiap penulis berpikir bahwa karyanya sudah bagus. Aku sendiri baru sadar kalau naskahku ada kekurangan, setelah bertahun-tahun kemudian, ketika kualitas tulisanku sudah meningkat, hehe… Tapi, pada waktu tulisan baru ditulis, yang ada di pikiranku hanyalah bahwa aku sudah melakukan yang terbaik, jadi tulisanku sudah yang terbaik.

Jalanku terbuka ketika aku mengikuti lomba menulis novel yang diadakan sebuah penerbit. Aku menjadi pemenang kedua, untuk naskah yang pernah ditolak sebuah penerbit. Bahkan, novelku itu menjadi best seller. Sejak itu, terasa mudah bagiku untuk mengirim naskah ke penerbit. Beberapa penerbit dengan suka cita menerima naskahku. Dalam setahun, ada 3-4 bukuku yang diterbitkan oleh penerbit yang berbeda-beda. Bisa dikatakan itu adalah masa keemasanku.

Ketika aku sudah merasa puas dengan dunia menulis, kuputuskan untuk membagi duniaku dengan seorang lelaki, dan kelak tiga orang anak yang lahir dari rahimku. Saat itulah tercapai impian yang telah ada sejak remaja. Pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak, mengantar anak sekolah, mengurus rumah tangga, lalu menulis di saat luang.

Tidak ada yang salah dengan bermimpi, meskipun impian tak seindah kenyataan. Nyatanya, kegiatan menulis tak dapat selalu lancar dan beriringan dengan kegiatan mengasuh anak. Terlebih anak-anakku masih kecil-kecil. Ada saja godaan untuk tidak menulis, karena harus melayani kebutuhan mereka. Kadang kala aku kesal karena keinginan menulis tak dapat disalurkan, tetapi sering kali aku bahagia kala memandang wajah lelap mereka dalam tidurnya.

Sungguh, tak mudah rupanya bekerja dari rumah dengan tanpa seorang asisten pun yang membantu mengasuh anak. Anak-anak benar-benar masih membutuhkan perhatian ibunya. Ada saja ulah mereka untuk mencari perhatianku kala aku sedang memadu kasih dengan komputer bututku. Yang minta dibuatkan susu, yang minta mainan, yang ngacak-ngacak rumah, dan lain-lain. Di sinilah aku ditantang untuk menulis tanpa konsentrasi. Aku tidak  bisa benar-benar fokus pada tulisanku, ada saja gangguannya.

Alhamdulillah, meskipun repot dengan urusan mengasuh anak, aku masih bisa sesekali menulis. Bahkan mengikuti lomba menulis novel lagi, saat anak keduaku baru berusia enam bulan. Tak disangka, aku bisa menyabet juara ketiga. Kadang kala semangat menulis datang dan pergi, seiring dengan adanya motivasi dan kekecewaan. Target-target dipasang, dan beberapa harus diikhlaskan pergi karena ketiadaan waktu untuk menulis. Toh, aku tetap di sini, di depan meja komputer bututku, berusaha untuk tetap menulis, meski tak selalu bisa menulis.
Menjadi juara ketiga dalam lomba novel lagi,
saat sudah punya dua anak

Sebaliknya, kerapkali aku merasa bersalah ketika telah berjam-jam duduk di depan komputer, mengeluarkan semua isi kepalaku, sementara anak-anakku bermain sendiri. Aku merasa telah menelantarkan mereka. Jadi, seasyik apa pun aku menulis, aku harus bisa menghentikannya tatkala sudah melampaui batas waktu. Aku harus kembali kepada anak-anakku, meski masih banyak ide-ide di kepalaku yang ingin kutuangkan. Sebab, inilah jalan yang sudah kupilih; menjadi ibu rumah tangga yang penulis.