Alkisah, di sebuah grup penulis
digelar tanya jawab mengenai seberapa sering teman-teman penulis di grup itu membeli
dan membaca buku? Ada budget khususnya kah? Berapa budgetnya? Tak disangka,
beberapa penulis mengaku tidak sering membeli (dan membaca buku) karena
keperluan dapur/ sekolah/ kuliah masih lebih penting (ya iya, sih).
Paling-paling baca buku dari hadiah kuis atau dikasih teman sesama penulis
(tepok jidat).
Sebagai salah satu penulis, yang
pertama kali membuat saya tertarik ingin menulis adalah karena sering membaca.
Dulu, saya gemar sekali membaca. Setelah punya uang saku sendiri, saya harus
membeli buku minimal sebulan sekali. Koleksi buku saya berkardus-kardus.
Tentunya karena dulu belum menikah, saya bisa memilih antara membeli buku dan
membeli baju. Setelah menikah, jujur saja saya juga kesulitan membeli buku. Saya
memilih menjadi ibu rumah tangga total dan tanpa penghasilan (saking sibuknya
urus anak, jadi gak nulis). Suami gak ngasih budget buku, karena uang yang ada
hanya cukup untuk keperluan rumah tangga. Rasanya kosong sekali karena nyaris
tidak pernah membaca buku baru lagi. Saya juga kesulitan mengembangkan
cerita-cerita saya. Gak up to date dengan perkembangan dunia kepenulisan, apa
naskah yang sedang diinginkan oleh penerbit. Otomatis, kualitas menulis pun
tidak ada peningkatan.
Akhirnya, saya paksakan lagi
membeli buku. Saya coba berhemat dari pengeluaran rumah tangga. Alhamdulillah,
saya bisa beli buku lagi walaupun mencari yang diskon besar atau obral. Yang
penting kan baca. Saya juga disadarkan oleh seorang penulis, sebut saja namanya
Riawani Elyta (yah, memang namanya itu sih). Dia mengeluhkan borosnya
pengeluaran untuk membeli buku. Bahkan, gajinya sebagai aparatur negara, lebih
banyak digunakan untuk membeli buku baru. Dia sangat update dengan buku baru.
Apa hasilnya? Gak heran sih, bagi kamu yang
sudah membaca novel-novelnya, akan menemukan ide-ide luar biasa, diksi di luar
biasa (kategori cerdas), dan produktivitas yang tak tertandingi. Setahun
kemarin, dia menerbitkan sembilan buku dengan pengerjaan deadline yang ketat.
Itu memang bisa dikatakan sebagai
balasan dari kecanduannya membaca buku. Dia sudah mengumpulkan ilmu menulis di
kepalanya, sehingga ketika waktunya digunakan, semua idenya mengalir lancar.
Dia baru dua tahun memasuki dunia tulis menulis (tiga tahun dengan sekarang),
tapi gaya menulisnya sudah seperti yang bertahun-tahun menulis. Dia memenangkan
banyak perlombaan menulis, sampai-sampai saya jiper duluan kalau dia sudah ikut
jadi peserta di lomba yang saya ikuti, hiiiy….. Padahal…. Saya lebih dulu
nyemplung menjadi penulis. Berapa banyak penulis senior yang karyanya masih
begitu-begitu saja? Banyaaaaak. Kenapa? Karena mereka lebih sering menulis
daripada membaca, bahkan sudah malas membaca lagi. Jadinya ya karyanya
begitu-begitu saja.
Beberapa penulis senior bahkan
hanya mengandalkan pengalaman hidupnya saja. Kalau pengalamannya sudah habis,
apa lagi yang mau ditulis? Sebab, menulis itu menyatukan kepingan-kepingan
imajinasi. Sebelum kita menuangkan imajinasi kita, ada baiknya menyimak
imajinasi orang lain. Menyelami kehebatan mereka dalam menyusun cerita.
Menyerap diksi-diksi baru yang berhamburan dari kepala penulis lain. Belajar secara otodidak itu ya
dari membaca buku karya orang lain.
Ada satu kata yang akhir-akhir
ini saya temukan di buku beberapa teman penulis: KELINDAN. Anda tahu apa artinya?
Ternyata, kata kelindan ini pertama kali digunakan oleh Afifah Afra. Lalu,
beberapa teman penulis ikut-ikutan memakainya. Bagi kita, ini termasuk kosa
kata baru (di luar kata yang biasa digunakan). Dan begitulah sastra, memang
selalu mengenalkan kosa kata baru. Semua itu bisa didapat dari membaca buku.
Jadi, kalau penulis saja masih
sayang beli buku dan jarang baca buku, apa kata dunia? Kalau penulis saja
jarang membeli dan membaca buku, bagaimana yang orang awam (bukan penulis)? Bagaimana
supaya bisa rutin membeli buku? Mungkin bisa dengan menabung recehan kembalian
belanjaan. Harga buku memang melambung tinggi. Uang Rp 50 ribu saja sudah sulit
mencari buku yang bagus. Siasati dengan mencari diskonan. Ada penjual buku di
online shop yang mencerca pemburu diskon. Katanya, mencari diskonan itu tidak
menghargai jerih payah penulis. Menurut saya, lebih baik beli yang diskon
daripada gak beli, kan? Harga buku netto itu sebenarnya hanya 40%, 60% nya
harga distributor. Jadi, kalau kita beli yang diskon 20%, distributor masih
untung 40%. Lain halnya kalau buku itu diobral 50%, biasanya berpengaruh ke
penerimaan royalty penulis yang dipotong setengahnya. Naas memang nasib
penulis. Royalty hanya 10%, dipotong 5% sebagai kompensasi dari obral bukunya.
Padahal, diobral 50% pun distributor masih untung 10% ya, tapi sedikit sekali
memang untungnya, hehehe…..
Untuk membantu penulis dan
penerbit, kalau kamu dapat buku gratisan, misalnya dari kuis yang diadakan
penulis atau penerbitnya, usahakan membuat reviewnya di blog atau sosmed lain. Ini
untuk mendukung perkembangan dunia literasi. Apalagi kalau buku itu bagus,
dunia harus tahu ada buku bagus yang kamu baca. Ironisnya, sudah dapat buku
gratis, eh bukunya hanya dibiarkan teronggok di bawah kasur. Gak dibaca,
apalagi direview. Lebih baik kan dikasih ke orang yang benar-benar akan
memperlakukannya dengan baik.
Buku adalah gudangnya ilmu. Gak
baca buku ya gak berilmu. Kok penulis
jarang baca buku…?
aduuuh... tersindir. aku suka buku gratisan. dan bacanya lamaaa :(
ReplyDeleteHwaa kenapa pulak si aparatur negara yg boros beli buku itu nongol di sini ?:-) Etapi thn ini aq gak boros lg koq *tobat*, lbh sering barter pinjem ketimbang beli, or nunggu hadiah ngereview, hehe
ReplyDeleteMenjadi penulis sebuah blog, sy pikir isi kepala dan pengalaman sudah cukup mengisi satu atau dua artikel pd blog saya tapi ternyata tidak.
ReplyDeleteKembali harus di sadari bhw membaca adlh sarana menambah ilmu menuangkan kemampuan dari seni menulis.
Terima kasih masukannya.
Wah... mbak Leyla.. bener banget semua yang mbak tulis di atas itu.
ReplyDeleteMemang dengan membaca akan banyak pengetahuan dan wawasan baru yang akan membuat diri kita lebih berkembang.
Aku sendiri termasuk pemburu buku2 diskon.... baca buku bagus tapi telat karena nunggu diskon itu aku banget....
Alhamdulillah, sudah dapat beberapa buku gratis pula dan selama ini aku usahakan untuk aku resensi.
setuju Bund, tapi jujur emang berat sih kadang gak tega juga pake gaji buat beli buku, hehe tapi sekarang udah tegaan, yg pasti dalam beberapa bulan harus beli buku biar bisa update kosakata baru dan pemikiran baru :)
ReplyDeleteaku tergantung mmod kalau baca mbak :)
ReplyDeleteHuhu.. saya belum sempat ngereview buku gratisannya dari mbak ni.. diusahakan secepatnya.. semangat!!!
ReplyDeleteUgh... tersindir dakuh. Aku jarang langsung bikin review kalo selese baca karena... belon ada waktuuuuhhh. Begitu selesai baca raih buku yang lain.
ReplyDeleteUwoww...jadi malu, aku pun begitu, semakin banyak buku yang ditimbun... x)
ReplyDeleteGood article.... Like it... :)
ReplyDelete