"Beli rokok Bu...."
Anak SMP itu menyodorkan uang Rp 2.000 kepada penjaga warung di depan saya, yang langsung ditukar dengan dua batang rokok. Saya hanya melongo menyaksikan anak SMP membeli rokok yang akan dihisapnya sendiri, seperti membeli snack seribuan. Harga Rp 20.000 per bungkus isi 24 batang, berarti per batangnya tak sampai Rp 1.000. Pantas saja jika merokok sudah seperti mengisap permen karena harganya sangat murah.
Alhamdulillah suami dan bapak saya tidak merokok, jadi saya tidak pernah membelikan rokok untuk mereka. Akan tetapi, saya pernah merasakan betapa menyebalkannya membelikan rokok untuk para tukang bangunan di rumah saya. Dalam sehari, mereka dijatah 2 bungkus untuk 2 orang.
Itupun masih kurang, karena mereka mengisap rokok seperti asap pabrik, alias ngebul terus. Dan kalau dihitung biayanya per bungkus Rp 20 ribu dikalikan dua, yang mana itu termasuk ke dalam ongkos jasa renovasi rumah, sudah tentu membuat kepala saya ikut mengebul karena kesal. Belum lagi rumah saya yang sedang direnovasi pun penuh dengan asap rokok, meskipun sudah menutup pintu kamar. Itu karena saya masih tinggal di dalam rumah yang direnovasi, karena renovasi hanya dua ruangan.
Untungnya, renovasinya hanya berlangsung selama sebulan. Coba kalau saya menikah dengan seorang perokok aktif dan suami saya terus ngebul seperti itu? Tak heran jika belakangan sering terjadi kasus bayi meninggal karena pneumonia akibat bapaknya seorang perokok yang tetap merokok di dalam rumah dan di sekitar bayinya. Tega sekali, itu sama saja bapak membunuh anaknya tanpa sadar.
Intinya, saya bersyukur sekali mendapatkan suami yang tidak merokok. Sesuai dengan mimpi dan cita-cita sebelum menikah. Dulu saya tanya ke suami, mengapa dia tidak merokok sedangkan bapaknya seorang perokok aktif? Suami menjawab, "mahal biaya beli rokok. Buat apaan juga ngerokok? Nggak ada gunanya." Alhamdulillah... coba bayangkan kalau suami saya juga merokok. Pastilah saya pusing tujuh keliling karena uang belanja juga harus dipotong untuk beli rokok. Suami tidak merokok saja, saya pusing beli susu anak dan diapers.
Sebagai ibu rumah tangga yang 100% nafkah ditanggung suami, saya harus lebih selektif lagi mengatur pengeluaran rumah tangga. Ibu mertua saya pun pernah mengeluhkan kebiasaan merokok bapak mertua yang menggerus uang belanja. Kabarnya sekarang bapak mertua sudah mengurangi rokoknya dari 3 bungkus sehari menjadi 1 bungkus sehari. Lalu, bagaimana anak-anaknya tetap sehat meskipun bapak mertua merokok? Itu karena dulu ibu dan bapak mertua menjalani LDM (Long Distance Marriage) dan bapak mertua hanya pulang seminggu sekali. Nah, kalau yang suaminya selalu di rumah dan merokok sampai 3 bungkus sehari, bagaimana?
Memang sih bisa berdalih, suami merokok di luar rumah saja (meskipun itu sulit, terutama untuk perokok aktif yang tiap 15 menit harus ngebul). Tetap saja dampaknya ke kantong kita, karena uang belanja berkurang. Saya juga pernah melihat ibu-ibu yang belanja di warung dan salah satunya membeli rokok, lalu dia mengeluh, "Duh, harga rokok segini, mending beli beras deh...." Padahal, itu harga rokok masih murah lho, karena belinya sebungkus jadi terasa mahal. Ya iya, uang Rp 20.000 itu bisa untuk beli beras 2 liter.
Apalagi jika uang Rp 20.000 itu berada di tangan orang miskin. Berapa banyak kehidupan yang terangkat jika keluarga miskin tidak membeli rokok? Uang itu bisa untuk beli susu, buah, makanan bergizi untuk anak-anak, bahkan buku bacaan untuk mencerdaskan anak. Sayangnya, biarpun miskin, seorang bapak lebih memilih membeli rokok daripada kebutuhan anaknya. Yang penting anak sudah makan dengan nasi dan lauk seadanya.
Ibu Rumah Tangga dan Semua Perempuan Harus Dukung #RokokHarusMahal
Jadi, setuju nggak Bu kalau kita semua harus mendukung kenaikan harga rokok jadi Rp 50.000 per bungkus? APA?! Nanti uang belanja jadi lebih banyak berkurang dong.... Ya tidak, justru itu untuk menyadarkan para suami bahwa harga rokok itu sangat mahal. Jangan sampai anak-anak tidak makan hanya karena uang belanjanya untuk beli rokok bapaknya. Supaya lebih jelas informasinya, saya sampaikan hasil talkshow serial Rokok Harus Mahal di program radio Ruang Publik KBR, yang episode pertamanya disiarkan tanggal 11 Mei 2018 lalu pada pukul 09.00-10.00 WIB di greenradio 96.7 FM Pekanbaru.
Siarannya juga dapat disimak di 104 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua. Khusus Jakarta, dapat disimak di 89,2 Power FM. Kalau nggak punya radio, gimana? Bisa streaming di fanspage Kantor Berita Radio-KBR, website www.kbr.id, dan aplikasi KBR Radio di android dan IOS. Ada Ibu Nina Samidi, Communication Manager Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Ibu Dr Fauziah, M.Kes yang seorang Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia IAKMI Riau.
Ibu Nina menjelaskan tentang harga rokok di Indonesia yang berada di urutan ketiga termurah di ASEAN karena masih ditemukan harga rokok per bungkus Rp 5000 dan per batang Rp 500. Harga rokok ini sangat terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. (Ya iyalah... rokok Rp 500 itu sama dengan harga 2 butir permen). Harga rokok di Indonesia ini sangat terjangkau setelah Singapura dan Brunei. Itupun di dunia negara tersebut, harga rokok lebih mahal daripada di Indonesia tapi rata-rata pendapatan masyarakatnya jauh lebih tinggi sehingga bagi mereka ya tetap terjangkau.
Ironisnya lagi, di Indonesia ini rokoknya bisa dibeli satuan atau batangan. Ya seperti contoh di atas. Anak SMP bisa banget beli rokok per batang karena cuma Rp 1.000. Di Australia, harga rokok per bungkus mencapai Rp 300.000 lho. Sedangkan di Thailand sudah mencapai 20 dolar per bungkus yang kurang lebih Rp 200.000-an. Apa dampaknya? Ternyata, jumlah perokok memang berkurang setelah harganya dinaikkan jadi super mahal. Berarti kebijakan itu sangat efektif, kan. Ya iyalah, kalau harga rokok Rp 200.000 per bungkus, sepertinya bapak-bapak akan berusaha keras mengurangi rokok.
Mengapa kebijakan kenaikan harga rokok ini perlu diterapkan? Itu karena ancaman soal rokok dapat membahayakan kesehatan belum mempan. Masih banyak lho perokok yang berdalih kesehatannya baik-baik saja meskipun merokok. Termasuk bapak mertua saya yang terlihat sehat di usia 60-an. Padahal sebenarnya tidak juga, karena bapak mertua pernah masuk rumah sakit akibat batu ginjal yang kata dokter diakibatkan oleh kebiasaan merokok.
Itulah yang menjadi perhatian dari Ibu Dr. Fauziah, seorang dokter khusus di Provinsi Riau yang telah bekerja sebagai Kepala Puskesmas Kabupaten Kampar dan kini di Dinas Kesehatan Riau. Beliau menyaksikan sendiri anak-anak SMP membeli rokok dengan harga murah. Dampaknya pada kesehatan, menyebabkan penyakit CA Paru dan Jantung Koroner. Apalagi kalau sudah merokok sudah muda, bisa dibayangkan ya seberapa banyak kerusakan yang terjadi pada paru-paru dan jantung.
Lalu, saat menjadi tim kesehatan haji Indonesia, Dr. Fauziah menemukan banyaknya rokok di dalam kamar jemaah haji. Ternyata mereka membawa rokok ke Arab bukan hanya untuk diisap sendiri tapi juga untuk dijual dengan harga Arab Saudi, mengingat harga rokok di Arab jauh lebih mahal. Mahalnya sampai 4-5 kali lipat harganya dibandingkan dengan di Indonesia. Hadeuuh... pintar sekali ya triknya. Nah, di Arab itu, saking mahalnya harga rokok, yang merokok ya hanya "juragan" atau orang-orang dengan ekonomi tinggi. Orang miskin tidak berani merokok, karena tidak mampu membelinya.
Jadi, ibu rumah tangga dan para perempuan harus dukung rokok mahal, agar kesehatan suami dan anak-anak terjaga. Kesehatan dompet juga aman. Ya kan biaya rokok selain bisa dialihkan ke susu dan makanan bergizi untuk anak, juga bisa untuk beli baju dan produk perawatan tubuh, Bu, supaya suami makin cinta hehehe.... Ssst... sebentar lagi lebaran. Kebutuhan melonjak. Beli rokok? No way!
Dampak Negatif Rokok Mahal Benarkah Merugikan Petani Tembakau dan Pedagang Kelontong?
Ada lagi alasan mengapa para perokok tidak mau berhenti merokok dan sangat khawatir kalau rokok dinaikkan harganya. Kalau rokok tidak laku, bagaimana nasib petani tembakau? Apakah mereka akan rugi? Dan bagaimana juga nasib pemilik warung rokok yang kehilangan salah satu produk jualannya? Ibu Nina menjelaskan bahwa kenaikan harga rokok sama sekali tidak mempunyai dampak positif maupun negatif untuk para petani tembakau karena sekitar 60% tembakau itu diimpor dari Cina. Jadi, jangan salah, yang bapak-bapak isap itu sebagian besar rokok yang tembakaunya dari Cina lho.
Jadi, mau harga rokoknya mahal atau murah, petani tembakau di Indonesia tetap sengsara. Sebab, tanah Indonesia ini sebenarnya tidak bisa ditanami tembakau karena tembakau hanya bisa ditanam di musim kemarau. Nah, musim kemarau di Indonesia ini kan tidak jelas. Contohnya sekarang ini di bulan Mei seharusnya sudah musim kemarau tapi jelang Ramadan kemarin malah hujan deras. Kalau tanaman tembakau itu terkena hujan, ya gagal panen. Para petani tembakau bisa berubah menanam komoditi lain, selain tembakau, jika harga rokok dimahalkan dan tak ada keuntungan dari menanam tembakau. Masih beralasan petani tembakau akan merugi kalau harga rokok dimahalkan?
Bagaimana dengan warung-warung yang menjual rokok? Rokok itu kan produk laris. Pastinya warung-warung akan rugi kalau tidak menjual rokok. Jangan salah. Komnas Pengendalian Tembakau pernah memberikan penghargaan kepada seorang pengusaha ritel di Jawa Tengah yang menolak menjual rokok di toko-toko ritelnya. Ternyata tak ada kekurangan pendapatan walaupun beliau tidak menjual rokok. Seorang pengusaha di Bogor juga mencoba melihat perbandingan jika dia hanya menjual sembako dan jika dia menjual sembako beserta rokok. Setelah tidak berjualan rokok, keuntungan warungnya tidak berkurang. Rupanya keuntungan dari jualan rokok itu kecil sekali kok. Jadi, tidak usah takutlah kalau tidak berjualan rokok.
Produk jualan bisa diganti dengan produk-produk yang lebih bermanfaat, dan tentunya mendukung program mencerdaskan anak bangsa. Tahu kan di Indonesia ini masih banyak ditemukan anak dengan gizi buruk. Sungguh mengenaskan kalau ternyata bapak si anak masih bisa merokok. Tak peduli dengan gizi anak-anak. Coba kalau harga rokok dinaikkan dan mereka tak sanggup membelinya? Mau tidak mau, mereka akan berhenti merokok dengan sendirinya.
Harga Rokok Murah dan Trik Pemasaran
Tahukah Anda, menurut Ibu Nina, harga rokok murah itu adalah salah satu trik pemasaran rokok. Belakangan ini kalau diperhatikan, iklan-iklan rokok di jalan-jalan selalu mencantumkan harga rokoknya, misal "hanya Rp 13.000." Iklan-iklan itu memberi pesan bahwa, "harga rokok murah banget lho, makanya beli dong." Bila iklan itu dibaca oleh anak-anak yang masih dalam masa pencarian identitas dan mudah terpengaruh, mereka akan menghitung harga rokok tersebut dan menyimpulkan, "Oh iya, harga rokok itu murah lho.... Beli aah...."
Iklan-iklan rokok itu sangat mudah ditemukan di billboard pinggir jalan, saya pun pernah melihatnya. Selain itu, iklan rokok juga mudah ditemukan di acara-acara kegiatan remaja seperti Pentas Seni dengan menjadi sponsor acara tersebut. Di lokasi acara, rokok dibagikan secara gratis. Belum lagi tentunya, merk rokok itu tercantum di banner acara. Berdasarkan penelitian YPMALI dan SFA, iklan-iklan itu justru berada di sekitar sekolah. Para pengusaha rokok memang menargetkan pelanggan baru dari kalangan generasi muda.
Rokok mengandung zat additif yang membuat kecanduan, sehingga bila anak-anak sudah merokok hingga 3 kali, seterusnya dia akan kecanduan. Jadi lebih baik jangan sekalipun membiarkan anak-anak merokok. Ke depannya bila dia harus memilih mau makanan atau rokok, dia akan memilih rokok karena merokok lebih membuatnya bahagia. Ironis, bukan? Terlebih karena harga rokok itu sangat murah dan mudah didapat. Kecanduan merokok pun makin parah.
Sebagai ibu rumah tangga, meskipun suami tidak merokok, saya sangat mendukung harga rokok Rp 50.000 yang mana harga itu masih lebih rendah daripada di Australia dan Singapura. Mengapa? Walaupun suami tidak merokok, saya masih dirugikan oleh asap rokok dari para perokok di sekitar saya. Apalagi bila memikirkan para perokok itu adalah orang dengan taraf ekonomi rendah dan telah berkeluarga. Uang yang mestinya digunakan untuk meningkatkan taraf hidupnya, membahagiakan istrinya, dan meningkatkan gizi anak-anaknya, ternyata malah dibelikan rokok.
Belakangan ini banyak kasus ibu rumah tangga yang depresi karena tekanan ekonomi (selain faktor baby blues). Apakah bapak-bapak mengerti, bahwa seorang istri yang memiliki banyak anak dan tanpa penghasilan tambahan itu bisa terkena stres? Seandainya bapak-bapak mau merelakan uang rokoknya untuk nafkah anak istri, pastilah kondisi perekonomian keluarga lebih baik. Jika harga rokok masih di kisaran Rp 20.000 per bungkus, bapak-bapak masih rela beli rokok daripada beli makan atau beli kebutuhan anak istri.
Lain halnya kalau rokok sudah mahal, minimal Rp 50.000 per bungkus. Mungkin akan pikir-pikir lagi untuk beli rokok karena masa semua uangnya dialokasikan untuk membeli rokok. Daripada beli rokok, sekali ya, lebih baik dibelikan makanan bergizi, susu anak, atau buku untuk anak yang berguna untuk mencerdaskan anak. Pikirkanlah masa depan anak dan kebahagiaan istri. Dan kita, sebagai ibu rumah tangga, istri, sekaligus perempuan pada umumnya, mari dukung harga rokok jadi mahal.
Saya sebagai blogger pun merasa terpanggil untuk ikut menuliskan tentang ini. Bagi teman-teman blogger yang juga ingin menuliskan opini mengenai #RokokHarusMahal #Rokok50Ribu bisa lho, dengarkan terus siaran berseri tentang Rokok Harus Mahal pukul 09.00-10.00 WIB di GreenRadio 97,7 FM Pekanbaru, 89,2 Power FM Jakarta, dan 100 jaringan radio KBR lainnya lalu ikutilah lomba blog setiap episodenya berhadiah total Rp 1,2 juta per episode dan 8 juta di akhir program.
Yuk, kita dukung #RokokHarusMahal #Rokok50ribu demi masa depan anak-anak yang lebih baik. Tanda tangani petisi di link ini sebagai salah satu usaha kita mendukung harga rokok mahal: https://www.change.org/p/jokowi-smindrawati-rokokharusmahal-naikkan-harga-rokok-menjadi-50-ribu-bungkus
Informasi:
FB: Kantor Berita Radio-KBR
Twitter: @halokbr
IG: @kbr.id
Keluarga Bahagia Tanpa Rokok |
iya lebih baik beliin susu dan buah-buahan daripada rokok ya. Setuju deh
ReplyDeleteBetul...merokok tak ada gunanya ya.
Deleteduit dibakar, kesehatan juga jadi korban. Dukung #rokokharusmahal
ReplyDeleteYup.. duit kok dibakar2 yaa
DeleteDuh aku juga kesal kalau lihat orang merokok, mba :(
ReplyDeleteDukung harga rokok harus mahal
Iya kesel ya rokoknya ganggu
DeleteBerasa banget ya mbak kalo harga rokok murah tuh, anak-anak belinya kayak beli jajanan saking murahnya. Setuju banget kalo harga rokok harus mahal.
ReplyDeleteIya harga rokok sama dgn harga permen
DeleteTapi kalau sudah jadi candu.. berapapun harganya pasti diusahakan beli. Kenapa ya ga ditutup Aja sekalian gitu bisnisnya.. hmmm serba salah.. soalnya penghasilan devisa Kan ini
ReplyDeleteKalo harganya mahal bgt dan ga terjangkau ya dia nggak bakal bisa beli donk. Jadi akan berusaha berhenti merokok.
DeleteAku mendukung banget jika harga romok semua naik, kalo bisa sih 100rb sebungkus. Biar yg pada beli kapok, terutama suamiku sendiri....cape melarangnya mba.
ReplyDeleteIya yaa.. kalo 100 rb per bungkus pasti jadi mikir mau beli
DeleteSaya setuju nih, apalagi karena suami merokok anak kena imbas. Bayangkan pengobatan yang harus dilakukan hanya karena bapaknya bebal dan lebih sayang bakar rokok. Padahal uang yang dibeli untuk dibakar itu kalau dikumpulkan seminggu saja bisa untuk beli beras 1 karung isi 15 kg loh.
ReplyDeleteWuiih betul bgt itu duit bisa buat beli berasss
DeleteSaya termasuk org yg anti dg rokok dan sangat mendukung jika program ini dijalankan. Semoga efektif memberi jera agar lbh bisa perduli pada lingkungan dan dirinya sendiri
ReplyDeleteaamiin semoga berhasil nih kempennya
DeleteDari pada beli rokok mending ditabung uangnya
ReplyDeleteYup ditabung buat naik haji yaa
DeleteSaya juga dukuuuung banget nih mba kalau harga rokok mahal. Walaupun rata-rata keluarga besar saya perokok berat.
ReplyDeleteBiariiiinn.. Biar mereka mikir berulang-ulang sebelum menghabiskan uang buat rokok yang ga ada faedahnya ini.
Abisnya udah lelah juga bilangin jangan ngerokok, kurangin rokok.. Tapi tetep ajaaa..
Iyaa kalo ga sanggup beli rokok pasti berhenti merokok
Deletesetuju banget. rokok harus mahal ya bun. untuk menekan angka perokok aktif di Indonesia dan tentunya untuk mewujudkan indoensia yang lebh sehat
ReplyDeletebetul yaa.. sayang jg uang bpjs utk danai perokok
DeleteDari ekspresi keknya si Salim nih yang paling...
ReplyDeleteBtw setuju, Mbak, dengan harga rokok naik! Tapi sekarang ada itu lho yang asapnya banyak kebul-kebul. Vape atau apa gitu. Menurutku itu juga mengganggu.
paling apaan hahaha.... iya itu semua rokok mengganggu
DeleteAlhamdulillah suamiku gak merokok dan aku sensitif dg asap rokok, lgsg batuk2 klo kena paparan asap rokok. Jd aku dukung bgt harga rokok sangat mahal biar ngga gampang utk dibeli
ReplyDeleteuangnya bisa ditabung ya
DeleteBetul banget mba, aku salah satu pendukung berat untuk rokok dinaikkan harganya. Soalnya misuaku perokok berat.
ReplyDeleteYup istri2 yg ga suka suami merokok yaa
Delete