Jika dulu saya berhenti, maka saya tak akan menjadi Merry Riana yang
sekarang
(Merry Riana, Penulis Buku “Mimpi Sejuta Dollar”).
Hampir dua tahun yang lalu ketika
memandang dua garis merah di test pack
yang saya pegang, saya merasa bahwa karir kepenulisan akan berakhir. Saya masih
punya dua balita berusia 4 dan 3 tahun, dan akan ditambah dengan 1 bayi?
Sanggupkah saya menulis sambil mengasuh semuanya dengan tangan sendiri?
Saya telah memutuskan untuk
menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, ketika karir kepenulisan sedang berada di
puncak. Belasan novel telah diterbitkan, bahkan Direktur Penerbitan tempat saya
bekerja sebagai Editor, menyayangkan keputusan untuk resign. Selanjutnya, saya memilih untuk menjadi penulis lepas yang
bekerja dari rumah, sehingga bisa tetap mengasuh anak-anak. Keputusan itu
ternyata membuat saya berhenti menulis selama tiga tahun.
Pekerjaan sehari-hari yang menyita waktu. Credit |
Siapa sangka, setelah melahirkan
anak pertama, saya langsung hamil lagi anak kedua? Mencari pembantu rumah
tangga atau pengasuh anak, tak semudah yang saya bayangkan. Bisa saja, bila
saya menyediakan dana yang relatif besar. Tetapi, untuk rumah tangga baru dan
pekerjaan suami yang baru dirintis (usai di-PHK sebulan setelah menikah), kami
tak memiliki dana banyak untuk membayar pengasuh anak atau baby sitter yang diambil dari Yayasan Penyalur Baby Sitter. Saya harus mengasuh kedua bayi yang hanya terpaut usia
setahun itu, sendirian. Kadang-kadang suami membantu, tapi tidak banyak.
Saya benar-benar berhenti
menulis. Tak ada lagi buku yang diterbitkan, tak ada lagi royalty yang masuk
sebagai tambahan penghasilan. Saya bergelut dengan tugas sehari-hari: mengurus
rumah tangga dan dua anak yang sangat menyita perhatian. Rasa rindu untuk
menulis harus pupus oleh tangisan bayi dan rutinitas rumah tangga. Saya sudah
lelah ketika hari beranjak malam dan tertidur bersama kedua bayi di pelukan. Malam-malam
bermandikan aksara, tak pernah bisa menghampiri saya, karena yang ada ialah
tangisan bayi minta susu atau mengompol.
Tiga tahun berlalu. Si sulung
sudah berusia 3 tahun, dan anak kedua berusia 2 tahun, saya memberanikan diri
untuk terjun kembali ke dunia kepenulisan. Rasanya seperti asing, ketika
menjajaki sosial media dan bersinggungan lagi dengan teman-teman penulis. Saya seperti
penulis pemula yang baru mau menulis. Memulai perkenalan lagi dengan sesama
pemula dan menawarkan naskah kepada penerbit-penerbit yang telah melupakan atau
bahkan tidak mengenal saya.
Naskah-naskah, satu demi satu
ditolak. Hingga saya memilih jalan penerbitan indie, menerbitkan buku dengan
biaya sendiri, hanya untuk membuktikan bahwa saya masih bisa menerbitkan buku. Setahun
berjibaku dengan jalan yang terjal, akhirnya saya menemukan penerbit mayor yang
bersedia menerbitkan naskah dengan sistem jual putus dengan harga yang sangat
murah. Ah, bagi saya, bisa menerbitkan buku saja sudah sebuah pencapaian yang
luar biasa, walaupun naskah yang saya tulis selama 7 tahun itu hanya dihargai
Rp 750/ eksemplar (buku).
Alhamdulillah, Allah berikan
jalan yang lebih besar. Naskah-naskah saya dilirik oleh penerbit besar, dan
satu demi satu diterbitkan dengan sistem royalti yang lebih manusiawi. Saya
telah menemukan kembali jalan menjadi penulis. Bahkan, saya mulai menggeluti
dunia blogger, mengikuti berbagai kontes blog, dan beberapa kali memenangkan
penghargaan. Luar biasa. Semua saya lakukan sambil mengasuh dua anak balita. Pekerjaan
rumah tangga, anak-anak, dan menulis, menjadi rutinitas keseharian yang
menyenangkan.
Mengetik di rumah. Credit |
Saya tak sanggup berpikir,
bagaimana bila hamil lagi? Apakah saya masih bisa menulis? Menulis sambil
mengasuh bayi (lagi), sanggupkah? Saya masih ingat, bagaimana repotnya mengasuh
bayi. Bayi tentu membutuhkan perhatian maksimal. Tidak mungkin saya bisa
menduakannya. Selama hamil, saya menulis sebanyak-banyaknya sebagai stok
tulisan. Setidaknya setelah melahirkan nanti, saya masih punya cadangan
tulisan. Bahkan saking semangatnya, saya hampir melahirkan premature karena
terlalu lama duduk di depan komputer.
Ternyata, setelah melahirkan, saya
masih bisa menulis! Ya, luar biasa. Walaupun punya bayi dan dua anak balita,
saya masih sempat menulis. Saya bersyukur, masih bisa menulis, meski harus
mengurangi waktu istirahat. Menulis sudah menjadi jiwa saya. Saya menulis
sambil mengeloni bayi. Ide-ide saya tuliskan dulu di memori handphone, lalu
kalau sudah ada waktu untuk membuka komputer, saya pindahkan ke komputer. Saya masih
bisa menulis novel dan mengikuti lomba blog.
Sampai akhirnya saya berada di
titik balik. Kembali lagi dari nol. Kehilangan semangat lagi. Naskah yang tak kunjung menemukan jodohnya. Berkali-kali mengalami kekalahan dalam lomba blog. Ah,
padahal saya sudah mengorbankan waktu istirahat untuk menulis. Apakah ini
berarti saya harus berhenti dan fokus kepada anak-anak? Bukan berarti saya
mengabaikan anak-anak. Jika dulu saya masih bisa menulis di siang hari, kini
tidak lagi. Siang hari khusus untuk anak-anak, karena anak yang bayi harus diawasi terus. Saya menulis
di malam hari ketika semua sudah terlelap dan mata saya pun sudah meminta
istirahat. Biasanya saya tidur 8 jam, kini hanya 4 jam.
Harus terus semangat berkarya! |
Semua kegagalan yang menimpa saya
itu, apakah menunjukkan bahwa saya harus berhenti? Berhenti memperjuangkan
cita-cita saya menjadi penulis yang konsisten? Untunglah saya menemukan quote-quote berenergi dari Merry Riana,
seorang motivator yang sangat menginpirasi. Kisah hidupnya memang menginpirasi.
Bermula dari seorang keturunan Tionghoa yang terpaksa mengungsi ke Singapura
karena terkena dampak kerusuhan Mei tahun 1998 yang lampau, hingga menjadi entrepreneur
dan motivator sukses, kembali lagi ke Indonesia dengan nama besar. Jika dia dulu
berhenti dan menyerah, dia tak akan menjadi Merry Riana yang sekarang. Begitu
juga dengan saya. Saya tak tahu akan menjadi apa saya ke depannya, tetapi saya
tahu bahwa menulis sudah menjadi bagian hidup saya dan saya harus tetap menulis
meskipun belum mendapatkan apresiasi yang maksimal serta membagi waktu dengan
kesibukan mengurus rumah tangga dan anak-anak.
Apa yang harus saya kembangkan
lagi untuk menghasilkan karya yang lebih baik? Saya belajar dari Gotosovie,
untuk beberapa hal berikut ini:
Original, menghasilkan
karya yang original, tidak mengekor, imajinatif, dan kreatif, karena “Smart People Don’t Wear a Copy.” Saya
lihat, produk-produk tas dari Gotosovie didesain unik, berbeda dengan yang
lain, dan menyesuaikan dengan kepribadian pemakainya. Tidak mengekor pada
tas-tas luar negeri. Tas Gotosovie adalah produk asli Indonesia, dengan
kualitas mumpuni.
credit |
Simple, sederhana itu
menyegarkan. Seperti desain-desain tas Amelie dari Gotosovie yang simple, tetapi tetap segar dipandang.
Selalu ada harmoni yang indah di setiap kesederhanaan. Saya tak perlu berpikir yang berat-berat untuk
menuliskan sesuatu, setidaknya pada kondisi saat ini. Cukup tuliskan hal-hal
yang ada di sekitar saya, sesuatu yang sederhana tapi bermakna.
Up to date, seperti
tas-tas Gotosovie yang selalu mengikuti perkembangan zaman, maka tulisan-tulisan
saya juga harus diperbarui sesuai kondisi terkini. Selalu ada pembaruan ide,
sebagaimana Gotosovie yang tak pernah kekurangan ide menciptakan tas-tas
berkualitas. Ide bisa datang dari mana saja, termasuk juga ide menulis. Dia bahkan
bisa datang hanya dari lantunan musik. Good
Idea comes from a pieces of CD.
Konsisten, tak pernah
berhenti berkarya walau halangan merintangi. Sebab, hidup itu tentang
aktivitas. Dengan beraktivitas, hidup menjadi lebih bermakna.
Otak kita laksana tas yang
menampung berbagai hal: ide, pemikiran, karakter, inner beauty. Maka, menjadilah sebagai Smartivity Bag, tas yang pintar dan terus beraktivitas menghasilkan
karya-karya berarti dan bermakna. There
is always a good thing in every way.
Terima kasih, Gotosovie, karena sudah memberikan saya inspirasi.
Semangat!
ReplyDeleteWah, saya yang masih bujang, tersindir nih.. masa kalah dengan ibu-ibu?! hehe..
Saya juga sudah baca Buku Mimpi sejuta dolar, sangat menginspirasi..
Makasih sudah menerima pertemanan saya, mohon pesannya segera di balas untuk konfirmasi sponsor dan hadiah di GA tokoh fiktif inspiratif..
Salam Sukses Selalu
Ayo Mas Bujang jangan mau kalah :D
Deleteterus berkarya mbk....semangatttt ^^,sukses kontesnya ^_^
ReplyDeleteMakasih, Mba Hanna... aaamiin... :D
DeleteSubhanallah....
ReplyDeletePas banget menemukan artikel ini, saat lagi "down"
Hmmm... "mengorbankan" waktu istirahat?
Ini yg sedang saya coba mbak.
Sulit sekali disiplin tidur awal bangun awal.
Hehehe....
Semangat \(^o^)/
Alhamdulillah mb, semoga bermanfaat. Gak setiap hari juga saya bisa tidur awal dan bangun awal, kalo udah kecapaian banget ya bablas :D
DeleteSalut pada kesabarannya mengurus buah hati. Bisa dibayangkan rempongnya gimana. Tapi hebat loh tetep bisa eksis nulis
ReplyDeleteHarus belajar dari Mak hebring yang sering menang lomba inih. Mak Arin kan lebih sibuk lagi:D
DeleteMakasih sharingnya, Mak... Tetap semangat dan menginspirasi :)
ReplyDeleteSemoga sukses untuk lombanya ^_^
sama-sama, Mak, keep spirit! :D
Deletesalut... masih bisa membagi waktu nulis dengan anak, moga sukses lombanya :-)
ReplyDeleteMakasih mb :-)
DeleteGagal ... bankut lagi .. gagal bangkit lagi. Justru semakin banyak kegagalan yang dialami, semakin mudah sebenarnya untuk bangkit ya mbak. Punya 3 anak laki yang usianya berdekatan pasti menguras tenaga ya. Kebayang ... secara saya jg pny 3 anak plus membantu orangtua yg sudah sepuh, dan ibu saya tidak suka melihat saya banyak berada di depan lepi pdhl bisa di depan lepi siang2 begini spt menemukan harta karun :) Bisa juga ya dihubungkan dengan Gotosovie ... btw moga menang yaa ...
ReplyDeleteIya betul, Mba Niar :D
Deletebisaaa aja menghubungkan :D
ReplyDeletetapi selalu terinspirasi kalau mbak leyla bicara ttg semangat nulis.. sll jd pengen niru :)
Bisa-bisaan aja, Mba Binta XD
DeleteKeren bangeet:-)
ReplyDeleteGR deh dibilang keren :*
DeleteHebat, saya aja baru punya Nai tapi susyeeeh banget buat nulis. Gutlak Mbak Ela :)
ReplyDeleteAh, mba Oci merendah.. bukunya banyak to? makasih, mba..
Deletedengan 3 balita aja bisa masa iya, saya yang balitanya cuma tinggal satu banyak malasnya duh duh malu hati deh ...
ReplyDeletethanks, mba semangatnya .... ganbatte...
eh tapi tahun depan ketika udah ada novel yang terbit aku berencana hamil lagi, nah lhooo.... bisa gak ya kaya mba ela?
Insya Allah bisa, mbaaa. semangaat
Deletehebat mak..salut baca kisahnya ngurus 3 anak tp masih semangat nulis bahkan udah nerbitin banyak buku juga. saya cuma punya anak 1 tapi pengen nulis 1 buku aja nggak kelar-kelar..sukses ya mak^^
ReplyDeletePasti bisa nulis satu buku, blognya aja update terus kan? :D
DeleteKeren banget... semangat jadi berkobar setelah membacanya. Good luck ya Mbak Leyla, ;-)
ReplyDeleteMakasih sudah berbagi, :-)
Makasiih Mba Ary.. :D
Deletepantesan menang mak, tulisannya keren. bisa gitu lho nyambung ke tas... :)
ReplyDelete