“Suit… suit… wuiih… macan (manis cantik) juga nih cewek!”
Beberapa orang tukang ojek
menyuiti seorang gadis abg (asli baru gede, baru umur 15 tahun :D) yang
melewati mereka. Gadis itu mulanya bangga disebut “macan” yang merupakan
singkatan lazim di masa itu, tapi sesampainya di rumah, dia malah merenung. Tak
terima disuiti seperti itu, apalagi bila mengingat pandangan nakal para tukang ojek.
Adegan kedua:
“Duh, Neng… “itu”nya nggak
nahan!”
Celetuk satu dari supir angkot
yang berjejer menunggu penumpang, diikuti dengan gelak tawa teman-temannya.
Si gadis dan temannya mempercepat
langkah dan ogah menaiki satu dari angkot tersebut. Si gadis terus memikirkan
celetukan mesum si supir angkot yang diiringi dengan pandangan mata nakal ke
arah dadanya dan dada temannya. Ia merasa tak terima karena sudah dilecehkan.
Adegan ketiga:
“Assalamu’alaikum….”
Beberapa pemuda yang sedang
nongkrong, serempak mengucapkan kata yang menyejukkan itu ketika si gadis dan
beberapa orang temannya yang mengenakan hijab lebar, melewati gerombolan itu.
Tak ada pandangan nakal, tak ada kalimat mesum, yang ada hanya ucapan salam
yang menyejukkan. Itu sering terjadi sejak si gadis mengenakan busana muslimah
yang menutup aurat dari kepala sampai ujung kaki.
Sebentar lagi kita akan merayakan
hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus. Apa makna kemerdekaan bagi
seorang muslimah, khususnya saya sendiri? Bagi saya, merdeka adalah ketika saya
telah mengenakan hijab. Adegan pertama dan kedua benar-benar terjadi kepada
saya dan merupakan salah satu pendorong keputusan mengenakan hijab. Adegan
ketiga terjadi ketika saya telah berhijab. Sewaktu saya belum berhijab,
rasa-rasanya kok semua lelaki memandang saya dengan nafsu. Ada saja
celetukan-celetukan nakal yang keluar dari mulut mereka, padahal pakaian saya
biasa saja. Walaupun belum berhijab, saya tidak memakai pakaian yang seksi.
Saya kesal sekali. Kesaaaaal! Rasanya saya tidak bebas bergerak di hadapan
laki-laki, karena selalu menjadi sasaran mata-mata nakal.
Saya juga dipusingkan dengan
kondisi fisik. Betis mesti ramping,
rambut mesti bagus, kulit mesti halus. Haduuuh… ribet deh jadi perempuan. Saya
minder dengan betis saya yang tidak seramping perempuan-perempuan lain. Saya
minder dengan rambut saya yang tidak hitam dan lebat. Saya minder dengan kulit
saya yang kurang mulus. Padahal, Allah sudah memberikan kondisi fisik yang
sempurna untuk saya, toh tidak kurang satu apa pun. Ini kenyataan lho.
Teman-teman laki-laki sering membanding-bandingkan kondisi fisik anak-anak
perempuan.
“Eh, si itu betisnya kecil
banget, ya….”
“Gue suka si A karena kulitnya
halus dan berbulu….” (berbulu? Monyet juga berbulu, yak qiqiqi….)
Ya, ampyuuuun…. Fisik melulu sih
yang dibahas? Betapa sakit hatinya saya kalau kelak suatu hari nanti saya
dipilih oleh seseorang karena saya cantik. Beuuh… kita kan nggak bisa cantik
terus, toh? Kalau baru bangun tidur, pasti jelek. Gimana coba kalau laki-laki
itu memilih perempuan karena cantiknya, eh cantiknya memudar pas bangun tidur
hihihi….
Saya ingin suatu hari nanti
seorang lelaki memilih saya bukan karena saya punya betis yang ramping, kulit
yang mulus, bentuk tubuh yang aduhai, rambut yang lebat, dan berbagai kriteria
fisik lainnya, tetapi karena inner
beauty. Untungnya tidak semua lelaki memilih calon istri berdasarkan fisik.
Agar saya merdeka dari penilaian secara fisik, saya memutuskan untuk berhijab.
Hijab telah memerdekakan diri saya dari hawa nafsu lelaki, juga diri sendiri.
Lho? Diri sendiri? Iya, sebelum berhijab, saya mati-matian merawat tubuh agar
bisa secantik bidadari.
Olahraga kaki biar betisnya
ramping, pakai lulur setiap hari biar kulitnya mulus, pakai minyak cem-ceman
biar rambut lebat dan hitam, pakai ini, pakai itu. Halah. Capek, bo. Kenapa capek? Soalnya, nggak ada
hasilnya, hihihi…. Seorang muslimah tetap harus merawat diri, tetapi niatkan
untuk mensyukuri anugerah ilahi bukan untuk puja dan puji. Dengan berhijab,
insya Allah saya terhindar dari niatan merawat diri untuk puja dan puji.
Hijab telah membuat saya merdeka
dari celetukan dan pandangan nakal para lelaki. Hijab telah menyeleksi calon
suami saya, bukan seorang lelaki yang memilih istri karena kecantikan fisiknya
melainkan karena agamanya. Hijab telah memerdekakan saya dari keinginan
pribadi, melainkan tunduk dan taat kepada keinginan Allah Swt.
Saat saya berhijab, saat itulah saya merdeka.
Diikutsertakan dalam BW Spesial Blogger Muslimah
#BloggerMuslimah #GerakanMenuju Sholehah
nice post Ela...akan selalu ada celutukan ya ketika seorang wanita lewat, tapi kali ini celutukannya doa...assalaamualaikum...
ReplyDeletebetul mba, dulu waktu saya belum berjilbab, pasti adaa aja yg nyeletuk nyebelin. Skrg setelah berjilbab, celetukan2 itu gak pernah ada lagi
ReplyDeletehijab memang penyelamat dan pelindung utk kaum hawa ya mba, sdh byk buktinya :)
ReplyDeleteaku juga lebih enak mbak sekarang..ga repot nutupin rok pendek lagi :")merdeka
ReplyDeleteBener. Daripada repot narik-narik rok yang kekecilan.
ReplyDeleteHidup!
Merdeka, berpahala, Insyaa Allah surga
Jadi ingat waktu belum berjilbab dulu, saya paka baju dua lapis, mesti pake kaos oblong dulu di dalam. Dan sukanya pake baju longgar. Meski begitu, ada saja yang iseng. Saya sering liat cowok2 yang nongkrong di pinggir jalan, jelalatan sama dada dan (maaf) pantat perempuan2 yang lalu-lalang .... iih gerah, jadinya.
ReplyDelete