"Masih mending dibayar 80 juta sekali ngangkang, daripada kamu yang ngangkang seumur hidup cuma dibayar pakai mukena."
Kalimat yang kasar itu adalah satu dari sekian banyak netizen yang mengomentari kasus prostitusi artis di mana sang artis mendapatkan bayaran 80 juta sekali dipakai. Sebenarnya, kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Beberapa tahun lalu juga pernah terbongkar kasus prostitusi artis bahkan nominal tarifnya lebih besar. Malah ada yang dibayar 200 juta sekali "ngangkang."
Komentar netizen pun berhamburan. Mirisnya, banyak yang berusaha membela si artis tapi dengan memberikan perbandingan yang salah. Salah satunya komentar di atas. Nilai seorang pekerja seks komersial dibandingkan dengan nilai seorang istri. Mereka menganggap, menjadi istri yang sah itu murahan karena hanya dibayar dengan mukena atau gaji suami Rp 10 juta per bulan bisa dipakai kapan saja plus tambahan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Nilai seorang istri dianggap lebih murah daripada pekerja seks komersial.
Komentar-komentar tersebut tentu saja membuat marah para istri dan ibu rumah tangga. Mungkin bisa dimaklumi karena komentar-komentar yang viral itu diucapkan oleh perempuan yang belum menikah. Mereka belum pernah merasakan jatuh cinta kepada seorang lelaki sehingga bersedia dinikahi dengan mahar yang sederhana. Bahkan mungkin mereka belum pernah dicintai oleh seorang lelaki pun. Well, laki-laki juga pasti pikir-pikir kalau mau menikahi mereka dengan tampang biasa eh minta 80 juta sekali "ngangkang."
Eh, ternyata banyak juga wanita yang sudah bersuami, mengiyakan komentar-komentar tersebut. Saya maklum juga sih, terutama bila mereka adalah istri-istri yang tidak merasa cukup dengan pemberian suami atau suami terlalu pelit. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada oknum suami yang kurang memberikan nafkah untuk istrinya, padahal dia mampu. Atau suami yang memang malas mencari nafkah alias pengangguran. Begitu diminta membayar jasa PSK, dia mampu. Tak habis pikir dengan suami semacam itu.
Namun, saya sendiri sebagai seorang istri yang tak mendapatkan 80 juta sekali "ngangkang", alhamdulillah ya saya mendapatkan lebih banyak dari itu selama 12 tahun pernikahan ini. Judul di atas barangkali hanya berlaku untuk orang-orang yang "mabuk agama", istilah yang juga dipopulerkan oleh kaum liberal, ditujukan kepada kaum agamis.
Surga dan neraka itu memang hanya untuk orang-orang yang beriman. Orang yang percaya bahwa Tuhan, hari pembalasan, surga dan neraka itu ada. Kalau tidak percaya, maka segala sesuatu hanya berlandaskan keuntungan dunia. Ya seperti kalimat di paragraf pertama itu. Dibayar mukena untuk ngangkang seumur hidup?
Pertama, mas kawin saya bukanlah mukena tapi emas sekian gram. Emas itu beberapa kali menyelamatkan ekonomi rumah tangga saya karena bisa digadaikan, lalu ditebus lagi. Memang, awalnya mahar saya adalah mukena dan emas sekian gram, tapi ayah saya melarang menjadikan mukena sebagai mahar.
Sepanjang pemahaman orangtua saya, mahar haruslah benda yang berharga yang bisa menjadi pegangan sang istri. Bukan mukena, Al Quran, apalagi surat Ar Rahman. Pemahaman soal mahar ini memang urusan khilafiyah, atau ada perbedaan pendapat dari para ulama. Tapi yang pasti pakemnya adalah tidak memberatkan calon suami. Suami yang baik memberikan mahar yang baik untuk istrinya, istri yang baik mengajukan mahar yang dapat dipenuhi oleh suaminya.
Dan syukurnya, mahar saya dapat dipenuhi oleh suami bahkan ditambah beratnya. Itu baru pemberian pertama dari suami saya. Tentunya suami saya juga menanggung sebagian biaya pernikahan, juga seserahan. Jumlah totalnya? Rahasialah hehehe....
Sebulan setelah menikah, suami memboyong saya ke rumah yang sudah dia beli setahun sebelum menikah. Dia mempersiapkan rumah itu memang untuk saya dan anak-anak. Lalu, dia juga tidak menyuruh saya mencari nafkah atau bekerja di luar rumah. Cukup mengurus rumah dan anak-anak. Suami memberikan jatah uang belanja setiap bulan yang memang jumlahnya sangat jauh di bawah 80 juta. Akan tetapi, ada yang nilainya melebihi 80 juta.
Kedua, saya menikah dengan seorang lelaki yang saya cintai. Saat memandang wajah suami saya, saya tidak percaya lho ada seorang lelaki tampan yang mau menikahi saya. Ya, di mata saya, suami saya sangat tampan. Rasa cinta langsung muncul saat melihatnya. Berapa harga rasa cinta jika dinilai dengan uang? Saya menikmati hubungan suami istri yang kami lakukan. Saya merasa amat bahagia. Apakah perasaan itu dirasakan juga oleh seorang pelacur?
Pelacur memilih kliennya berdasarkan nominal yang diberikan. Mereka baru bertemu, lalu berhubungan intim. Apakah itu karena cinta? Tidak, tapi karena transaksi jual beli. Pelacur itu adalah barang. Bukankah itu justru merendahkan harga diri seorang perempuan? Kebutuhan seksual yang dilakukan hanya untuk memenuhi nafsu si pembeli. Pelacurnya? Ya bisa jadi dia ikut menikmati, bisa jadi tidak.
Sedangkan kebutuhan seksual dalam pernikahan adalah untuk kedua belah pihak. Suami dan istri saling membutuhkan. Saya sendiri rasanya "kering" kalau seminggu tak dicolek suami hehehe... Aneka macam rasa berhamburan. Saya juga membutuhkan belaian suami. Kami saling membutuhkan tanpa harus dibayar. Kalau saya harus membayar suami juga karena saya yang sedang butuh, wah bisa habis uang belanja. Padahal, uang belanja juga dari suami.
Ketiga, saya mendapatkan rasa tenang setelah menikah yang tak bisa dibayar dengan sebanyak apa pun uang. Sebelum menikah, hati saya selalu galau memikirkan lawan jenis. Naksir si A, bertepuk sebelah tangan. Naksir si B, sudah punya calon. Jiyaaah....
Saya juga punya teman setia yang selalu bisa diajak bicara meski kadang jawabannya hanya "ya" dan "gak." Saya punya bahu untuk bersandar dan dipeluk setiap dia ada di rumah. Ya kalau dia sedang di kantor, susah dipeluknya. Alhamdulillah, pernikahan kami lebih sering dalam kondisi nyaman, jadi memang saya merasa tenang menikah dengannya.
Keempat, saya dan suami juga saling melengkapi dan membantu. Saya punya seseorang yang bisa dimintai membetulkan laptop, mengutak-atik blog ini dari segi teknis, memformat handphone baru, dsb tanpa harus keluar uang karena orang itu adalah suami saya sendiri. Kalau hari libur, saya naik mobilnya dan dia sendiri yang menyetir, diajak jalan, makan dibayari, dll. Lah iya kalau bukan suami, pasti saya harus bayar.
Jadi, lucu juga kalau pihak istri hitung-hitungan. Sekali ngangkang 80 juta. Bayangkan kalau suami juga menghitung apa yang sudah dia berikan. Sebab, suami saya memberikan semuanya. Bayar listrik, uang sekolah anak-anak, cicilan rumah, dll. Memang dia yang membayar semuanya. Kondisi ini mungkin berbeda pada rumah tangga yang lain, tapi kalau saya ya begitulah. Uang belanja saya memang tak lebih dari 10 juta, tapi saya juga tak perlu memikirkan bayaran ini itu karena semuanya suami saya yang bayar.
Coba ya kalau saya pasang tarif sekali ngangkang 80 juta, lalu suami juga pasang tarif untuk tinggal di rumahnya itu. Saya harus bayar sewa rumah, listrik, tarif supir karena mengajak jalan-jalan di akhir pekan, tarif teknisi blog-laptop-smartphone-tarif kalau saya yang meminta hubungan suami istri, dll. Oalah, kalkulator langsung kapalan deh karena dipencet terus. Makanya, berhenti berhitung dalam hubungan suami istri.
Kelima, memiliki anak-anak yang lucu dan tampan itu nilainya lebih dari 80 juta. Siapa bilang hanya suami yang menginginkan anak? Saya juga ingin punya anak. Saya berdoa siang dan malam agar lekas hamil. Saya suka menimang bayi. Ketika melahirkan anak-anak, rasa bahagianya luar biasa. Banyak istri yang merelakan uangnya ratusan juta hilang demi program bayi tabung agar bisa memiliki anak.
Hanya istri yang sah yang bisa memiliki anak tanpa rasa takut. Seorang pelacur justru berusaha agar tidak hamil. Kalau hamil, siapa bapaknya? Jadi, 80 juta sekali "ngangkang"? Tak ada artinya. Sebutlah Inul Daratista yang mengeluarkan 1 Miliar agar bisa punya anak. Anak itu nilainya lebih dari 80 juta.
Kelima, memiliki anak-anak yang lucu dan tampan itu nilainya lebih dari 80 juta. Siapa bilang hanya suami yang menginginkan anak? Saya juga ingin punya anak. Saya berdoa siang dan malam agar lekas hamil. Saya suka menimang bayi. Ketika melahirkan anak-anak, rasa bahagianya luar biasa. Banyak istri yang merelakan uangnya ratusan juta hilang demi program bayi tabung agar bisa memiliki anak.
Hanya istri yang sah yang bisa memiliki anak tanpa rasa takut. Seorang pelacur justru berusaha agar tidak hamil. Kalau hamil, siapa bapaknya? Jadi, 80 juta sekali "ngangkang"? Tak ada artinya. Sebutlah Inul Daratista yang mengeluarkan 1 Miliar agar bisa punya anak. Anak itu nilainya lebih dari 80 juta.
Keenam, menikah bagi saya adalah meniti jalan ke surga. Yang ini sepakat ya hanya berlaku bagi orang yang percaya. Begini, saya memilih menjadi ibu rumah tangga. Saya tak punya uang banyak untuk membangun panti asuhan, menyantuni ribuan anak yatim, dan lain-lain. Lalu, apa yang menjadi andalan saya untuk ke surga? Menikah dan berbakti kepada suami.
Di dalam agama saya ada hadist Nabi yang mengatakan bahwa seorang istri yang taat kepada suaminya, bisa masuk surga dari pintu mana pun. Bagi saya, itu adalah kabar gembira. Saya bukan aktivis sosial, pejuang kemerdekaan, dll. Apa yang menjadi bekal saya untuk ke surga? Ya, menikah dan taat kepada suami. Itulah salah satu ikhtiar saya untuk ke surga. Berapa nilainya? Tak ternilai, kalau bagi saya.
Jadi, bagi yang beranggapan bahwa tarif pelacur lebih tinggi daripada tarif istri, mari merenung kembali. Benarkah demikian atau memang rasa syukur kita yang berkurang?
Menikah adalah meniti jalan ke surga.
ReplyDeleteAda yang makin berkurang nilainya di masyarakat kita, yaitu memandang pernikahan bukan lagi hal yang suci lagi.
Dan ini PR buat kita semua apalagi sebagai Ibu . Semoga kita bisa memberi pemahaman untuk putra-putri kita akan esensi sebuah pernikahan yang enggak cuma sekedar meresmikan "hubungan". Melainkan ada berbagai nilai terlibat di sana untuk berdua bersama menuju surga-Nya
Maknyus banget mbak ulasannya sukaaa. Jadi yg penting itu kan bahagia sebagai suami isteri bukan krn materinya aja. Bahagia dalam pernikahan itu tak bisa dibeli dengan apapun😁
ReplyDeleteKebanyakan nonton drama Korea atau sinetron kali, jadinya membandingkan pernikahan dg transaksi jual beli ala pelacur. Kenapa gak sekalian oksigen yg mereka hirup itu jg diitung dg duit? Bayar sana sm yg kasih napas
ReplyDeleteKetika udah dikasih uang 10 juta aja (terlepas untuk kebutuhan keluarga ya) masih nggak bersyukur, apa kabar dengan perempuan yang gaji suaminya hanya UMR, abang ojek yang penghasilannya tergantung orderan, atau bahkan banyak pula perempuan yang menjadi penopang keluarga karena suami sakit, lagi kena PHK, atau bangkrut. Target setiap perempuan pasti beda, 80 juta di dunia plus kena penyakit, atau secukupnya Allah kasih plus surga di keabadian nanti. Tetap mulia perempuan yang hidup di jalan Allah :)
ReplyDeleteKadang aku suka merenung mba, apa sih yang dicari di dunia ini? Kalau cari uang melulu nggak akan pernah ada habisnya. Terus pernah nggak ya mikir pas lagi "ngangkang" dia tiba-tiba meninggal?
ReplyDeleteBener ya quote yang bilang: "Kita sibuk mikirin hidup enak, tapi lupa mikirin mati enak" :((
Waduh, parah banget itu yang membuat pernyataan sebagai kalimat pembuka tulisan ini. Sampai istighfar saya bacanya. Mengerikan sekali mereka yang menilai pernikahan hanya sebatas hubungan intim dan nominal yang diterima seorang istri. Menikah menyempurnakan sebagian dari agama. Ada ketenteraman dan kedamaian tak ternilai saat menjalaninya. Ada ujian dan cobaan pula agar semakin dewasa dan saling menguatkan..
ReplyDeleteKalau mau banding-bandingin soal mahar dan 80 juta ya malah jadi nggak ikhlas ya, Mbak. Saya dulu juga maharnya biasa saja menurut sebagian orang, tapi itu murni gaji pertama suami jadi ya tetep berkesan sampai sekarang. Mudah2an kita selalu ikhlas ya, Mbak. Saya pun bukan yang menerima 80 juta/bulan apalagi per malam, tapi tetap bahagia sambil berdoa suatu saat rezeki keluarga dilebihkan. Amiin
ReplyDeleteYang bikin statement viral itu adalah anak-anak yang ngurus diri sendiri saja belum becus, tapi sok tau berat. Harga dan nilai adalah dua hal yang sangat berbeda. Yang mengukur segala sesuatu dengan harga, bukan dengan nilai, ya hidupnya cuma akan sekedar mikirin duit doang. Nggak bakal bahagia itu mah.
ReplyDeleteUlasan yang keren mbak, emang bener sih netijen yang ngebandingin harga 80 juta dengan istri yang dinikahi dengan mahar tertentu itu bukan sebuah perbandingan yang pas tentunya.
ReplyDeleteCampur aduk perasaan saya Mbak saat baca ini. Antara marah pada dia yang nggak usah disebut namanya yang keblinger sampai penasaran bagaimana bisa AV membranding dirinya hinggap dihargai 80 juta? :( Juga ketawa dengan cara Mbak Leyla menyampaikan opininya. Andai ya, relasi suami istri dihitung dg angka-angka niscaya stres dulu kalkulator nya. :D Semoga keluarga Mbak Leyla Hana selalu dilimpahkan keberkahan dan kebahagiaan.
ReplyDeleteHubungan suami istri itu bukan jual beli, jadi tidak bisa diterjemahkan dalam harga. Jadi, salah banget kalau dibandingkan sama penjual yang menjual diri dengan harga 80jt.
ReplyDeleteMungkin sebenarnya, orang yang memberikan perbandingan ini juga tahu kalau itu adalah dua hal yang nggak bisa dibandingkan, tapi dia sengaja aja biar viral dan terkenal.
Kasus prostitusi 80 juta itu bikin saya miris. Kerasa rendah banget memandang perempuan. Ditambah lagi ada status viral yang membandingkan perempuan begitu dengan kedudukan istri. Rasanya kok makin gemes ya. Di satu sisi saya setuju bahwa istri2, terutama di masyarakat patriarki speerti Indonesia, seharusnya diberi penghargaan lebih besar. Tapi saya nggak setuju kalau bentuk penghargaannya itu hanya dengan nilai materi. Dangkal bgt tuh
ReplyDeleteMbaa, sungguh kalimat opening yang dikutip dari netijen itu sungguh keterlaluan yaa :( Semoga Allah mengampuni dan membuka intu maaf kepada yang kalimat seperti itu. DUh jadi ingat baca novel yang isinya kisah cinta mba Leyla. Uhuy. Skarang udah nggak bertepuk sebelah tangan lagi kan ? :P
ReplyDeleteDuhh kesel juga ya lama lama sama netijen jaman now. Berani nya di jempol doang �� harusnya itu netijen baca tulisan mbak, segala sesuatu ga bisa diukur dengan uang. Ada yang lebih berharga daripada uang 80juta. Dan bener ya, mahar itu sebaiknya yang bisa dipakai dan awet, bukan mukena.
ReplyDeleteSungguh ngeri, kejam, tak punya hati, gak bisa mikir,,, duh campur aduk deh parasaan saya baca ujaran netizen itu. Ngebandingin dua hal yang enggak bisa dibandingin!
ReplyDeleteSemoga suatu saat dia disadarkan oleh Allah tentang tulisannya itu. Dan bagi kita para istri sekaligus ibu, harus pandai-pandai mendidik anak, memahamkan anak tentang sebuah hubungan suami-istri, tentang makna pernikahan. Ya Allah, mudahkanlah..
Jempol banget mbak leyl! It's not about the price, it's about value!
ReplyDeleteHarga 80 juta tapi kalau dia sakit orang-orang emggak akan peduli. Mahar suamiku adalah sebuah cincin dan seperangkat emas putih,tiap aku sakit dia akan amat sangat khawatir. Kenapa? Karena akuz cinta dan baginya aku berharga
Sebenarnya Saya gak ngikuti berita semacam ini. Cuma jadi sedih aja ketika ada yang membandingkan dua hal yang tidak selevel.
ReplyDeleteAku ngakak pas baca bagian 'ngangkang' lugas banget, hahaha.
ReplyDeleteSetuju, pengabdian seorang istri nggak bisa disamakan dengan penghasilan mereka yang berprofesi penghibur. Apalagi dinilai lebih murah. Enak aja ngerendahin perempuan menikah. Dia nggak tau aja, kalau semua yang dilakukan bernilai ibadah. Ih, beneran jadi esmosi nih aku :D
Buuuun, aku suka semua tulisan dan ulasannya. Kemarin sempat geram dengan digma netizen yang mengiyakan statement pertama, membuat aku senpat hiatus beberapa jam tidak membuka medsos dan mute beberapa akun yang membuatnya menjadi top. Masya Allah, sesungguhnya benar hanya orang iman saja yg merasakan nikmatnya hidayah dalam bentuk pernikahan yang sampai saat proses ijab qobul nya saja Ars Allah bergetar.
ReplyDeletemiris yaaa Mbak, harga itu sekarang disandingkan dengan nilai kita sebagai seorang istri.
ReplyDeletepadahal mah Istri itu ikhlas dunia akhirat, carinya pahala seumur hidup untuk tabungan di hari akhir nanti tapi sekarang malah seperti dipandang tidak ada artinya, huhuhuh..