Sunday, July 10, 2011

Nonfiksi: Taaruf, Keren! (1-2)

Bab 1

Taaruf…?

Taaruf berasal dari Bahasa Arab, yang artinya saling mengenal. Berkenalan bisa dengan siapa saja, laki-laki atau perempuan. Namun, makna taaruf menjadi lebih spesifik ketika ditujukan untuk kamu-kamu yang sedang mencari jodoh, tanpa melalui proses pacaran. Jadi, taaruf diartikan sebagai berkenalan dalam rangka mengetahui lebih dalam tentang calon suami atau istri. Atau untuk lebih jelasnya lagi, taaruf adalah proses pendekatan antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah (pra khitbah atau lamaran).
Istilah taaruf sebenarnya adalah istilah yang baru. Sebab, pada zaman Nabi, orang tua atau wali bertanggung jawab untuk memilihkan suami yang salih untuk anak perempuannya. Jadi, perempuan tidak perlu mencari jodoh sendiri atau dicarikan oleh orang lain. Keluarga dekatnyalah yang mencarikan.
Namun, akhir-akhir ini terjadi pergeseran. Orang tua tidak lagi memandang penting dalam mencarikan jodoh untuk putrinya. Apalagi setelah ada istilah “Siti Nurbaya.” Bisa-bisa mereka dicap seperti orang tua Siti Nurbaya kalau mencarikan jodoh untuk putrinya. Padahal, tentu saja tidak begitu, asal jodoh yang diajukan tidak seperti Datuk Maringgih. Anak-anak mereka yang sudah dewasa pun mulai mencari jodohnya sendiri.
Pergaulan yang mulai meluas, pengaruh budaya Barat, dan kebutuhan untuk mencari pasangan, membuat kita mengenal istilah yang bernama pacaran. Dalam KUBI, pacaran diartikan sebagai bermesraan untuk melampiaskan kasih-sayang. Lambat-laun, pacaran pun menjadi budaya. Bahkan, biar dianggap “gaul,” pacaran adalah salah satu alat dalam pergaulan. Kalau tidak pacaran, tidak dianggap sebagai anak gaul. Banyak remaja yang pusing, stres, dan rendah diri, karena belum punya pacar. Apakah memang begitu?
Budaya Barat semakin mempengaruhi pikiran remaja zaman sekarang. Pacaran tidak lagi sekadar mengucapkan kata-kata sayang, berduaan, atau berpegangan tangan. Pacaran sudah diartikan lebih dari itu. Istilah ML (Making Love) menjadi hal yang lazim. Yang maksudnya adalah berhubungan seks sebagai tanda cinta. Masya Allah...! Bahkan, adalah hal yang lazim bagi dua orang yang berpacaran untuk melakukannya, apalagi kalau sudah akan menikah. Toh, sebentar lagi menikah.
Bagaimana dengan taaruf?
Memang, belum banyak orang yang tahu tentang istilah yang satu ini. Padahal taaruf bisa dijadikan alternatif lain dalam mendekatkan diri dengan calon pasangan. Kalau ada orang yang mengatakan, “saya tidak akan pacaran.” Kemudian orang lain bertanya, “Terus, gimana kamu dapat jodohnya?” Maka jawabannya adalah; taaruf. Mengapa harus taaruf? Ya seperti jawaban orang-orang yang pacaran; agar kita tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Kita perlu mengenal calon pasangan sebelum memutuskan untuk menikah dengan jalan yang bukan pacaran. Jalan itu adalah taaruf. Seperti apakah taaruf? Insya Allah saya akan membeberkan semuanya pada bab-bab di buku ini. Semoga kamu sabar membacanya, ya.



Bab 2

Beda Taaruf dengan Pacaran…?

Tentu saja ada bedanya antara taaruf dengan pacaran. Kalau tidak ada, pasti buku ini akan berjudul; Pacaran, Yuk.... Sebab, istilah taaruf belum memang belum banyak dikenal, terutama oleh kalangan umum.
Namun, rupanya masih banyak orang yang menyamakan pengertian antara taaruf dengan pacaran. Coba simak pendapat seorang temanmu di bawah ini ketika ditanya tentang tujuannya berpacaran.
Pacaran menurut gue tuh “taaruf,” yaitu mengenal, memahami, dan saling berbagi. Artinya, teman, tapi bisa disebut lebih dari teman sih. Soalnya gue bisa kenal sifat dan karakter dia, begitu juga sebaliknya. Gue bisa memahami siapa sebenarnya dia, dan gue bisa berbagi, saling curhat, sharing. Karena menurut gue, seseorang yang lebih dari teman itu bisa saling mengenal, memahami, dan berbagi.
Untuk mengenal seseorang secara utuh, butuh proses dan waktu. Nah, proses itu disebut “pacaran.” Emang sih, pacaran itu nggak dibolehin dalam agama, jadi kita sebut aja dengan taaruf. Gue yakin, dengan proses itu, kita akan lebih baik dalam hal kejiwaan dan hubungan hati (dengan pasangan—penulis) ketika sudah menikah. Dan jelas, pacaran seperti itu harus untuk menikah. Mungkin, kalau putus, itu karena ada ketidakcocokan. Ya sudah, cari yang lain saja yang lebih cocok. (Z, Pamulang)
   Hm... mari kita tarik napas sejenak sebelum melanjutkan obrolan panjang-lebar ini. Sudah selesai membaca pendapat di atas, kan? Jadi, apa dong perbedaan antara pacaran dengan taaruf? Kalau mengikuti pendapat di atas, sudah tentu jadi TIDAK ADA BEDANYA. Padahal, taaruf itu jelas-jelas berbeda dengan pacaran. Dan kita tidak bisa mengganti kata pacaran dengan taaruf hanya agar terhindar dari dosa, padahal hubungan yang kita jalani tidak jauh beda dengan hubungan pacaran pada umumnya.
Friends, pacaran itu TIDAK SAMA DENGAN taaruf.   
Nah, berikut ini adalah perbedaan-perbedaan antara taaruf dengan pacaran.
1.      Di Mata Allah
Di mata Allah, pacaran adalah salah satu perbuatan yang mendekati zina. Sebab, di dalam hubungan bernama pacaran itu, semua bentuk zina bisa ditemukan. Zina hati, zina mata, zina tangan, zina kaki, zina mulut, dan zina yang terbesar; zina farji (maaf, alat kelamin). Sekadar pemberitahuan buat yang belum tahu, zina adalah satu dari tujuh dosa besar di dalam Islam. Naudzubillahimindzalik.
Kamu tidak bisa berdalih bahwa kamu bisa kok terbebas dari zina-zina itu ketika berpacaran. Wow... nehi... nehi.... Tidak mungkin...! Yang namanya pacaran, terutama kalangan remaja, tidak bisa terhindar dari minimal berpegangan tangan. Apalagi remaja zaman sekarang, gitu loh! Pegangan tangan saja sudah dikatakan ketinggalan zaman. Ciuman? Ketinggalan zaman. Yang namanya pacaran tuh, seharusnya sudah ML, alias berhubungan intim.
Kalau kamu tetap berdalih bahwa kamu bisa kok menjaga diri dari zina, kamu salah besar. Coz what, itu berarti kamu tidak sedang pacaran dong. Kamu mungkin bisa menghindar dari zina farji, tetapi kamu sulit menghindar dari zina hati (mana bisa pacaran tanpa memikirkan si dia), zina mata (kecuali kamu pacaran jarak jauh, kali....), zina tangan (hm... bisa tidak ya tidak bersentuhan selagi berduaan), zina kaki (pacaran di rumah terus? Asyik, kali...), zina mulut (mana bisa sehari tidak menyebut si dia dengan sebutan “Sayang atau Honey”?).
So, kamu tidak bisa menghindar dari dosa ber-ZINA ketika sedang PACARAN.
Bagaimana dengan taaruf? Taaruf justru disyariatkan dalam Islam, sebelum memulai suatu hubungan bernama pernikahan. Rasulullah menyarankan agar kita mengenal calon pasangan hidup kita, bagaimana agamanya, akhlaknya, wajahnya, keturunannya, dan lain sebagainya. Kalau tidak taaruf, dikhawatirkan kita akan menyesali pilihan kita itu nantinya.
Jadi, pilih mana; pacaran atau taaruf?
Eit, sebelum memilih, mendingan kamu baca dulu bahasan selanjutnya. Sebab, kalau baru sampai di sini, belum terlihat jelas perbedaan antara pacaran dengan taaruf.

2.      Tujuan
Tujuan taaruf sudah jelas; untuk menikah. Sedangkan tujuan pacaran? Bisa macam-macam. Sebenarnya, dulu pacaran pun dimaksudkan untuk lebih mengenal calon suami atau istri, tapi sekarang? Coba deh kamu tanyakan ke teman-teman yang sudah punya pacar atau bahkan kamu sendiri; apakah benar tujuan kalian pacaran untuk menikah?
Berikut ini adalah jawaban dari beberapa teman yang saya tanyai tentang tujuan pacaran. Simak ya!
+     Kalau kamu punya pacar, apa sebenarnya tujuan kamu pacaran? Apakah    
       kamu pacaran untuk menikah?
-          Pacaran itu menurut gue tahap penyesuaian atau pengenalan lebih dalam,  jangan sampe udah merit malah kaget. Jadi, kalo di perjalanan nggak cocok dan udah nggak bisa ditolerir, yah diselesaikan baik-baik. Pacaran untuk menikah? Nggak juga kok. Kalo orientasinya untuk married, nanti kita sendirinya yang stress, ujung-ujungnya married karena kepepet umur. Kalau emang nggak cocok ya jangan maksa, ntar nyeselnya bisa seumur hidup, karena kalo udah married, harus dipertahankan seumur hidup, dan mempertahankan komitmen, bukan cuma sekadar cinta aja.” (Nicole).
-          Hi there, menurut aku sih tujuan kita pacaran nggak sepenuhnya untuk menikah. Tujuannya itu untuk pengalaman, ingin tahu orang itu lebih jauh, pengin bareng-bareng sama orang itu, etc. Pacaran untuk mem-balance emosi kita ke dia. Menikah? Yah... menurut aku sih itu tahap selanjutnya aja. Kan tujuan menikah dan pacaran itu berbeda. Simpelnya kayak gini nih: Relationship is like school. TK itu baru lirik-lirik ama doi, SD kita mulai naksir, SMP udah mulai pacaran, SMA kita decide bakal putus atau pergi lebih lanjut, dan Universitas kawin deh! (Ory)
-          Tujuan pacaran menurut gue:  1. Punya temen spesial untuk curhat, untuk saling menyemangati dalam mengejar impian, 2. Punya seseorang untuk cuddling dan mencurahkan rasa sayang (ah, yang ini sih birahi, tapi yang wajar-wajar dong, hehehe), 3. Akhirnya emang untuk menikah (ini tujuan akhir, kalok udah dekat waktunya. Kalok masih SMP ama SMA sih menurut gue nggak perlu mikirin untuk nikah dulu). Pacaran harus untuk menikah? Akhirnya sih iya. Kriteria cowok untuk pacar sama cowok untuk suami itu beda banget loh.... (Mala)
-          Kalo gue bilang sih zaman sekarang sekitar umur gvue kelas 2 SMP sih pacaran buat cari pengalaman dan nggak boleh kelewat batas loh! Kalo sekarang mikirin kawin, nggak dulu kali! ( Novie)
-          Pertanyaan yang filosofis banget. Dulu waktu SMP, SMA, aku pacaran karena ikut-ikutan teman, biar keren, biar gaul, biar bisa cerita pacarku gini pacarku gitu! Tapi ketika aku udah kuliah, aku pacaran dengan tujuan yang lebih serius (menikah), meski kalau ternyata di tengah jalan kita nggak cocok ya bubar... tapi niatnya untuk menikah begitu. So, tujuan pacaran: tergantung usia. (Niken).
-          Kalo menurut aku sih tergantung orang yang pacaran itu sendiri. Jelas kalo dia ABG, pasti cuman have fun doank, tapi kalo dia udah dikategori dewasa, aku rasa mereka pasti menginginkan hubungan yang lebih serius n' tentu saja berharap bakal ke jenjang pernikahan. Sorry, kalo comment-nya nggak memuaskan. (Karina)
-          Nggak tau. Saya bingung makna pacaran itu yang gimana. Kalau nggak ciuman, nggak pelukan, cuma jalan-jalan, itu pacaran nggak? Ada yang bilang, itu bukan pacaran. Itu cuma berteman. Tapi kan di hati lain jalan ama pacar and ama temen. Kalau mesti ciuman ama pelukan, no way. Enak aja. Emang mo obralan. Tentang nikah? Aduh masih imut gini kok. Nggak tau deh.  (Ripp)
Wah… sebagian besar responden yang saya tanyakan ternyata menjawab bahwa pacaran belum tentu untuk menikah, apalagi kalau masih ABG. Pacaran bagi ABG cuma buat have fun, ikut-ikutan teman, biar keren, biar gaul, biar bisa pamer, dan lain-lain. Sama sekali tidak ada niat untuk menikah. Lain kalau pacarannya ketika sudah dewasa, baru ditujukan untuk menikah, itu pun belum tentu. Kalau tidak cocok, ya bubar, meskipun tidak cocoknya setelah pacaran sembilan tahun? Hehehe, apa tidak rugi, tuh? Pacaran lama-lama hanya untuk bubar?  

3.      Jangka Waktu
Jangka waktu taaruf maksimal tiga bulan. Kalaupun lebih dari itu, biasanya sudah bukan taaruf lagi, melainkan sedang mempersiapkan pernikahan. Beda dengan pacaran. Kamu tidak tahu kapan masa pacaranmu berlangsung. Ada yang pacarannya sampai sembilan tahun, ada juga yang cuma satu minggu. Wah, rugi banget. Sudah pacaran lama-lama, ternyata bubar jalan.
Jadi, kalau jangka waktu taaruf-mu lebih dari tiga bulan dan tidak ada perkembangan menuju pernikahan, berarti kamu sedang PACARAN dan bukan TAARUF. Jangan ngotot menyebut kedekatanmu dengan lawan jenis itu sebagai taaruf, hanya untuk menghindar dari dosa pacaran, padahal tidak ada pembicaraan dan tindakan apa pun menuju pernikahan.
Maaf ya, kalau saya terkesan emosional dalam bahasan ini. Sebab, belakangan ini saya banyak menemukan contoh taaruf yang melenceng. Mereka—sebut saja A (laki-laki) dan B (perempuan)—berhubungan dan menyebut hubungan itu sebagai taaruf, tapi tidak jelas batas waktunya dan tidak juga ada tindakan nyata menuju ke pernikahan. Mereka sudah saling terikat, meskipun memang tidak ada kontak fisik, tapi hati mereka sudah yakin bahwa mereka akan menikah. AKAN MENIKAH, tapi belum tahu KAPAN.
Mungkin, mereka memang terbebas dari zina, dengan tidak adanya kontak fisik itu. Tapi ingat, zina tidak semata berhubungan intim. Zina hati pun ada, ketika mereka saling memikirkan satu sama lain. Juga zina tangan, ketika mereka saling berkirim SMS. Dan zina mulut, ketika mereka berbincang di telepon. Jadi? Mereka tidak bisa menyebut hubungan itu sebagai taaruf, kan? Melainkan, pacaran tersembunyi.    

4.      Dilihat dari Kesiapan Mental
Orang yang sudah berani untuk taaruf, berarti mentalnya sudah lebih siap untuk menikah, daripada orang yang pacaran. Kenapa? Ya, karena tujuan taaruf sudah jelas; untuk menikah. Jadi, tidak ada unsur main-main lagi di sini. Orang yang menjalaninya sudah benar-benar yakin bahwa dia ingin menikah. Sementara itu, orang yang pacaran belum tentu sudah siap menikah, karena toh tujuannya pacaran tidak selalu untuk menikah. Kecuali mungkin orang yang memang pacaran untuk menikah.

5.      Pengaruh terhadap Hati
Berlama-lama menjalin hubungan dengan lawan jenis, akan mengotori hatimu. Mungkin awalnya biasa saja, tetapi setelah melihat banyak kelebihannya ketika sedang berinteraksi, kamu menjadi terpesona. Yup! Itulah yang terjadi kalau kamu pacaran. Hubungan yang terjalin lama akan mengeratkan hati kalian, padahal kalian belum tentu menikah. Sedangkan taaruf belum tentu. Jangka waktu taaruf yang hanya sebentar, tidak akan terlalu berpengaruh terhadap hatimu. Kalau taaruf-nya tidak jadi, tidak akan nangis bombay, karena hasil taaruf benar-benar murni keputusan Allah dari hasil salat Istikharah.

6.      Lebih Menjamin Kebenaran Informasi
Jawab dengan jujur, ya.
-          Ketika pacaran, apakah kamu menyembunyikan semua kekuranganmu?
-          Ketika pacaran, apakah kamu menampilkan semua kelebihanmu?
-          Ketika pacaran, apakah kamu menyembunyikan semua kebiasaan jelekmu?
-          Ketika pacaran, apakah kamu menampilkan semua kebiasaan baikmu?
Jika jawabannya, ya, berarti kamu memang benar-benar hanya ingin pacarmu tahu yang terbaik darimu.
Kita sering mendapati teman-teman yang pacaran yang sibuk menyembunyikan kejelekan dirinya. Misalnya kalau yang cowok; merokok, playboy, sering mendapat nilai buruk di sekolah, sering buang angin (ups!), dan lain-lain. Sedangkan yang cewek; mulut ember, gampang nangis, terkesan lemah, penyakitan, dll.  Semua itu disembunyikannya di depan pacarnya. Banyak banget keluhan dari pasangan yang pacaran yang di kemudian hari mendapati bahwa ternyata si pacar tidak sebaik ketika pacaran.
“Dulu waktu pacaran dia nggak pernah minum (alkohol). Ternyata dia pemabuk berat.”
“Dulu waktu pacaran dia setia banget. Eh, sekarang selingkuhannya di mana-mana.”
“Dulu waktu pacaran dia….”
Wah… ternyata pacaran lama-lama tidak menjamin kamu akan mengetahui semua tentang pacarmu, ya? Karena jelas, semua kejelekan itu disembunyikan oleh masing-masing pihak. Hanya kebaikannya saja yang ditonjolkan. Contohnya, dulu ada teman saya yang salatnya cuma saat di depan pacarnya.
Beda dengan taaruf. Kamu dilarang berbohong dan wajib menceritakan dirimu apa adanya. Di daftar biodata, kamu bahkan bisa mendapatkan beberapa hal yang bisa menjelaskan siapa calonmu itu sebenarnya, seperti; karakter (sifat baik dan sifat buruk) dan penyakit yang pernah diderita. Pada saat taaruf, kamu akan lebih banyak mengetahui tentang calonmu.     

7.      Perantara
Perantara atau mediator sangat dibutuhkan dalam taaruf. Kamu tidak bisa taaruf berdua saja. Mengapa?
1)        Tidak Dapat Memberikan Lebih Banyak Informasi Tentang Dia
Kalau cuma berdua saja, bisa jadi kamu merasa grogi sehingga tidak jadi menanyakan segala hal yang ingin kamu tanyakan kepada calon pasangan hidupmu. Ya, kamu memang sudah menyiapkan bahan pertanyaan, tapi rasa grogi mengalahkan itu semua. Atau, kamu merasa tidak enak menanyakannya, takut dia tersinggung dan sebagainya. Padahal jelas-jelas pertanyaan-pertanyaan itu wajib kamu tanyakan.
Hal ini pernah terjadi kepada seorang teman saya yang taaruf berdua saja, alias dengan calonnya itu saja. Sampai sebulan taaruf, masih belum banyak informasi yang dia dapatkan, padahal sebenarnya banyak yang dia ingin tanyakan. Kenapa? Karena dia merasa sungkan dan tidak enak. Duh, sayang banget, kan? Kalau dengan perantara, dia bisa meminta bantuan sang perantara untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang telah dia susun kepada calon pasangan hidupnya itu.
                   2)   Rentan Terhadap Kebersihan Hati
                         Kalau cuma berdua, semua hal bisa terjadi. Artinya, kata-kata yang seharusnya tidak terlontar ketika baru taaruf pun bisa terlontar. Apalagi yang laki-laki. Sudah takdir rasanya kalau laki-laki paling jago membuat rayuan gombal. Rayuan itu tidak ada salahnya dilontarkan, tapi nanti kalau sudah ijab sah. Kalau belum? Tunggu dulu. Kalau tidak sabar menunggu, bisa mengotori kebersihan hati. Contohnya lagi-lagi teman saya. Dia taaruf berdua saja dan si laki-laki sering menelepon atau mengiriminya SMS mesra yang membuat hatinya melayang tidak keruan. Duh... sadar dong, Non. Belum sah, gitu loh.
                   3)   Tidak Tegas
                          Seorang perantara akan memberikan jangka waktu kepada calon pasangan suami-istri yang sedang taaruf; kapan deadline taaruf, kapan taaruf selanjutnya, kapan pertemuan dengan orang tua, kapan lamaran, dan sebagainya. Semuanya jadi jelas dan tidak akan berlama-lama. Berbeda kalau kamu taaruf berdua saja. Kamu dan si calon bisa menjadi tidak tegas dalam menentukan deadline taaruf, jadwal taaruf selanjutnya, pertemuan dengan orang tua, lamaran, dan sebagainya. Simak percakapan berikut:
                         Perempuan     : Jadi, kapan deadline taaruf-nya, nih?
                         Laki-Laki        : Biarkan semua mengalir seperti air, ya
                         Perempuan     : Lho? Kok gitu?
                         Laki-Laki        : Ya, sambil kita salat istikharah. Nanti kalau benar-benar  
                                                  sudah mantap, baru kita lanjutkan. Saya akan datang ke
                                                  rumah orang tuamu.
Si Perempuan yang mungkin sudah jatuh cinta atau dipenuhi harapan, akhirnya hanya “Ya-ya” saja. Padahal, ditunggu-tunggu, si laki-laki tidak juga berlanjut ke step berikutnya. Yang ada malah,
                       Laki-Laki          : Kita tunggu sampai bulan Juni, ya. Rasanya kok saya
                                                      belum siap menikah.
                        Perempuan      : Lama banget. Saya jadi tidak enak. Saya takut mengotori
                                                     hati.
                        Laki-Laki         : Ya, jangan dikotori, dong. Nanti kalau sudah bulan Juni,
                                                      saya akan memberikan jawabannya.
                       Padahal, bulan Juni itu masih empat bulan lagi!
                       Bandingkan dengan percakapan berikut:
                       Perantara         : Gimana, masih ada pertanyaan lagi?
                       Laki-Laki          : Tidak
                       Perempuan       : Tidak
                       Perantara         : Baiklah, kalau begitu, saya beri waktu satu minggu untuk
                                                     memikirkannya lagi. Salat istikharah dan minta                        
                                                     kemantapan dari-Nya.
                       Satu minggu kemudian,
                       Perantara         : Bagaimana, Akh, bisa kita lanjutkan ke taaruf
                                                     berikutnya? (bertanya kepada yang laki-laki)
                       Laki-Laki          : Insya Allah, bisa, Ustaz. Saya siap menghadap orang
                                                      tuanya.
                       Perantara         : Bagaimana, Ukhti, Akh Irfan ingin bertemu dengan orang
                                                     tua Ukhti.
                       Perempuan       : Insya Allah bisa, Ustaz.
                       Satu bulan kemudian (yang diisi dengan persiapan-persiapan pernikahan), menikahlah si perempuan dan si laki-laki dengan waktu taaruf hanya dua minggu.

8.   Untung-Rugi
      Pacaran sembilan tahun, tapi tidak jadi menikah dan ternyata malah menikah dengan orang lain? Di bawah ini, adalah kerugian-kerugian yang kamu dapatkan kalau itu terjadi kepadamu:
1)      Rugi waktu
Kalau kamu tahu bahwa ternyata kamu menikah dengan si B, dan bukan si A (yang menjadi pacarmu selama sembilan tahun), lebih baik kan dari dulu kamu pacaran dengan si B. Sayang banget kan kalau ternyata waktu sembilan tahunmu itu hanya kamu gunakan untuk mengenal si A yang ternyata tidak jadi menikah denganmu? Saat taaruf, kamu tidak akan mengalami kerugian seperti itu. Paling-paling kamu hanya rugi waktu sebulan-dua bulan. Itu pun sebenarnya tidak bisa dikatakan rugi, melainkan untung, karena kamu menambah teman baru. Minimal, kalau tidak jadi taaruf kan bisa jadi teman. Asal jangan terlalu dekat saja.  
2)   Rugi uang
Hari gini, apa sih yang tidak pakai uang? Apalagi pacaran. Buat yang cowok, kamu perlu uang buat nraktir makan, nonton, nganter ke mana-mana, beliin baju, dan lain-lain. Buat yang cewek, apalagi sekarang sudah zaman emansipasi, sering juga keluar uang untuk urusan pacaran. Coba kalau uang itu ditabung untuk biaya menikah? Lebih bermanfaat kan? Sudah keluar uang banyak, ternyata tidak jadi menikah dengan si dia. Bagaimana dengan taaruf? Tentu saja kamu tidak perlu keluar uang sepeser pun! Kecuali mungkin uang untuk membuat biodata atau cetak foto. Tidak banyak, kok.
3)   Rugi tenaga
Nganterin ke mana-mana, sudah tentu butuh tenaga. Apalagi kalau nganter shopping. Disuruh bawa barang ini-itu. Kalau lihat di film-film Korea, ada juga tenaga untuk menggendong si doi ketika dia ngambekJ.  Taaruf? Ya, tidak, dong. Kamu dilarang nganter si dia ke mana-mana kalau baru taaruf. Apalagi menggendong-gendong. Haram.... haram....
4)        Rugi perasaan
Semua juga tahu, saat pacaran kita harus berkorban perasaan. Pas kangen, pas cemburu, pas sedih, dan lain-lain. Aduh... rugi banget kalau perasaan itu tidak diberikan ke orang yang tepat (suami atau istri). Apalagi kalau kita yang jadi korban putus cinta. Hiks! Hiks! Hiks! Memang sih, saat taaruf, kita juga akan mengalami sedikit rugi perasaan. Tapi cuma sedikit kok, dan insya Allah tidak akan berlarut-larut. Misalnya, kalau taaruf-nya gagal. Nah, untuk bahasan yang ini, baca terus buku ini, oke?

1 comment:

  1. Pertamaxxxxx............ :)
    Wah bagus mbk postingan na antara taaruf dan pacaran,,,,

    Pilih taaruf ajah deyh biar langsung nikah, xixixixi :)
    Salam kenal yaa mbk leyla ^^

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...