Wednesday, November 28, 2018

Dari Solo ke Bogor, di Kota-kota Inilah Saya Pernah Tinggal


Assalamualaikum. Hai, kamu termasuk orang yang pernah tinggal di beberapa tempat? Sama dong dengan saya. Meskipun sebagian besar kota yang saya tinggali ini masih berada di wilayah Jabodetabek, tetapi semuanya berkesan untuk saya.


Solo
Salah satu hal yang membuat calon suami tertarik dengan saya adalah karena saya punya darah Solo lho hehehe... Dia kira saya memiliki sikap lemah lembut orang Solo. Saya memang pernah tinggal di Solo tapi hanya beberapa bulan saja yaitu sewaktu saya dilahirkan.

Almarhumah ibu saya berasal dari Solo. Saat akan melahirkan saya, karena saya anak pertama, jadi Mama merasa harus melahirkan di rumah orangtuanya. Pulanglah Mama di Solo sekedar untuk melahirkan saya sampai saya bisa dibawa lagi ke Jakarta.

Mama memang menikah dengan orang Betawi dan bekerja di Jakarta. Saya kembali ke Solo kalau liburan lebaran atau sekolah saja. Jadi sedikit-sedikit saya tahu makanan kesukaan khas Solo seperti brem putih, kerupuk dari sisa nasi, dan lainnya yang saya lupa namanya tapi masih ingat rasanya. 

Tangerang Selatan 
Nah, selanjutnya orangtua saya tinggal di Pamulang, Banten yang masuk wilayah Tangerang Selatan. Saya pun bersekolah di sekitar situ. SMP di Pamulang, SMA di Serpong. Tempat main saya dulu di Bumi Serpong Damai. 

Ayah saya juga masih tinggal di Pamulang dan sesekali saya datang berkunjung. Lebih enak ditempuh naik mobil pribadi. Kalau naik kereta, rasanya jauh sekali. Banyak kenangan manis dan pahit di sini. Teman SD, SMP, SMA semuanya di sini. Sayang, saya sudah tak pernah bertemu mereka lagi. 

Semarang 
Saya sempat dilarang ayah saya nih ketika mendapatkan kesempatan kuliah di Semarang. Beliau khawatir anak gadis sendirian di Semarang. Tapi Mamah sangat ingin anaknya kuliah di tempat bagus dengan biaya murah. Universitas Diponegoro. 

Saya masuk melalui seleksi PMDK, jadi sayang sekali kalau dilewatkan. Lagipula kalau saya tidak berani ke Semarang, belum tentu saya bisa kuliah karena keuangan orangtua tidak sanggup menyekolahkan anaknya di swasta.
Akhirnya saya  berangkat ke Semarang. Masa-masa galau karena terpisah dari orangtua pun pernah saya alami. Untungnya semua berlalu seiring dengan bertambahnya teman. Yang saya ingat dari Semarang adalah Simpang Lima, Pasar Johar, Nasi Pecel, dan tentunya sebuah cinta yang menjelma menjadi novel romantis hehehe.....

Jakarta
Jakarta pun menyimpan kenangan manis. Setelah dilahirkan, saya sempat tinggal di Jakarta sampai umur 2 tahun. Yaitu di kawasan Jatinegara, dekat rumah kakek dan nenek dari Ayah. Kawasan padat penduduk yang ramai dan bising.

Kemudian setelah kuliah, saya mendapatkan kesempatan magang di sebuah majalah di kawasan Utan Kayu Jakarta Timur. Masih berdekatan dengan bekas rumah orangtua saya dulu. Tapi di sini saya ngekos bersama seorang teman, Kania Ningsih yang kini juga menjadi blogger.

Saya tinggal selama 3 bulan di Jakarta dan merasakan udaranya yang pengap dengan bau khas kendaraan serta cuaca panas bin gerah. Harga makanan juga mahal daripada di Tangsel. Memang deh tinggal di Jakarta itu harus siap mental dan dompet.

Baca Juga: Asian Games 2018 di Jakarta 

Depok
Untungnya, setelah selesai masa magang saya yang sebenarnya cuma menggantikan karyawan yang cuti hamil, saya pun mendapatkan pekerjaan di Depok, Jawa Barat. Wah, sudah masuk Jawa Barat nih. 

Saya bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan. Di sini saya semakin mantap menjadi penulis. Saya diperbolehkan tinggal di kantor tanpa biaya sewa. Saya berkomunitas dengan para penulis buku. 

Di Depok masih lebih bersahabat daripada di Jakarta. Sebenarnya saya bisa pulang pergi kantor dan rumah orangtua di Tangsel, tapi capek di jalannya. Dengan tinggal di kantor, saya bisa hemat waktu dan bergaul juga lho. Kalau di rumah, dilarang pergi malam-malam hahaha...

Citayam, Kabupaten Bogor 
Setelah 3 tahun bekerja di Depok eh saya menikah dan suami sudah punya rumah di Citayam. Akhirnya saya tinggal di Citayam sampai hari ini.

Walaupun jauh dari fasilitas bagus seperti mall, tapi biaya hidup di Citayam ini lebih rendah lho. Nasi uduk masih Rp 5000, bakso Rp 10000. Kalau mau mencari yang mahal juga ada sih, tapi yang murah pun banyak.

Citayam memang panas tapi udara masih segar karena penduduknya belum padat dan masih banyak pepohonan di mana-mana. 

Garut 
Ini adalah kota kelahiran suami saya tapi saya pernah tinggal di sini selama 2 bulan saat menunggu kelahiran anak pertama. Berhubung mama saya sudah meninggal, jadi saya harus ditemani oleh ibu mertua.

Saya suka tinggal di Garut asal tak terpisah dengan suami. Udaranya dingin dan segar, jarak ke pusat kota juga bisa ditempuh naik delman. Setiap hari melihat pemandangan hijau karena ada hamparan sawah dan gunung di sebelah rumah mertua.

Bawaannya ingin makan terus deh, akibat udara dingin. Makan apa aja di Garut mah lahap, meskipun hanya nasi, lalap, dan sambal. Suami sih berencana pindah ke Garut kalau kami sudah tua, karena suasananya yang tenang dan nyaman. Yah kita lihat saja nanti. 

Setiap kota tersebut memberikan kenangan berkesan yang bisa menjadi latar tempat para tokoh novel saya. Ke depannya, saya juga ingin mencicipi tinggal sejenak di kota-kota di luar Indonesia. Aamiin...

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...